BBM Ramah Lingkungan, B30 Energi Alami untuk Indonesia

Sabtu, 11 Juli 2020 - 10:33 WIB
loading...
A A A
Karena itu, saat baru menggunakan B30, pada pekan pertama perlu mengganti saringan bahan bakar. Biodiesel tidak kompatibel dengan material-material logam seperti tembaga, timah, seng, kuning, dan perunggu, serta bahan nonlogam seperti karet alam maupun karet sintesis.

"Jangan lupa B30 hendaknya tidak berkontak dengan onderdil yang dibuat dari material-material itu. Lebih baik dari bahan baja karbon, baja antikarat, aluminium, teflon, viton, atau nylon 6/6," sebut Tatang.

Berbicara mengenai biodiesel, Provinsi Jawa Tengah sudah lebih dulu menggunakan biodiesel sejak 2018 dengan 20% minyak kelapa sawitnya. Setelah menjadi program pusat, Jawa Tengah menaikkannya lagi sehingga kini sudah sama menjadi 30% atau B30.

Eni Lestari, Kabid Energi Baru dan Terbarukan dari Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah, mengatakan, mereka menjadi pelopor penggunaan biodiesel karena mempunyai Perda RUED (Rencana Umum Energi Daerah) Nomor 12 Tahun 2018. Kini sudah 16 provinsi yang juga memiliki kebijakan yang sama dan selalu dimonitor oleh Kemendagri dan Dewan Energi Nasional di bawah Kementerian ESDM.

"Provinsi yang belum selalu didorong, karena ini wajib untuk provinsi menyusun kebijakan Perda RUED tersebut," ujarnya.

Di Jawa Tengah juga mengalami tantangan tersendiri. Pada awal hadirnya biodisel ialah ketersediaan lahan masih fokus untuk pangan, belum untuk energi. Potensi tanaman di Jawa Tengah banyak komoditas namun justru bukan kelapa sawit. Potensi bionabati lain, yakni jagung, daun nyamplung, dan jarak namun masih dalam tahap pengembangan belum komersial. (Baca juga: Hasil Autopsi, Editor Metro TV Tewas karena Dua Tusukan)

Di Jawa Tengah sudah banyak masyarakat yang menggunakan B30 dengan berbagai alasan. Namun, Eni berharap masyarakat dapat melihat ini sebagai upaya untuk menjaga lingkungan agar polusi udara tidak semakin membahayakan. "Pemerintah selalu berusaha membangun gaya hidup ramah lingkungan. Bukan hanya tugas kami, juga pihak lain, komunitas, dan lembaga swadaya dapat menyosialisasikan hal tersebut," harapnya.

Jika di Jawa Tengah sudah lebih dulu menggunakan biodiesel dan mendapat respons positif dari warganya. Lain hal di Medan, Sumatera Utara yang masih menimbulkan kontroversi. Padian Adi Siregar dari LAPK Medan menceritakan, justru BBM dari alam mendapat pertentangan dari masyarakat sipil yang concern terhadap lingkungan. Padahal, kelapa sawit sangat banyak di Medan.

Terlebih posisi LPAK menjadi konsorsium Walhi, atau misalnya konsorsium lembaga-lembaga lingkungan juga di Sumatera Utara. "Energi terbarukan lain seperti listrik pun sudah dikembangkan namun membutuhkan lahan yang luas. Sehingga bagi aktivis lingkungan menganggap ini permasalahan," jelasnya.

Bagi kelompok yang concern pada pengembangan energi terbarukan atau biodiesel tentu itu menjadi kesulitannya. "Akhirnya kami konfrontasi antar-NGO atau masyarakat sipil yang kemudian melakukan edukasi atau pembinaan," tutur Padian. (Lihat videonya: Kapal Tak Bisa Sandar, Sapi Dilempar ke Laut)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1129 seconds (0.1#10.140)