Tantangan Berat Jokowi Wujudkan Target Ekonomi 5,8%

Senin, 08 September 2014 - 12:37 WIB
Tantangan Berat Jokowi Wujudkan Target Ekonomi 5,8%
Tantangan Berat Jokowi Wujudkan Target Ekonomi 5,8%
A A A
JAKARTA - Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah mengatakan, ada tantangan berat yang akan dihadapi Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi), yakni mewujudkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 sebesar 5,8%.

"Bagi pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi), tantangan untuk mewujudkan target pembangunan 5,8% untuk 2015 akan semakin kompleks dan tidak sederhana," ujarnya seperti dikutip dari lama Setkab, Senin (8/9/2014).

Sehingga, lanjut dia, membutuhkan ekstra kerja bagi semua untuk dapat mengejar target pertumbuhan ekonomi seperti yang diharapkan tahun depan.

Firmanzah menyambut baik atas kesepakatan pemerintah dan DPR yang memberikan perubahan asumsi dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN 2015).

Dalam RAPBN 2015, pertumbuhan ekonomi dari 5,6% (saat diajukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 15 Agustus 2014) menjadi 5,8%, dan nilai tukar rupiah ditetapkan pada Rp11.900 per USD.

Meskipun jauh lebih tinggi dari yang diusulkan pemerintah, dia berharap dengan target pertumbuhan ekonomi 5,8% maka penciptaan lapangan usaha dan kerja dapat semakin menekan angka pengangguran dan kemiskinan.

Dia juga mengingatkan, pentingnya mewaspadai faktor eksternal yaitu rencana penghentian quantitative easing III di Amerika Serikat (AS), yang direncanakan pada akhir 2014 atau selambat-lambatnya awal 2015.

Dia memperkirakan, penghentian stimulus moneter non-konvensional itu akan disertai dengan peningkatan suku bunga acuan oleh The Fed untuk menyerap likuiditas di pasar. Akibatnya, risiko pembalikan modal ke AS dari emerging market akan terjadi.

"Tidak sedikit bank sentral di emerging-market yang bersiap-siap menaikkan suku bunga untuk mencegah derasnya modal keluar dari negara mereka," paparnya.

Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu, yang menjadi persoalan ketika bank sentral menaikkan suku bunga sebagai antisipasi keluarnya arus modal. Maka, biaya yang harus ditanggung perekonomian adalah tertekannya pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, lanjut Firmanzah, biaya modal akan semakin tinggi dan kredit perbankan juga tidak setinggi yang diharapkan. Akibatnya, ruang ekspansi ekonomi akan semakin terbatas.

Hal ini ditambah dengan melemahnya ekonomi China dan India. Sementara di zona Eropa masih fokus pada upaya memerangi deflasi yang sangat dalam.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6404 seconds (0.1#10.140)