Pengamat: Beras Plastik Kejahatan Luar Biasa
A
A
A
JAKARTA - Pengamat ekonomi pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Bustanul Arifin mengatakan, persoalan beras plastik yang meresahkan masyarakat termasuk kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
Pasalnya, implikasinya beras plastik akan sangat besar. Pasalnya, menurut dia, Indonesia saat ini sedang mendorong diversifikasi pangan yang salah satunya adalah dengan beras dari singkong dan beberapa bahan pokok lain.
"ITB buat dari jagung kemudian ada beras analog. Jember membuat dari singkong. Nah di sini, kami merasa khawatir persepsi masyarakat, konsumsi masyarakat yang beralih ke konsumsi lokal, itu akan terganggu," ujar Bustanul di Jakarta, Jumat (22/5/2015).
Dengan beredarnya beras plastik, dia menambahkan, masyarakat jadi enggan mengonsumsi beras singkong dan analog. Hal itu akan menyebabkan terhambatnya upaya diversifikasi pangan lantaran pemerintah gagal menjaga keamanan pangan.
"Kita sembrono, tidak pernah melakukan quality control. Tidak ada mekanisnme ketat untuk pengawasan dan standarisasi prosedur produk pertanian bisa masuk ke pasar, dan otomatis kita tertampar betul," ujar dia.
Bukan hanya beras, dia menambahkan, ikan asin dan beberapa bahan pangan di Indonesia juga sudah terkontaminasi plastik. Kejadian ini, kata dia, menunjukkan bahwa pemerintah seolah tidak berdaya melakukan pengawasan, termasuk Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
"Nah, bagaiman BPOM? Mereka mengawasi secara register product, jadi yang terdaftar resmi mereka bisa. Tapi kalau UKM, petani kecil itu tidak dalam jangkauan BPOM, berarti kecolongan kita sangat luar biasa," tandasnya.
Pasalnya, implikasinya beras plastik akan sangat besar. Pasalnya, menurut dia, Indonesia saat ini sedang mendorong diversifikasi pangan yang salah satunya adalah dengan beras dari singkong dan beberapa bahan pokok lain.
"ITB buat dari jagung kemudian ada beras analog. Jember membuat dari singkong. Nah di sini, kami merasa khawatir persepsi masyarakat, konsumsi masyarakat yang beralih ke konsumsi lokal, itu akan terganggu," ujar Bustanul di Jakarta, Jumat (22/5/2015).
Dengan beredarnya beras plastik, dia menambahkan, masyarakat jadi enggan mengonsumsi beras singkong dan analog. Hal itu akan menyebabkan terhambatnya upaya diversifikasi pangan lantaran pemerintah gagal menjaga keamanan pangan.
"Kita sembrono, tidak pernah melakukan quality control. Tidak ada mekanisnme ketat untuk pengawasan dan standarisasi prosedur produk pertanian bisa masuk ke pasar, dan otomatis kita tertampar betul," ujar dia.
Bukan hanya beras, dia menambahkan, ikan asin dan beberapa bahan pangan di Indonesia juga sudah terkontaminasi plastik. Kejadian ini, kata dia, menunjukkan bahwa pemerintah seolah tidak berdaya melakukan pengawasan, termasuk Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
"Nah, bagaiman BPOM? Mereka mengawasi secara register product, jadi yang terdaftar resmi mereka bisa. Tapi kalau UKM, petani kecil itu tidak dalam jangkauan BPOM, berarti kecolongan kita sangat luar biasa," tandasnya.
(rna)