Harga Minyak Mendidih, Capai Level Tertinggi dalam 2 Pekan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga minyak mentah atau crude oil melejit menembus level tertingginya dalam dua pekan terakhir. Terkereknya harga minyak dipengaruhi oleh tingginya permintaan di tengah tren kenaikan suku bunga yang diprediksi dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Data perdagangan hingga pukul 10:31 WIB menunjukkan minyak Brent di Intercontinental Exchange (ICE) untuk kontrak Januari 2023 menguat 0,29% di USD94,06 per barel.
Sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange (NYMEX) untuk pengiriman Januari naik 0,31% sebesar USD86,95 per barel.
Faktor lainnya yang turut menjadi katalis adalah penurunan dolar Amerika Serikat (AS) ke level terendah lebih dari satu bulan pada hari ini, akibat ekspektasi perlambatan ekonomi.
Lebih lanjut, lonjakan harga minyak juga didorong oleh rencana Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan Sekutu (OPEC+) yang akan memangkas produksi 2 juta barel, yang notabene pengurangan pasokan terbesar sejak pandemi Covid-19.
Melansir Investing.com, Kamis (27/10/2022), pasokan minyak diperkirakan masih cukup ketat ke depan menjelang kebijakan Uni Eropa yang akan mengembargo produk minyak dan gas (migas) Rusia.
Meski begitu, AS sebelumnya menyatakan akan mengimbangi pengetatan ini dengan melepaskan lebih banyak cadangan minyak.
Gedung Putih merilis sekitar 3,4 juta barel minyak mentah dari SPR pekan lalu, yang membuat stok mereka berada di level terendah sejak tahun 1984.
Permintaan minyak di importir terbesar dunia, China, juga diperkirakan akan tetap lemah dalam beberapa bulan mendatang. Hal ini mengingat Negeri Tirai Bambu itu tidak berencana mengurangi kebijakan ketat nol-Covid.
Data perdagangan hingga pukul 10:31 WIB menunjukkan minyak Brent di Intercontinental Exchange (ICE) untuk kontrak Januari 2023 menguat 0,29% di USD94,06 per barel.
Sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange (NYMEX) untuk pengiriman Januari naik 0,31% sebesar USD86,95 per barel.
Faktor lainnya yang turut menjadi katalis adalah penurunan dolar Amerika Serikat (AS) ke level terendah lebih dari satu bulan pada hari ini, akibat ekspektasi perlambatan ekonomi.
Lebih lanjut, lonjakan harga minyak juga didorong oleh rencana Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan Sekutu (OPEC+) yang akan memangkas produksi 2 juta barel, yang notabene pengurangan pasokan terbesar sejak pandemi Covid-19.
Melansir Investing.com, Kamis (27/10/2022), pasokan minyak diperkirakan masih cukup ketat ke depan menjelang kebijakan Uni Eropa yang akan mengembargo produk minyak dan gas (migas) Rusia.
Meski begitu, AS sebelumnya menyatakan akan mengimbangi pengetatan ini dengan melepaskan lebih banyak cadangan minyak.
Gedung Putih merilis sekitar 3,4 juta barel minyak mentah dari SPR pekan lalu, yang membuat stok mereka berada di level terendah sejak tahun 1984.
Permintaan minyak di importir terbesar dunia, China, juga diperkirakan akan tetap lemah dalam beberapa bulan mendatang. Hal ini mengingat Negeri Tirai Bambu itu tidak berencana mengurangi kebijakan ketat nol-Covid.
(ind)