Pasar Consumer Goods Tumbuh Positif
A
A
A
JAKARTA - Pasar Fast Moving Consumer Goods (FMCG) tidak begitu terpengaruh dengan kondisi perekonomian di Indonesia yang hanya tumbuh 4,7% pada kuartal I/2015. Pasar FMCG tetap tumbuh 15% dalam periode tersebut.
New Business Development Director Kantar Worldpanel Indonesia Fanny Murhayati mengatakan, pasar FMCG di Indonesia terbilang memiliki potensi luar biasa. Meski dibayangi tantangan di sektor ekonomi. "Indonesia salah satu dari sedikit negara di Asia yang masih mampu memberikan pertumbuhan dua digit untuk FMCG 2014," ujar dia dalam rilisnya, Selasa (19/5/2015).
Pertumbuhan dua digit tersebut, kata Fanny, terlihat di semua sektor. Pertumbuhan paling tinggi terlihat pada sektor kebutuhan rumah tangga yakni sebesar 18% dan kebutuhan pangan 15%. Besarnya potensi pasar FMCG Indonesia tak lepas dari jumlah penduduk yang sangat besar, sekitar 240 juta orang.
Dari jumlah populasi tersebut, sekitar 70% merupakan usia produktif. Fakta ini menempatkan Indonesia sebagai pasar sangat menarik bagi para pemain FMCG di seluruh dunia. "Ini tentu menjadi ajang yang menantang untuk para pemain FMCG," tegasnya.
Menariknya, jika mengacu dari data survei Kantar Worldpanel Indonesia, ada perubahan perilaku konsumen di pasar FMCG Indonesia, terutama saat mereka berbelanja. Perubahan perilaku ini didorong situasi ekonomi yang melambat dan ketidakstabilan harga BBM.
Fanny memaparkan, konsumen rumah tangga di Indonesia cenderung berbelanja lebih banyak dengan jumlah perjalanan belanja yang lebih sedikit. Bahkan, mereka melakukan pembelanjaan lebih dari sekali dalam sehari, meskipun terlihat penurunan frekuensi berbelanja jika dibanding tahun lalu.
Pada 2013, konsumen rumah tangga Indonesia dalam satu tahun berbelanja sebanyak 391 kali, sedangkan pada 2014 hanya berbelanja sebanyak 379 kali. Kantar Worldpanel Indonesia juga memaparkan tren-tren menarik yang terjadi sepanjang 2014 dan diprediksi akan terus berlanjut pada tahun ini.
Pertama, banyak produk konvenien siap saji, siap disantap serta mudah dikonsumsi dan digunakan, menjadi pilihan utama konsumen rumah tangga di Indonesia. Misalnya, pembelian makanan beku meningkat 27% dibanding tahun sebelumnya dan berhasil menggaet 2 juta pembeli baru dalam setahun.
Tren berikutnya terkait dengan meningkatnya volume pembelanjaan untuk masing-masing kategori FMCG (upsizing). Misalnya, upsizing pada saus sambal berukuran di atas 250 ml, penetrasinya naik dari 17% menjadi 21% dari total rumah tangga di Indonesia. Kondisi ini menciptakan tingginya kompetisi pasar FMCG.
Karena itu, kata Fanny, wajar jika banyak produk inovatif yang ditawarkan para pemain FMCG. Kebanyakan inovasi tersebut fokus pada segi fungsi, rasa, pengemasan, dan ukuran. Di 2014, tercatat lebih dari 600 merek baru yang di tawarkan yang didominasi sektor makanan dan minuman.
Selain itu, dengan berkurangnya frekuensi berbelanja tiap rumah tangga, pemain FMCG mulai lebih cermat dalam hal distribusi, ketersediaan barang, dan mempertahankan penempatan yang mudah diliat konsumen pada rak-rak retailer.
Berbagai perubahan pola tersebut menjadi pendukung semakin berkembangnya pasar modern dengan format kecil seperti supermarket, minimarket, dan convenience store. Ini terlihat dari banyaknya toko dan gerai yang dibuka di Jawa dan luar Jawa.
New Business Development Director Kantar Worldpanel Indonesia Fanny Murhayati mengatakan, pasar FMCG di Indonesia terbilang memiliki potensi luar biasa. Meski dibayangi tantangan di sektor ekonomi. "Indonesia salah satu dari sedikit negara di Asia yang masih mampu memberikan pertumbuhan dua digit untuk FMCG 2014," ujar dia dalam rilisnya, Selasa (19/5/2015).
Pertumbuhan dua digit tersebut, kata Fanny, terlihat di semua sektor. Pertumbuhan paling tinggi terlihat pada sektor kebutuhan rumah tangga yakni sebesar 18% dan kebutuhan pangan 15%. Besarnya potensi pasar FMCG Indonesia tak lepas dari jumlah penduduk yang sangat besar, sekitar 240 juta orang.
Dari jumlah populasi tersebut, sekitar 70% merupakan usia produktif. Fakta ini menempatkan Indonesia sebagai pasar sangat menarik bagi para pemain FMCG di seluruh dunia. "Ini tentu menjadi ajang yang menantang untuk para pemain FMCG," tegasnya.
Menariknya, jika mengacu dari data survei Kantar Worldpanel Indonesia, ada perubahan perilaku konsumen di pasar FMCG Indonesia, terutama saat mereka berbelanja. Perubahan perilaku ini didorong situasi ekonomi yang melambat dan ketidakstabilan harga BBM.
Fanny memaparkan, konsumen rumah tangga di Indonesia cenderung berbelanja lebih banyak dengan jumlah perjalanan belanja yang lebih sedikit. Bahkan, mereka melakukan pembelanjaan lebih dari sekali dalam sehari, meskipun terlihat penurunan frekuensi berbelanja jika dibanding tahun lalu.
Pada 2013, konsumen rumah tangga Indonesia dalam satu tahun berbelanja sebanyak 391 kali, sedangkan pada 2014 hanya berbelanja sebanyak 379 kali. Kantar Worldpanel Indonesia juga memaparkan tren-tren menarik yang terjadi sepanjang 2014 dan diprediksi akan terus berlanjut pada tahun ini.
Pertama, banyak produk konvenien siap saji, siap disantap serta mudah dikonsumsi dan digunakan, menjadi pilihan utama konsumen rumah tangga di Indonesia. Misalnya, pembelian makanan beku meningkat 27% dibanding tahun sebelumnya dan berhasil menggaet 2 juta pembeli baru dalam setahun.
Tren berikutnya terkait dengan meningkatnya volume pembelanjaan untuk masing-masing kategori FMCG (upsizing). Misalnya, upsizing pada saus sambal berukuran di atas 250 ml, penetrasinya naik dari 17% menjadi 21% dari total rumah tangga di Indonesia. Kondisi ini menciptakan tingginya kompetisi pasar FMCG.
Karena itu, kata Fanny, wajar jika banyak produk inovatif yang ditawarkan para pemain FMCG. Kebanyakan inovasi tersebut fokus pada segi fungsi, rasa, pengemasan, dan ukuran. Di 2014, tercatat lebih dari 600 merek baru yang di tawarkan yang didominasi sektor makanan dan minuman.
Selain itu, dengan berkurangnya frekuensi berbelanja tiap rumah tangga, pemain FMCG mulai lebih cermat dalam hal distribusi, ketersediaan barang, dan mempertahankan penempatan yang mudah diliat konsumen pada rak-rak retailer.
Berbagai perubahan pola tersebut menjadi pendukung semakin berkembangnya pasar modern dengan format kecil seperti supermarket, minimarket, dan convenience store. Ini terlihat dari banyaknya toko dan gerai yang dibuka di Jawa dan luar Jawa.
(izz)