Tarif Ojol Diatur Gubernur Berpotensi Cacat Hukum, Pengamat: Lebih Tepat Pakai Perpres

Senin, 05 Desember 2022 - 22:11 WIB
loading...
Tarif Ojol Diatur Gubernur Berpotensi Cacat Hukum, Pengamat: Lebih Tepat Pakai Perpres
Wacana pelimpahan kewenangan pengaturan tarif ojek online atau ojol kepada pemerintah daerah mengemuka. Foto/MPI/Aldhi Chandra
A A A
JAKARTA - Wacana pelimpahan kewenangan pengaturan tarif ojek online atau ojol kepada pemerintah daerah mengemuka saat rapat kerja (raker) pemerintah dengan DPR.

Wacana ini merupakan bagian dari rencana revisi terhadap Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 12/2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat.

Dalam raker Komisi V DPR dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Hendro Sugiatno mengatakan, Peraturan Menteri yang baru akan mengatur formula perhitungan biaya jasa dalam bentuk pedoman dan akan menjadi acuan dasar dalam menetapkan besaran biaya jasa batas atas dan batas bawah.

Sedangkan besaran biaya jasa batas atas dan batas bawah akan ditetapkan oleh gubernur sesuai dengan kewenangan wilayah operasi.

Menanggapi hal tersebut, pengamat hukum administrasi negara dari Universitas Indonesia (UI) Fitriani Ahlan Sjarif menilai rencana tersebut memiliki beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan oleh Kemenhub.

“Baik dari sisi kewenangan maupun kelembagaan rencana ini tidak bisa dibenarkan dari kacamata hukum administrasi negara. Ini bisa menyebabkan peraturan tersebut cacat hukum,” ujarnya, Senin (5/12/2022).



Dari segi kelembagaan, sambung Fitri, kewenangan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam mengatur tarif ojol masih perlu dikaji kembali karena status perusahaan ojol yang merupakan perusahaan teknologi.

Contohnya, jasa aplikasi yang merupakan unsur dari tarif ojol, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memiliki kewenangan yang lebih kuat.

Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2015 menegaskan kewenangan Kemenkominfo untuk menyelenggarakan fungsi perumusan dan penetapan kebijakan di bidang penatakelolaan aplikasi informatika.

“Apalagi izin marketplace untuk perusahaan ojol sebagai aplikator on demand services yang mengeluarkan dari Kemenkominfo, jadi kewenangan administratif atas perusahaan ini menjadi kewenangan Kemenkominfo,” tukasnya.

Fitri menilai PM 12/2019 merupakan sebuah peraturan yang lahir dari kewenangan diskresi, di mana peraturan dibentuk untuk mengisi kekosongan peraturan yang jamak terjadi pada sektor teknologi.

Oleh karenanya tidak bisa menjadi dasar hukum untuk mendelegasikan wewenang penentuan tarif ke daerah. Apalagi, sambung dia, berdasarkan Undang-Undang Administrasi pemerintahan diskresi hanya dapat dilakukan oleh pejabat pemerintahan yang berwenang.

“Sehingga sebagaimana catatan saya terkait dengan kelembagaan, harus dicermati terlebih dahulu, sejauh mana kewenangan Kemenhub dalam menetapkan biaya aplikasi,” tuturnya.



Mengingat sifat dari bisnis transportasi online yang melintasi kewenangan satu kementerian, Fitri menyarankan agar permasalahan ojol dan juga taksi online sebaiknya diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres).

Selain memberikan dasar atas ruang lingkup urusan yang lebih luas, hadirnya Perpres dapat juga menyelesaikan persoalan terkait legalitas keputusan-keputusan turunan dari Permenhub yang sekarang masih diskresioner dan belum ada dasar hukumnya.

(ind)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2089 seconds (0.1#10.140)