Kepastian Hukum Penyakit Kronis Industri Migas

Kamis, 21 Mei 2015 - 12:41 WIB
Kepastian Hukum Penyakit Kronis Industri Migas
Kepastian Hukum Penyakit Kronis Industri Migas
A A A
JAKARTA - Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika mengungkapkan, kepastian hukum hingga saat ini masih menjadi penyakit kronis dan permasalahan terbesar dalam industri migas di Indonesia.

Dia mengatakan, kepastian hukum merupakan aspek penting yang selalu menjadi pertimbangan investor. Tidak adanya kepastian hukum, membuat investor berpikir dua kali untuk menanamkan investasi di Tanah Air.

"Mengenai kepastian hukum, ini sangat enting. Karena makin besar investornya, makin besar kepastian hukum. Kalau uang yang dikeluarkannya besar pastii concern dengan kepastian hukum," katanya dalam acara The 39th IPA Convention and Exhibition, Jakarta, Kamis (21/5/2015).

Kardaya mencontohkan, rumor tentang revisi UU Migas yang telah muncul ‎sejak enam tahun lalu mampu memengaruhi investasi yang langsung menurun drastis. "Karena (investasi) yang akan masuk nunggu dulu, yang sudah masuk di dalam agak direm. Jadi kalau rencana revisi, lakukan jangan terlalu banyak omong. Yang sekarang kita hadapi kan bicara ini itu," imbuh dia.

Lebih lanjut dia menjelaskan, kepastian hukum kedua yang memengaruhi investasi di sektor migas adalah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membubarkan BP Migas dan menggantinya dengan SKK Migas. Dalam keputusan tersebut, SKK Migas adalah institusi yang bersifat temporer.

"Kita berpikiran, kalau bersifat sementara pantas-pantasnya enam bulan lah, tapi ni lama sekali. Tidak ada rencana untuk dipermanenkan. Ini salah satu kepastian hukum, karena investor tidak suka berhadapan dengan institusi temporer," katanya.

‎"Badan seperti BP Migas dan SKK Migas, itu bekerjanya satu, pegangannya kontrak. Yang saya sayangkan (SKK Migas) enggak punya kontrak dengan KKKS. Yang punya kontrak itu BP Migas yang sudah almarhum," imbuh dia.

Ketidakpastian lainnya, kasus proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) di selat Makassar antara pemerintah dan Chevron yang hingga kini belum ada kejelasan. Kondisi ini membuat investor lainnya takut dan berpikir jika proyeknya akan mengalami hal yang sama.

‎"Terakhir itu, mengenai insentif yang sering diberikan, tapi misalnya sakitnya sakit kepala, yang dikasih obatnya unutk sakit panu. Obatnya tidak pas. Inilah yang banyak terjadi. Yang diharapkan investor bukan itu, tapi dikasihnya itu," tandas Kardaya.

(Baca: DPR: Pemerintah Terlalu Bereksperimen soal Migas)
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6421 seconds (0.1#10.140)