Cukai Minuman Berpemanis Dinilai Bikin Pahit Bisnis IKM Mamin

Selasa, 22 November 2022 - 14:11 WIB
loading...
Cukai Minuman Berpemanis Dinilai Bikin Pahit Bisnis IKM Mamin
Pengusaha IKM mamin dinilai perlu dibebaskan cukai minuman berpemanis. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Industri kecil menengah ( IKM ) dinilai perlu dibebaskan dari cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK). Pasalnya, pengenaan cukai itu dapat memengaruhi kinerja industri makanan minuman (mamin) dalam bentuk penurunan volume penjualan dan kenaikan harga.



“Cukai MBDK merupakan wacana lama yang implementasinya direncanakan pada tahun 2023. Target pencanangan tersebut mempertimbangkan kondisi pemulihan ekonomi nasional dan daya beli masyarakat,” jelas Hasran, peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Selasa (22/11/2022).

Ia melanjutkan, kebijakan ini juga menambah beban konsumen karena cukai akan didistribusikan ke konsumen secara langsung melalui instrumen kenaikan harga. Cara itu berpotensi mengurangi minat konsumen dalam mengonsumsi produk.

Pengenaan tarif cukai minuman berpemanis akan didasarkan pada kandungan gula dan pemanis buatan yang terdapat di dalamnya. Semakin tinggi kadar gulanya maka akan semakin tinggi juga besaran cukai yang akan dikenakan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 2020 mengusulkan tiga jenis minuman berpemanis yang akan dikenakan tarif MBDK, yaitu teh kemasan dengan tarif Rp1.500 per liter, minuman berkarbonasi Rp2.500 per liter, serta minuman berenergi dan kopi konsentrat sebesar Rp2.500 per liter.

Kemungkinan besar industri besar dan sedang (IBS) sektor mamin akan memilih untuk mereformulasi produknya dengan kadar gula yang lebih rendah. Namun, perusahaan juga membutuhkan waktu untuk mengambil langkah ini mengingat risiko yang ditimbulkan juga cukup signifikan.

Data BPS menunjukkan, industri mamin merupakan salah satu industri yang tumbuh positif selama pandemi Covid-19. Selama empat triwulan berturut-turut di tahun 2020, kontribusinya terhadap GDP indonesia tumbuh masing-masing sebesar 3,94%, 0,22%, 0,66%, dan 1,66% secara tahunan (y-o-y).

Namun, peningkatan ini ditopang oleh pertumbuhan pada IBS yang hanya 1% dari total unit usaha industri mamin di seluruh Indonesia. Secara kuantitas, 99% perusahaan di sektor ini didominasi oleh IKM.

Data BPS menunjukkan di 2020, industri kecil dana mikro sektor minuman mengalami penurunan produksi selama empat triwulan berturut-turut pada tahun 2020, yaitu 1,63%, 6,20%, 8,72%, 9,16% secara tahunan (y-o-y). Begitu juga dengan IBS sektor makanan mengalami penurunan produksi tiap triwulannya sebesar 5,64%, 11,80%, 11,47%, dan 8,99% secara tahunan (y-o-y).



“Ketika ekonomi nasional mulai pulih, banyak pelaku usaha sektor ini yang kembali mengoperasikan usahanya. Namun mereka kembali dihadapkan dengan tantangan lain, seperti kenaikan harga BBM bersubsidi. Tarif MBDK yang akan diberlakukan nanti sudah pasti akan semakin menambah beban pada biaya produksi,” tandasnya.

(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1379 seconds (0.1#10.140)