E-Money Masih Minim, Sri Sultan Minta BI Buat Kebijakan Khusus

Minggu, 21 Agustus 2016 - 18:29 WIB
E-Money Masih Minim, Sri Sultan Minta BI Buat Kebijakan Khusus
E-Money Masih Minim, Sri Sultan Minta BI Buat Kebijakan Khusus
A A A
YOGYAKARTA - Penggunaan uang nontunai (e-money) di Yogyakarta masih terlalu minim. Berbagai kendala menjadi penghambat pertumbuhan penggunaan uang nontunai, karena itu Bank Indonesia (BI) menggandeng Pemerintah DIY dan perbankan lainnya turut serta dalam gerakan pembayaran uang nontunai di wilayah ini.

Pemimpin Kantor Perwakilan Bank Indonesia Yogyakarta, Arief Budi Santosa mengakui jika penggunaan uang nontunai di wilayah ini masih minim. Padahal, di satu sisi sebenarnya penggunaan uang tunai ongkosnya lebih mahal ketimbang penggunaan uang nontunai.

Namun, secara rinci pihaknya tidak bisa menyebutkan berapa total penggunaan uang nontunai di wilayah ini sampai sekarang. "Sudah ada peningkatan signifikan, tetapi saya tidak bisa merincinya. Karena semua data terpusat," papar dia saat meluncurkan gerakan Cinta Istimewa Cinta Produk Indonesia di Alun-alun Utara Yogyakarta, Minggu (21/8/2016).

Arief menyebutkan, selama ini ada beberapa kendala yang dihadapi dalam penggunaan uang nontunai. Di antaranya, minimnya Electronic Data Capture (EDC) ataupun tabing untuk transaksi. Selain itu, yang masih menghambat bagi masyarakat yang telah memiliki kartu e-money selalu kesulitan untuk melakukan pengisian ulang (top-up) uang elektronik mereka.

Atas dasar itu, pihaknya meminta kalangan perbankan memperbanyak alat transaksi tersebut di samping juga masyarakat yang memiliki usaha agar menyediakannya. Karena, sebenarnya dengan menyediakan alat ini berbagai kelebihan bisa mereka dapatkan. Selain sisi keamanan, kepraktisan dari transaksi ini dapat mengefisiensikan pengeluaran masing-masing pengusaha.

Sementara, Gubernur DIY Sri Sultan HB X mengakui jika penggunaan e-money di wilayahnya masih minim. Contohnya, meski sudah memiliki alat lengkap EDC untuk transaksi, tetapi transaksi e-money Transjogja sangat minim karena baru sekitar 5% dari keseluruhan pembayaran moda transportasi ini.

Karena itu, perlu gerakan masif untuk meningkatkan transaksi e-money di wilayahnya. "Kami berharap ada kebijakan yang memungkinkan peningkatan transaksi nontunai ini," paparnya.

BI selaku regulator diminya untuk membuat kebijakan yang membuat pemilik kartu nontunai melaksanakan pembayaran. BI atau perbankan seharusnya tidak membebankan biaya kepada pembayar yang melakukan pembayaran dengan uang non tunai tersebut.

Sri Sultan meyakini, jika kebijakan tersebut diberlakukan, maka akan meningkatkan nilai transaksi nontunai. Memang bukan persoalan mudah untuk mengubah transaksi uang tunai menjadi nontunai. Karena pasti akan terkendala dengan budaya yang telah mengakar sejak lama dari masyarakat yang masih senang dengan melakukan transaksi uang tunai.

Sampai saat ini, sebagian besar masyarakat masih merasa puas ketika memegang uang tunai ketimbang kartu sebagai alat pembayaran. "Determinasi budaya masih sangat nampak menjadi penghambat penggunaan uang nontunai ini," paparnya.

Dia juga meminta BI untuk meningkatkan sosialisasi dan pengawasan terhadap transaksi nontunai ini. Perlu adanya re-orientasi budaya dari berbagai pihak untuk meningkatkan transaksi nontunai dalam kehidupan sehari-hari di samping kesiapan perbankan.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5207 seconds (0.1#10.140)