Larang Ekspor Bauksit, Timah dan Tembaga, Bahlil Tak Gentar Diseret ke WTO

Selasa, 04 Oktober 2022 - 15:24 WIB
loading...
Larang Ekspor Bauksit,...
Indonesia Digugat ke WTO gara-gara larangan ekspor nikel, Menteri Bahlil mengatakan tidak usah diambil pusing karena hilirisasi menghasilkan nilai tambah bagi negara. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Larangan ekspor beberapa sumber daya mineral telah membuat Indonesia digugat ke WTO (World Trade Organization) atau organisasi perdagangan dunia. Pasalnya banyak negara yang merasa dirugikan, akibat dari larangan ekspor bahan mentah yang diberlakukan Indonesia.



Menteri Invetasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, pada tahun ini pemerintah mulai melakukan pelarangan ekspor bauksit, timah, hingga tembaga. Menurutnya hal ini demi menciptakan hilirisasi pada sumber daya mineral dan menghadirkan nilai tambah.

"Kita juga memberlakukan hal yang sama (larangan ekspor timah) seperti nikel, biarkan saja orang membawa kita ke WTO, tidak usah pusing," ujar Bahlil dalam Orasi Ilmiah: Transformasi Ekonomi dengan Hilirisasi di Kampus ITS Surabaya, Selasa (4/10/2022).

Diterangkan juga olehnya bahwa, Indonesia mempunyai cadangan nikel terbesar di dunia setelah China. Akan tetapi Indonesia justru menjadi eksportir terbesar untuk nikel di dunia mengalahkan China.

"Indonesia menjadi penghasil timah terbesar kedua setelah China, tetapi China melakukan hilirasi 60-70%, di Indonesia tidak lebih 5%," kata Bahlil.



Sehingga saat ini fokus pemerintah menurut Bahlil adalah membangun hilirisasi timah, dengan melakukan pelarangan ekspor terlebih dahulu agar negara lain bisa masuk ke Indonesia.

"Kita penghasil timah tetapi negara lain yang menentukan harga timah, saya sampai bingung. Ini kita yang pintar atau pintar-pintar bodoh atau kita yang di tipu-tipu," kata Bahlil.

Bahlil menceritakan, adanya larangan ekspor nikel yang dilakukan sebelumnya memang membuat Indonesia di gugat WTO. Namun Ia mengaku berhasil membangun hilirisasi dengan masuknya investor yang menggarap nikel di Indonesia.

Mulai dari perusahaan asal Korea Selatan LG, dan CATL perusahaan asal China yang akan membangun ekosistem nikel mulai dari mining (penambangan), pembangunan smelter, prekusor, katoda, baterai sel hingga mobil listrik.

Hal tersebut memberikan nilai tambah untuk pendapatan nikel. Jika sebelum dilakukan hilirasi atau hanya melakukan ekspor nikel, negara hanya mendapatkan USD3,4 miliar pada tahun 2018. Maka pada tahun 2021 angkanya naik menjadi USD20,5 miliar.

"Tahun 2022, saya target bisa mencapai USD30 miliar supaya naik menjadi 10 kali lipat," pungkasnya.

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1917 seconds (0.1#10.140)