Potensi EBT 3.700 GW, RI Buka Peluang Ekspor Listrik ke Singapura
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah memiliki peluang ekspor listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) ke Singapura. Hal itu melihat potensi EBT yang cukup besar.
"Kalau ditanya seberapa besar kita bisa ekspor, kira-kira selisihnya kita punya 3.600-3.700 gigawatt (GW) sementara kebutuhan sebanyak 700 MW," Direktur Jenderal EBT dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana dalam webinar bertajuk Mempercepat Penurunan Emisi, Meraih Devisa, di Jakarta, Selasa (18/10/2022).
Menurut dia Indonesia memiliki potensi dari EBT mencapai 3.700 GW, sementara di sisi lain, kebutuhan listrik Indonesia hingga 40 tahun ke depan hanya sekitar 700 Megawatt (MW). Salah satu pangsa pasar potensial untuk menjadi market listrik EBT adalah Singapura.
"Angkanya memang tidak bisa dikurangkan langsung, nanti sebetulnya yang kita butuhkan bukan MW tapi satuan listriknya dalam satuan kWh. Jadi kalau ditanya seberapa besar ya kita kita punya potensi yang yang besar yang beragam dan juga tersebar jadi kalau kita misalkan menghitungnya untuk Singapura," jelasnya.
Dia mengatakan mekanisme yang bisa dilakukan ketika ekspor listrik ke Singapura tidak jauh berbeda dengan ekspor gas ke sana yang saat ini tengah berlangsung. Nantinya, Pulau Batam bisa dijadikan sebagai hub atau pintu utama ekspor listrik ke sana yang disalurkan melalui kabel bawah laut.
Dadan menuturkan, secara regulasi bahwa ekspor itu memang diperbolehkan, jadi ekspor tersebut boleh dilakukan secara regulasi melalui turunan dari Undang-Undang Ketenagalistrikan. Tetapi ada syaratnya, di dalam negeri ini harus dipenuhi dulu, jadi kebutuhan tenaga listrik setempat dan wilayah sekitarnya harus terpenuhi.
"Jadi pikirannya ini kan bukan pikiran untuk dilakukan tahun depan. Saya yakin Singapura juga tidak berpikir untuk tahun depan ini seperti apa itu. Tapi ini proses proses jangka panjang," tutur Dadan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyatakan ekspor listrik tentu menjadi salah satu instrumen untuk menggenjot pengembangan EBT di tanah air. Teorinya dengan adanya demand atau permintaan maka para pelaku usaha memiliki kepastian siapa yang akan membeli listrik.
"Maka dengan mengekspor itu sebenarnya bisa menjadi salah satu solusi, karena kita butuh invest, kita butuh investasi, kita butuh juga pengembangan industri energi terbarukan di dalam negeri," ungkap Fabby.
"Kalau ditanya seberapa besar kita bisa ekspor, kira-kira selisihnya kita punya 3.600-3.700 gigawatt (GW) sementara kebutuhan sebanyak 700 MW," Direktur Jenderal EBT dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana dalam webinar bertajuk Mempercepat Penurunan Emisi, Meraih Devisa, di Jakarta, Selasa (18/10/2022).
Menurut dia Indonesia memiliki potensi dari EBT mencapai 3.700 GW, sementara di sisi lain, kebutuhan listrik Indonesia hingga 40 tahun ke depan hanya sekitar 700 Megawatt (MW). Salah satu pangsa pasar potensial untuk menjadi market listrik EBT adalah Singapura.
"Angkanya memang tidak bisa dikurangkan langsung, nanti sebetulnya yang kita butuhkan bukan MW tapi satuan listriknya dalam satuan kWh. Jadi kalau ditanya seberapa besar ya kita kita punya potensi yang yang besar yang beragam dan juga tersebar jadi kalau kita misalkan menghitungnya untuk Singapura," jelasnya.
Dia mengatakan mekanisme yang bisa dilakukan ketika ekspor listrik ke Singapura tidak jauh berbeda dengan ekspor gas ke sana yang saat ini tengah berlangsung. Nantinya, Pulau Batam bisa dijadikan sebagai hub atau pintu utama ekspor listrik ke sana yang disalurkan melalui kabel bawah laut.
Dadan menuturkan, secara regulasi bahwa ekspor itu memang diperbolehkan, jadi ekspor tersebut boleh dilakukan secara regulasi melalui turunan dari Undang-Undang Ketenagalistrikan. Tetapi ada syaratnya, di dalam negeri ini harus dipenuhi dulu, jadi kebutuhan tenaga listrik setempat dan wilayah sekitarnya harus terpenuhi.
"Jadi pikirannya ini kan bukan pikiran untuk dilakukan tahun depan. Saya yakin Singapura juga tidak berpikir untuk tahun depan ini seperti apa itu. Tapi ini proses proses jangka panjang," tutur Dadan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyatakan ekspor listrik tentu menjadi salah satu instrumen untuk menggenjot pengembangan EBT di tanah air. Teorinya dengan adanya demand atau permintaan maka para pelaku usaha memiliki kepastian siapa yang akan membeli listrik.
"Maka dengan mengekspor itu sebenarnya bisa menjadi salah satu solusi, karena kita butuh invest, kita butuh investasi, kita butuh juga pengembangan industri energi terbarukan di dalam negeri," ungkap Fabby.
(nng)