Awas! Resesi Ekonomi Global Bisa Menggerus BUMN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Resesi ekonomi global yang diramalkan semakin dekat diperkirakan bisa mengancam Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ). Perusahaan pelat merah dinilai perlu mengambil langkah strategis menyusul adanya perkiraan resesi ekonomi global pada 2023.
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI), Toto Pranoto menilai, resesi ekonomi global akan berdampak signifikan terhadap kinerja operasional dan keuangan BUMN. Akibat krisis tersebut, perseroan akan menghadapi sejumlah tantangan di antaranya inflasi, nilai exchange rate dan nilai impor bahan baku produk
Ketergantungan impor pada saat nilai tukar Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan berdampak negatif. Maka perlu upaya untuk mengurangi resiko kerugian (hedging) yang lebih antisipatif.
"Ya dampak utama terkait resesi global yang dihadapi BUMN terutama pada indikator inflasi, nilai exchange rate, dan nilai impor bahan baku produk," ungkap Toto saat dihubungi, Sabtu (8/10/2022).
Toto mencatat, diversifikasi sumber pembiayaan juga mutlak dilakukan BUMN. Skema ini membuat BUMN meminimalisir tergantung atau melakukan pinjaman dari sumber pembiayaan asing untuk capital expenditure (capex).
Untuk memperkuat equity perusahaan, lanjut Toto, BUMN harus memperluas strategic partner dengan investor. Selain itu, membawa BUMN sehat untuk mencatatkan saham perdananya di Bursa Efek Indonesia (BEI) alias initial public offering (IPO).
"Namun bisa mulai lebih banyak dari sisi equity. Caranya dengan meningkatkan jumlah strategic investor atau bagi BUMN yang sudah siap Go Public bisa segera me-realize aksi korporasi tersebut," kata dia.
Sebelumnya, sejumlah lembaga asing memperingatkan soal ancaman resesi global yang akan terjadi pada 2023 mendatang. Bank Dunia (World Bank) misalnya, memproyeksi sejumlah negara resesi pada 2023. Bahkan, Indonesia menjadi salah satu negara yang terancam resesi.
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI), Toto Pranoto menilai, resesi ekonomi global akan berdampak signifikan terhadap kinerja operasional dan keuangan BUMN. Akibat krisis tersebut, perseroan akan menghadapi sejumlah tantangan di antaranya inflasi, nilai exchange rate dan nilai impor bahan baku produk
Ketergantungan impor pada saat nilai tukar Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan berdampak negatif. Maka perlu upaya untuk mengurangi resiko kerugian (hedging) yang lebih antisipatif.
"Ya dampak utama terkait resesi global yang dihadapi BUMN terutama pada indikator inflasi, nilai exchange rate, dan nilai impor bahan baku produk," ungkap Toto saat dihubungi, Sabtu (8/10/2022).
Toto mencatat, diversifikasi sumber pembiayaan juga mutlak dilakukan BUMN. Skema ini membuat BUMN meminimalisir tergantung atau melakukan pinjaman dari sumber pembiayaan asing untuk capital expenditure (capex).
Untuk memperkuat equity perusahaan, lanjut Toto, BUMN harus memperluas strategic partner dengan investor. Selain itu, membawa BUMN sehat untuk mencatatkan saham perdananya di Bursa Efek Indonesia (BEI) alias initial public offering (IPO).
"Namun bisa mulai lebih banyak dari sisi equity. Caranya dengan meningkatkan jumlah strategic investor atau bagi BUMN yang sudah siap Go Public bisa segera me-realize aksi korporasi tersebut," kata dia.
Sebelumnya, sejumlah lembaga asing memperingatkan soal ancaman resesi global yang akan terjadi pada 2023 mendatang. Bank Dunia (World Bank) misalnya, memproyeksi sejumlah negara resesi pada 2023. Bahkan, Indonesia menjadi salah satu negara yang terancam resesi.
(akr)