NCD, Alternatif Sumber Likuiditas Perbankan
A
A
A
Industri perbankan terbilang cukup penting dalam sistem ekonomi di suatu negara. Hal itu karena fungsi bank sebagai lembaga yang menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada pihak yang kekurangan likuiditas dengan mendapat dana dari pihak yang kelebihan likuiditas.
Selanjutnya kegiatan tersebut akhirnya mendorong jalannya roda perekonomian di suatu negara. Namun, saat ini perekonomian nasional tampak sedang lesu yang terlihat dari rilis pertumbuhan ekonomi tahunan per kuartal I 2015 sebesar 4,71%. Dengan kondisi tersebut, ekspektasi terhadap penurunan suku bunga acuan pun kembali muncul agar dapat membantu pemulihan ekonomi dari perlambatan pertumbuhan.
Jika hal tersebut terjadi, secara tidak langsung dapat memengaruhi sumber pendanaan perbankan yang berasal dari dana pihak ketiga (DPK), di antaranya seperti deposito. Dari berbagai alternatif sumber pendanaan yang dimiliki oleh bank, dikenal suatu instrumen yang disebut negotiable certificate of deposit atau biasa disingkat NCD.
Instrumen NCD bukanlah produk baru, namun dapat menjadi alternatif bagi bank untuk mendapatkan sumber pendanaan di luar DPK. Berdasarkan jangka waktu, produk NCD diterbitkan dalam waktu mayoritas kurang dari setahun yakni 3, 6, 9, dan 12 bulan serta beberapa diterbitkan dengan jangka waktu 15 dan 18 bulan.
Dari pengamatan penulis, produk ini banyak diminati investor institusi dengan minimal pembelian adalah Rp1 miliar serta jarang diperdagangkan di pasar sekunder. Bank memperoleh beberapa keuntungan dengan menerbitkan NCD. Pertama , berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), penerbitan NCD hanya dibebankan biaya pendaftaran dan biaya tahunan masing-masing sebesar Rp15 juta dan Rp10 juta per tahun, di luar pajak pertambahan nilai (PPN) dan kewajiban pajak lainnya.
Kedua, prosedur administrasi terbilang lebih ringkas. Ketika mendaftarkan ke KSEI, NCD membutuhkan kelengkapan dokumen yang lebih sedikit bila dibandingkan instrumen obligasi. Jadi, proses distribusi ke calon investor diperkirakan lebih cepat. Selain itu, juga tidak ada kewajiban pelaksanaan paparanpublik (public expose) serta rapat umum bagi calon pemegang NCD.
Ketiga , ada rencana BI untuk mengganti rasio LDR bank menjadi loan to funding ratio (LFR) agar bank lebih leluasa dalam menghimpun dana. Dari struktur sumber pendanaan bank, NCD juga akan dikelompokkan ke dalam komponen surat utang bersama medium term notes (MTN) dan obligasi nonsubordinasi dalam komponen DPK sehingga memberi bobot pada rasio loan to deposit ratio (LDR).
Namun, dengan syarat bahwa surat utang tersebut harus memiliki kategori investment grade (minimal BBB) dari lembaga pemeringkat yang diakui. Dengan demikian, menurut penulis, NCD berperan cukup penting ke depan sebagai salah satu sumber pendanaan bagi bank di samping DPK dan surat utang lainnya sehingga pada akhirnya bank memiliki ruang likuiditas yang besar untuk menggenjot kinerja melalui penyaluran kredit.
Dari data KSEI per 22 Mei 2015 tercatat ada 36 produk NCD yang dikeluarkan oleh delapan bank yang mana diterbitkan dalam beberapa seri di setiap tahapannya dengan tingkat bunga dan nominal yang berbeda-beda. Dari data tersebut, nominal NCD cukup bervariasi dari penerbitan dengan nominal terendah Rp10 miliar hingga tertinggi Rp1,02 triliun.
Dari 36 produk NCD tersebut, tingkat bunga diskonto yang diberikan terbilang kompetitif dan bervariasi pada rentang 7% hingga 11% per tahun. NCD diperuntukkan bagi investor institusi dengan minimal penempatan Rp1 miliar. Beberapa keuntungan yang diperoleh investor dari produk NCD adalah sistem bunga diskonto dengan jangka waktu penerbitan umumnya jangka pendek sehingga menghilangkan risiko volatilitas suku bunga.
Tak hanya itu, produk NCD juga dapat menambah diversifikasi portofolio investasi di pasar keuangan, terutama di surat utang. Namun, satu hal yang perlu diperhatikan investor yakni produk NCD tidak diperingkat sehingga investor harus benarbenar cermat dalam memilih bank yang menerbitkan NCD, terlebih dari aspek fundamental keuangan seperti rasio permodalan, likuiditas, profitabilitas, dan risiko kredit di samping juga mengamati berbagai aspek kualitatif lain yang dapat memengaruhi prospek kinerja keuangan suatu bank. Selamat berinvestasi!
ANAS MALIK DAN PRASKA PUTRANTYO
Analis PT Infovesta Utama
Selanjutnya kegiatan tersebut akhirnya mendorong jalannya roda perekonomian di suatu negara. Namun, saat ini perekonomian nasional tampak sedang lesu yang terlihat dari rilis pertumbuhan ekonomi tahunan per kuartal I 2015 sebesar 4,71%. Dengan kondisi tersebut, ekspektasi terhadap penurunan suku bunga acuan pun kembali muncul agar dapat membantu pemulihan ekonomi dari perlambatan pertumbuhan.
Jika hal tersebut terjadi, secara tidak langsung dapat memengaruhi sumber pendanaan perbankan yang berasal dari dana pihak ketiga (DPK), di antaranya seperti deposito. Dari berbagai alternatif sumber pendanaan yang dimiliki oleh bank, dikenal suatu instrumen yang disebut negotiable certificate of deposit atau biasa disingkat NCD.
Instrumen NCD bukanlah produk baru, namun dapat menjadi alternatif bagi bank untuk mendapatkan sumber pendanaan di luar DPK. Berdasarkan jangka waktu, produk NCD diterbitkan dalam waktu mayoritas kurang dari setahun yakni 3, 6, 9, dan 12 bulan serta beberapa diterbitkan dengan jangka waktu 15 dan 18 bulan.
Dari pengamatan penulis, produk ini banyak diminati investor institusi dengan minimal pembelian adalah Rp1 miliar serta jarang diperdagangkan di pasar sekunder. Bank memperoleh beberapa keuntungan dengan menerbitkan NCD. Pertama , berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), penerbitan NCD hanya dibebankan biaya pendaftaran dan biaya tahunan masing-masing sebesar Rp15 juta dan Rp10 juta per tahun, di luar pajak pertambahan nilai (PPN) dan kewajiban pajak lainnya.
Kedua, prosedur administrasi terbilang lebih ringkas. Ketika mendaftarkan ke KSEI, NCD membutuhkan kelengkapan dokumen yang lebih sedikit bila dibandingkan instrumen obligasi. Jadi, proses distribusi ke calon investor diperkirakan lebih cepat. Selain itu, juga tidak ada kewajiban pelaksanaan paparanpublik (public expose) serta rapat umum bagi calon pemegang NCD.
Ketiga , ada rencana BI untuk mengganti rasio LDR bank menjadi loan to funding ratio (LFR) agar bank lebih leluasa dalam menghimpun dana. Dari struktur sumber pendanaan bank, NCD juga akan dikelompokkan ke dalam komponen surat utang bersama medium term notes (MTN) dan obligasi nonsubordinasi dalam komponen DPK sehingga memberi bobot pada rasio loan to deposit ratio (LDR).
Namun, dengan syarat bahwa surat utang tersebut harus memiliki kategori investment grade (minimal BBB) dari lembaga pemeringkat yang diakui. Dengan demikian, menurut penulis, NCD berperan cukup penting ke depan sebagai salah satu sumber pendanaan bagi bank di samping DPK dan surat utang lainnya sehingga pada akhirnya bank memiliki ruang likuiditas yang besar untuk menggenjot kinerja melalui penyaluran kredit.
Dari data KSEI per 22 Mei 2015 tercatat ada 36 produk NCD yang dikeluarkan oleh delapan bank yang mana diterbitkan dalam beberapa seri di setiap tahapannya dengan tingkat bunga dan nominal yang berbeda-beda. Dari data tersebut, nominal NCD cukup bervariasi dari penerbitan dengan nominal terendah Rp10 miliar hingga tertinggi Rp1,02 triliun.
Dari 36 produk NCD tersebut, tingkat bunga diskonto yang diberikan terbilang kompetitif dan bervariasi pada rentang 7% hingga 11% per tahun. NCD diperuntukkan bagi investor institusi dengan minimal penempatan Rp1 miliar. Beberapa keuntungan yang diperoleh investor dari produk NCD adalah sistem bunga diskonto dengan jangka waktu penerbitan umumnya jangka pendek sehingga menghilangkan risiko volatilitas suku bunga.
Tak hanya itu, produk NCD juga dapat menambah diversifikasi portofolio investasi di pasar keuangan, terutama di surat utang. Namun, satu hal yang perlu diperhatikan investor yakni produk NCD tidak diperingkat sehingga investor harus benarbenar cermat dalam memilih bank yang menerbitkan NCD, terlebih dari aspek fundamental keuangan seperti rasio permodalan, likuiditas, profitabilitas, dan risiko kredit di samping juga mengamati berbagai aspek kualitatif lain yang dapat memengaruhi prospek kinerja keuangan suatu bank. Selamat berinvestasi!
ANAS MALIK DAN PRASKA PUTRANTYO
Analis PT Infovesta Utama
(bbg)