Penggabungan PLN-PGE lewat Rights Issue Dinilai Tak Tepat

Rabu, 21 Desember 2016 - 15:08 WIB
Penggabungan PLN-PGE lewat Rights Issue Dinilai Tak Tepat
Penggabungan PLN-PGE lewat Rights Issue Dinilai Tak Tepat
A A A
JAKARTA - Skema rights issue yang dimunculkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno terkait penggabungan PT PLN (Persero) dan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dinilai tidak tepat. Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean menerangkan esensi right issue sama halnya dengan akuisisi hingga inbreng saham.

“Sama saja. Apapun istilahnya, tujuannya tetap sama, yaitu untuk mengambil aset Pertamina Geothermal Energy (PGE),” kata Ferdinand di Jakarta, Rabu (21/12/2016).

Menurutnya rencana pemerintah untuk bersikeras mengambil alih PGE, dikhawatirkan akan menjadi alat untuk jadi aset agar mempermudah pinjaman. Pasalnya perusahaan setrum pelat merah itu diyakini sedang membutuhkan dana untuk membiayai mega proyek pemerintah 35.000 MW.

“Jadi kita perkirakan bahwa dibutuhkan dana Rp100 triliun (untuk proyek 35 ribu MW). Dana tersebut dipergunakan untuk infrastruktur lanjutan, seperti transmisi, distribusi, dan pembangunan gardu-gardu induk baru. Infrastruktur tersebut diperlukan, untuk mendistribusikan dan mentransmisikan daya dari pembangkit-pembangkit baru,” paparnya.

Lebih lanjut dia menerangkan saat membutuhkan dana besar, maka dibutuhkan aset lagi untuk bisa mendapatkan pinjaman baru. Sebab, dengan rasio utang dan aset yang sudah sangat tinggi seperti sekarang, akan sulit mendapatkan dana besar untuk PLN. “Itulah sebabnya PLN mati-matian ingin mengambil alih aset PGE,” kata dia.

Dia menambahkan revaluasi yang dilakukan, juga tidak mampu meningkatkan aset PLN, namun hanya meningkatkan nilainya saja. “Jadi mau tidak mau, PLN memang harus memiliki aset baru. Dan itu yang dibutuhkan untuk mendapatkan dana terkait penyelesaian proyek 35 ribu MW tadi,” terang dia.

Kondisi itulah yang menurut dia harus diwaspadai. Karena, dengan menjadikan aset PGE sebagai jaminan, maka sangat berpotensi menyebabkan perpindahan aset milik negara kepada swasta. Apalagi, lanjut dia, saat ini PGE adalah murni, 100% milik Pertamina, yang berarti pula 100% milik negara. “Potensi perpindahan aset negara kepada swasta itulah yang harus kita tentang,” tegasnya.

Sebelumnnya Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, masuknya PLN (Persero) sebagai salah satu pemilik baru PGE tidak dilakukan melalui proses akuisisi. Dia menjelaskan nantinya PGE akan menambah jumlah saham yang dimiliki.

Setelah itu, perusahaan listrik negara merah itu akan menyerap jumlah saham baru diterbitkan PGE. Skema tersebut lazim digunakan oleh perusahaan di bursa saham dengan istilah penerbitan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue. Sehingga, PLN nantinya secara otomatis menjadi pemegang saham baru PGE.

"PGE ini perlu diperjelas bahwa tidak ada akuisisi. Kami hanya ingin ada sinergi antara PT Pertamina (Persero) dan PLN, sehingga nanti PGE mengeluarkan saham baru di situ lalu PLN ikut. Supaya ada kebersamaan," jelas Rini.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3553 seconds (0.1#10.140)