Curah Hujan Tinggi di Malaysia dan Indonesia, Harga CPO Bisa Terkerek
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Malaysia pada akhir pekan lalu ditutup menguat. Merujuk Bursa Malaysia Derivatives Berhad (BMD), kontrak CPO Januari 2023 naik 0,09% di level MYR4.100 per ton per Jumat (21/10). Sedangkan pada hari ini BMD libur untuk memperingati Festival Diwali.
Sejumlah pedagang memproyeksikan, curah hujan yang tinggi di negara-negara produsen CPO bakal mengerek harga di pasaran sebagai respons terhadap produksi yang rendah dan stok yang terbatas.
Secara historis, Indonesia dan Malaysia mengalami keterbatasan produksi CPO pada bulan November. Namun tahun ini, penurunan produksi diperkirakan akan lebih tajam karena La Nina diprediksi akan memicu hujan lebat di seluruh Asia Tenggara.
"Kami menghadapi hujan deras selama tiga hari terakhir, ada banjir kecil di sana-sini," kata Fabian Lim, manajer perkebunan sawit di negara bagian Sabah, penghasil minyak sawit terbesar di Malaysia, dikutip Senin (24/10/2022).
Banjir dan hujan lebat akan membuat para pekerja perkebunan sulit memanen tanaman mereka, serta menghambat proses pemindahan tandan buah segar atau TBS ke pabrik untuk diproses. "Ini mempengaruhi evakuasi tanaman saya," ucapnya.
Sementara itu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memperkirakan ada penurunan stok minyak sawit mentah pada akhir Agustus menjadi 4,04 juta ton, dibandingkan 5,91 juta ton pada bulan sebelumnya.
Kondisi tersebut terjadi karena harga CPO diperdagangkan lebih murah dibanding minyak nabati sejenis, seperti minyak kedelai dan biji bunga matahari.
Keputusan Indonesia untuk menahan pungutan ekspor juga dipandang akan membatasi lonjakan harga CPO. Namun, permintaan yang kuat dari India pada periode festival Diwali diperkirakan akan mengatrol harganya kembali, terlebih bilamana pemerintah Indonesia menaikkan pajak ekspornya di kemudian hari.
"Harga bisa bergerak di atas USD1.100 per ton jika Indonesia memutuskan untuk mengembalikan pungutan ekspor. Itu sangat mungkin terjadi," tukas dealer perusahaan perdagangan global yang berbasis di Mumbai, India.
Sejumlah pedagang memproyeksikan, curah hujan yang tinggi di negara-negara produsen CPO bakal mengerek harga di pasaran sebagai respons terhadap produksi yang rendah dan stok yang terbatas.
Secara historis, Indonesia dan Malaysia mengalami keterbatasan produksi CPO pada bulan November. Namun tahun ini, penurunan produksi diperkirakan akan lebih tajam karena La Nina diprediksi akan memicu hujan lebat di seluruh Asia Tenggara.
"Kami menghadapi hujan deras selama tiga hari terakhir, ada banjir kecil di sana-sini," kata Fabian Lim, manajer perkebunan sawit di negara bagian Sabah, penghasil minyak sawit terbesar di Malaysia, dikutip Senin (24/10/2022).
Banjir dan hujan lebat akan membuat para pekerja perkebunan sulit memanen tanaman mereka, serta menghambat proses pemindahan tandan buah segar atau TBS ke pabrik untuk diproses. "Ini mempengaruhi evakuasi tanaman saya," ucapnya.
Sementara itu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memperkirakan ada penurunan stok minyak sawit mentah pada akhir Agustus menjadi 4,04 juta ton, dibandingkan 5,91 juta ton pada bulan sebelumnya.
Kondisi tersebut terjadi karena harga CPO diperdagangkan lebih murah dibanding minyak nabati sejenis, seperti minyak kedelai dan biji bunga matahari.
Baca Juga
Keputusan Indonesia untuk menahan pungutan ekspor juga dipandang akan membatasi lonjakan harga CPO. Namun, permintaan yang kuat dari India pada periode festival Diwali diperkirakan akan mengatrol harganya kembali, terlebih bilamana pemerintah Indonesia menaikkan pajak ekspornya di kemudian hari.
"Harga bisa bergerak di atas USD1.100 per ton jika Indonesia memutuskan untuk mengembalikan pungutan ekspor. Itu sangat mungkin terjadi," tukas dealer perusahaan perdagangan global yang berbasis di Mumbai, India.
(ind)