Harga Beras di Daerah Ini Melonjak
A
A
A
JAKARTA - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, harga beras di beberapa daerah melonjak. Padahal, harga gabah di level petani justru terpantau anjlok.
Dia menyebutkan, di berbagai daerah harga gabah Rp3.000 hingga Rp3.400 per kg, sementara harga beras dari petani Rp6.000 hingga Rp7.200 per kg dan harga beras di pasar sudah mencapai Rp7.500 hingga Rp10.500 per kg.
Nilai itu di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) yang diatur Inpres Nomor 5/2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah, 17 Maret 2015 lalu dengan nilai Rp3.700 untuk gabah dan Rp7.300 untuk beras.
Adapun harga beras yang meroket tersebut terjadi di daerah Batubara (Sumatera Utara), Oku Timur, (Sulawesi Selatan), Banyuasin (Sumatera Selatan), Tulang Bawang (Lampung), Klaten (Jawa Tengah), Yogyakarta (DIY), Bojonegoro (Jawa Timur), Ternate (Maluku Utara), Pulau Buru (Maluku), hingga Manokwari dan Merauke (Papua).
"Saya sudah datangi berbagai daerah dari Sabang hingga Merauke, saya tanya langsung ke petani dan pedagang, harga gabah rata-rata sama Rp3.000 hingga Rp3.400. Sedangkan harga beras dari penggilingan Rp6.700 sampai Rp7.200," ungkap dia dalam rilisnya kepada Sindonews di Jakarta, Rabu (13/5/2015).
Menurutnya, disparitas harga gabah dan beras dari petani hingga ke pasaran sangat jauh. Dari disparitas tersebut, Mentan menilai ada satu pihak yang sangat diuntungkan dengan kondisi saat ini.
"Petani yang 100 hari kepanasan dan kehujanan di sawah, berhadapan dengan hama dan tikus hanya menikmati 10%-20%, sedangkan pedagang untung bekisar 60%-100%. Namun kenyataan di pasaran harga beras sudah bagus. Ini sudah pasti ada pihak yang diuntungkan, tak lain adalah tengkulak," imbuh Mentan.
Di Dusun Glagah, Desa/Kecamatan Purwosari, Kabupaten Bojonegoro misalnya, pasca panen terakhir harga gabah yang dihasilkannya terus merosot. Harga gabah yang semula Rp3.500 per kg, dalam sebulan terakhir ini turun menjadi Rp3.200 per kg yang kemudian turun lagi menjadi Rp3.000 per kg.
Di Jawa Tengah dan Yogyakarta hanya di kisaran Rp3.500 per kg di tingkat petani, tak jauh berbeda dengan Maluku dan Merauke yang di kisaran Rp3.400 per kg.
Amran berharap Perum Bulog akan menjadi aktor penyeimbang supply-demand dengan menyerap surplus produksi petani. Sebab, ini wujud kehadiran negara seperti amanat konstitusi untuk mewujudkan swasembada pangan.
Bulog diharapkan lebih kreatif untuk melakukan pengadaan beras dalam rangka menjaga supaya harga gabah petani tidak terjun hingga di bawah HPP yang ditetapkan pemerintah. Penjualan beras petani harus dijual langsung kepada Bulog, tanpa melalui mitra usaha.
"Beras petani harus dijual langsung ke Bulog dengan ketentuan harga yang wajar. Bulog harus membayar dengan harga yang membantu petani. Jangan dijual ke mitra usaha, karena akan memberikan keuntungan bagi mereka. Bayangkan misal mereka beli dengan harga Rp5.500 per kg, mereka jual ke kota Rp10.000 per kg, tentu mereka yang dapat untung. Kasihan kan para petani," pungkasnya.
Dia menyebutkan, di berbagai daerah harga gabah Rp3.000 hingga Rp3.400 per kg, sementara harga beras dari petani Rp6.000 hingga Rp7.200 per kg dan harga beras di pasar sudah mencapai Rp7.500 hingga Rp10.500 per kg.
Nilai itu di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) yang diatur Inpres Nomor 5/2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah, 17 Maret 2015 lalu dengan nilai Rp3.700 untuk gabah dan Rp7.300 untuk beras.
Adapun harga beras yang meroket tersebut terjadi di daerah Batubara (Sumatera Utara), Oku Timur, (Sulawesi Selatan), Banyuasin (Sumatera Selatan), Tulang Bawang (Lampung), Klaten (Jawa Tengah), Yogyakarta (DIY), Bojonegoro (Jawa Timur), Ternate (Maluku Utara), Pulau Buru (Maluku), hingga Manokwari dan Merauke (Papua).
"Saya sudah datangi berbagai daerah dari Sabang hingga Merauke, saya tanya langsung ke petani dan pedagang, harga gabah rata-rata sama Rp3.000 hingga Rp3.400. Sedangkan harga beras dari penggilingan Rp6.700 sampai Rp7.200," ungkap dia dalam rilisnya kepada Sindonews di Jakarta, Rabu (13/5/2015).
Menurutnya, disparitas harga gabah dan beras dari petani hingga ke pasaran sangat jauh. Dari disparitas tersebut, Mentan menilai ada satu pihak yang sangat diuntungkan dengan kondisi saat ini.
"Petani yang 100 hari kepanasan dan kehujanan di sawah, berhadapan dengan hama dan tikus hanya menikmati 10%-20%, sedangkan pedagang untung bekisar 60%-100%. Namun kenyataan di pasaran harga beras sudah bagus. Ini sudah pasti ada pihak yang diuntungkan, tak lain adalah tengkulak," imbuh Mentan.
Di Dusun Glagah, Desa/Kecamatan Purwosari, Kabupaten Bojonegoro misalnya, pasca panen terakhir harga gabah yang dihasilkannya terus merosot. Harga gabah yang semula Rp3.500 per kg, dalam sebulan terakhir ini turun menjadi Rp3.200 per kg yang kemudian turun lagi menjadi Rp3.000 per kg.
Di Jawa Tengah dan Yogyakarta hanya di kisaran Rp3.500 per kg di tingkat petani, tak jauh berbeda dengan Maluku dan Merauke yang di kisaran Rp3.400 per kg.
Amran berharap Perum Bulog akan menjadi aktor penyeimbang supply-demand dengan menyerap surplus produksi petani. Sebab, ini wujud kehadiran negara seperti amanat konstitusi untuk mewujudkan swasembada pangan.
Bulog diharapkan lebih kreatif untuk melakukan pengadaan beras dalam rangka menjaga supaya harga gabah petani tidak terjun hingga di bawah HPP yang ditetapkan pemerintah. Penjualan beras petani harus dijual langsung kepada Bulog, tanpa melalui mitra usaha.
"Beras petani harus dijual langsung ke Bulog dengan ketentuan harga yang wajar. Bulog harus membayar dengan harga yang membantu petani. Jangan dijual ke mitra usaha, karena akan memberikan keuntungan bagi mereka. Bayangkan misal mereka beli dengan harga Rp5.500 per kg, mereka jual ke kota Rp10.000 per kg, tentu mereka yang dapat untung. Kasihan kan para petani," pungkasnya.
(izz)