YLKI: Bulog Tak Perlu Dibubarkan
A
A
A
JAKARTA - Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Daryatmo mengatakan, Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) tidak perlu dibubarkan karena perannya sebagai penyangga stabilitas harga.
"Saya pikir tidak (harus dibubarkan Bulog). Kami dari YLKI merasa Bulog diperlukan sekali sebagai badan penyangga stabilitas harga," kata Daryatmo kepada Sindonews di Jakarta, Sabtu (30/5/2015).
Kendati demikian, menurut dia, Bulog sendiri memiliki masalah internal yang harus dibenahi, khususnya masalah pendanaan yang terbatas, sehingga tidak bisa menyerap hasil dari petani.
"Selama ini problem-nya itu (dana), sehingga mereka tidak bisa banyak menyerap dari petani. Sebetulnya fungsi badan penyangga itu adalah ketika musim panen, suplai melimpah, supaya harga jual petani tidak turun, Bulog harus bisa menyerapnya untuk sementara," ujarnya.
Namun sebaliknya, dia menambahkan, ketika kebutuhan meningkat dan cadangan di pasar menipis, Bulog bisa melepaskan berasnya ke pasar, sehingga tidak ada gejolak harga dan kelangkaan beras.
"Jadi menurut saya, Bulog masih sangat berperan penting," ujarnya.
Sementara yang mengaitkan ketidakmampuan Bulog dalam melakukan pengawasan pangan lantaran beredarnya beras plastik yang meresahkan masyarakat, dia mengatakan, tidak bijak menyalahkan Bulog karena beras yang ada di pasaran tidak semuanya berasal dari Bulog.
"Itu kan beras di pasar tidak semuanya dari Bulog, yang penting Bulog bisa menjamin beras yang didistribusikan itu memenuhi standar dan tidak mengandung bahan yang berbahaya atau plastik," imbuh dia.
Sekadar informasi, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso sebelumnya mengatakan bahwa Perum Bulog sudah tidak mampu menjalankan fungsinya dengan baik dan saatnya dibubarkan karena tidak mampu menstabilkan harga pangan.
Menurut dia, sejak status Bulog diubah menjadi perusahaan umum (perum), fungsinya sebagai penyangga pangan nasional menjadi terabaikan. Bulog justru lebih fokus untuk mencari keuntungan.
"Saya pikir tidak (harus dibubarkan Bulog). Kami dari YLKI merasa Bulog diperlukan sekali sebagai badan penyangga stabilitas harga," kata Daryatmo kepada Sindonews di Jakarta, Sabtu (30/5/2015).
Kendati demikian, menurut dia, Bulog sendiri memiliki masalah internal yang harus dibenahi, khususnya masalah pendanaan yang terbatas, sehingga tidak bisa menyerap hasil dari petani.
"Selama ini problem-nya itu (dana), sehingga mereka tidak bisa banyak menyerap dari petani. Sebetulnya fungsi badan penyangga itu adalah ketika musim panen, suplai melimpah, supaya harga jual petani tidak turun, Bulog harus bisa menyerapnya untuk sementara," ujarnya.
Namun sebaliknya, dia menambahkan, ketika kebutuhan meningkat dan cadangan di pasar menipis, Bulog bisa melepaskan berasnya ke pasar, sehingga tidak ada gejolak harga dan kelangkaan beras.
"Jadi menurut saya, Bulog masih sangat berperan penting," ujarnya.
Sementara yang mengaitkan ketidakmampuan Bulog dalam melakukan pengawasan pangan lantaran beredarnya beras plastik yang meresahkan masyarakat, dia mengatakan, tidak bijak menyalahkan Bulog karena beras yang ada di pasaran tidak semuanya berasal dari Bulog.
"Itu kan beras di pasar tidak semuanya dari Bulog, yang penting Bulog bisa menjamin beras yang didistribusikan itu memenuhi standar dan tidak mengandung bahan yang berbahaya atau plastik," imbuh dia.
Sekadar informasi, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso sebelumnya mengatakan bahwa Perum Bulog sudah tidak mampu menjalankan fungsinya dengan baik dan saatnya dibubarkan karena tidak mampu menstabilkan harga pangan.
Menurut dia, sejak status Bulog diubah menjadi perusahaan umum (perum), fungsinya sebagai penyangga pangan nasional menjadi terabaikan. Bulog justru lebih fokus untuk mencari keuntungan.
(rna)