Ekspor Impor Dipermudah
A
A
A
JAKARTA - Indonesia menjadi negara ke-75 yang memberlakukan ATA Carnet. Fasilitas perdagangan ini diyakini akan mendongkrak bisnis, terutama di industri konvensi, insentif dan pameran (MICE).
ATA Carnet merupakan salah satu fasilitasi perdagangan berupa instrumen kepabeanan untuk melakukan ekspor/impor sementara. Dalam hal ini pemerintah telah menunjuk Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sebagai lembaga yang berwenang untuk menerbitkan perizinan ATA Carnet.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal dan Publik, Hariyadi B. Sukamdani mengatakan, ATA Carnet merupakan fasilitas ekspor/ impor sementara yang memungkinkan pergerakan barang lintas batas tanpa pengenaan bea masuk dan pajak. Fasilitas ini menggunakan satu dokumen pemasukan (Ata Carnet) yang berlaku internasional sebagai pengganti dokumen pabean nasional dan dijamin oleh rantai jaminan internasional.
”Dalam hal ini kita hanya menarik fee untuk pengusaha atau perusahaan yang akan melakukan kegiatan ekspor atau impor, sementara seperti untuk keperluan pameran,” ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta kemarin.
ATA Carnet, lanjutnya, dapat digunakan untuk barangbarang pameran, alat-alat profesional, barang contoh (sampel) komersial, barang/alat operasi pabrik, barang/alat pendidikan- ilmu pengetahuanbudaya, alat olahraga, hingga barang/alat untuk tujuan kemanusiaan (penyelamatan bencana alam), termasuk juga wisata bahari.
Menurutnya, sebelum pemberlakuan ATA Carnet, ekspor/ impor sementara membutuhkan proses kepabeanan yang panjang dan biayanya cukup besar. Akibat proses yang lama, acap kali barang belum bisa dikeluarkan padahal event -nya sudah berlangsung. Kendala ini dialami oleh kru film Eat Pray Love yang dibintangi Julia Robert saat syuting di Ubud, Bali.
Ketua Indonesia International Chamber of Commerce (ICC) Noke Kiroyan mengatakan, selama bertahun-tahun sistem ATA Carnet telah menyebar dari hanya beberapa negara Eropa Barat yaitu di negara-negara industri, lalu semakin banyak digunakan di negara-negara berkembang. Lebih dari 178.000 ATA Carnet diterbitkan setiap tahunnya, mencakup barang senilai lebih dari USD30 miliar per tahun.
ATA Carnet lebih dikenal sebagai paspor barang. Indonesia menjadi negara ke- 75 yang memberlakukan ATA Carnet, menyusul tiga negara ASEAN lainnya yaitu Singapura, Malaysia, dan Thailand yang telah lebih dulu mengadopsi sistem ini. ”ATA Carnet merupakan terobosan yang diciptakan ICC dalam upaya mendorong perdagangan lintas batas. Sistem ini dikelola oleh World ATA Carnet Council,” sebutnya.
Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto menambahkan, dengan meratifikasi ATA Carnet, dengan sendirinya Indonesia akan dinilai oleh banyak lembaga internasional yang berkaitan dengan perdagangan dan logistik.
Dalam hal ini Kadin yang akan menentukan kualitas pelayanan. Ia pun berharap kepercayaan yang diberikan pemerintah dan lembaga internasional terhadap Kadin tidak disalahgunakan untuk kepentingan lain yang dapat merugikan dunia usaha. Di sisi lain ia mengharapkan, para pelaku usaha nasional dapat memanfaatkan fasilitas itu dengan sebaik-baiknya.
”Bagi pengusaha, ATA Carnet akan mempermudah dalam administrasi karena mengurangi banyaknya dokumen tertulis, mengurangi konflik hukum, mengurangi waktu dan biaya perizinan kepabeanan serta mengurangi risiko,” tandasnya.
Inda susanti
ATA Carnet merupakan salah satu fasilitasi perdagangan berupa instrumen kepabeanan untuk melakukan ekspor/impor sementara. Dalam hal ini pemerintah telah menunjuk Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sebagai lembaga yang berwenang untuk menerbitkan perizinan ATA Carnet.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal dan Publik, Hariyadi B. Sukamdani mengatakan, ATA Carnet merupakan fasilitas ekspor/ impor sementara yang memungkinkan pergerakan barang lintas batas tanpa pengenaan bea masuk dan pajak. Fasilitas ini menggunakan satu dokumen pemasukan (Ata Carnet) yang berlaku internasional sebagai pengganti dokumen pabean nasional dan dijamin oleh rantai jaminan internasional.
”Dalam hal ini kita hanya menarik fee untuk pengusaha atau perusahaan yang akan melakukan kegiatan ekspor atau impor, sementara seperti untuk keperluan pameran,” ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta kemarin.
ATA Carnet, lanjutnya, dapat digunakan untuk barangbarang pameran, alat-alat profesional, barang contoh (sampel) komersial, barang/alat operasi pabrik, barang/alat pendidikan- ilmu pengetahuanbudaya, alat olahraga, hingga barang/alat untuk tujuan kemanusiaan (penyelamatan bencana alam), termasuk juga wisata bahari.
Menurutnya, sebelum pemberlakuan ATA Carnet, ekspor/ impor sementara membutuhkan proses kepabeanan yang panjang dan biayanya cukup besar. Akibat proses yang lama, acap kali barang belum bisa dikeluarkan padahal event -nya sudah berlangsung. Kendala ini dialami oleh kru film Eat Pray Love yang dibintangi Julia Robert saat syuting di Ubud, Bali.
Ketua Indonesia International Chamber of Commerce (ICC) Noke Kiroyan mengatakan, selama bertahun-tahun sistem ATA Carnet telah menyebar dari hanya beberapa negara Eropa Barat yaitu di negara-negara industri, lalu semakin banyak digunakan di negara-negara berkembang. Lebih dari 178.000 ATA Carnet diterbitkan setiap tahunnya, mencakup barang senilai lebih dari USD30 miliar per tahun.
ATA Carnet lebih dikenal sebagai paspor barang. Indonesia menjadi negara ke- 75 yang memberlakukan ATA Carnet, menyusul tiga negara ASEAN lainnya yaitu Singapura, Malaysia, dan Thailand yang telah lebih dulu mengadopsi sistem ini. ”ATA Carnet merupakan terobosan yang diciptakan ICC dalam upaya mendorong perdagangan lintas batas. Sistem ini dikelola oleh World ATA Carnet Council,” sebutnya.
Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto menambahkan, dengan meratifikasi ATA Carnet, dengan sendirinya Indonesia akan dinilai oleh banyak lembaga internasional yang berkaitan dengan perdagangan dan logistik.
Dalam hal ini Kadin yang akan menentukan kualitas pelayanan. Ia pun berharap kepercayaan yang diberikan pemerintah dan lembaga internasional terhadap Kadin tidak disalahgunakan untuk kepentingan lain yang dapat merugikan dunia usaha. Di sisi lain ia mengharapkan, para pelaku usaha nasional dapat memanfaatkan fasilitas itu dengan sebaik-baiknya.
”Bagi pengusaha, ATA Carnet akan mempermudah dalam administrasi karena mengurangi banyaknya dokumen tertulis, mengurangi konflik hukum, mengurangi waktu dan biaya perizinan kepabeanan serta mengurangi risiko,” tandasnya.
Inda susanti
(ftr)