Menperin: Pewarna Alami Penguat Brand Tenun Indonesia
A
A
A
LOMBOK - Kompetisi produk tradisional Indonesia memasuki pasar global tidak mudah. Namun, pewarna alami menjadi brand tenun Indonesia di pasar internasional.
"Kalau kita belajar dari merek-merek global yang telah sukses dipasarkan, salah satu strategi pemasarannya ialah mengedepankan nilai atau value. Jadi, tidak sekadar material produk tersebut," ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin saat mengunjungi sentra tenun Lombok di Sukarara, Jonggat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat (5/6/2015).
Untuk tenun khas Lombok, nilai yang dapat diunggulkan memperkuat brand adalah proses produksi yang menggunakan pewarna alami. Hal ini sesuai dengan tren peduli lingkungan yang menguat.
"Unsur eksklusivitas juga didapatkan. Apalagi tenun ikat dan songket Lombok diproduksi minim sentuhan mesin bahkan manual. Artinya ada unsur craftsmanship," paparnya.
Keunggulan itu mesti terus dipromosikan secara luas. Selain mengikuti pameran di level nasional dan internasional, perajin dapat menggunakan laman atau website untuk menjangkau dan berinteraksi langsung dengan peminat kain tenun Lombok di seluruh dunia.
Menurut Amin, salah satu pelaku tenun Sukarara, jumlah para penenun tenun ikat dan songket di Sukarara mencapai 2.516 orang.
Para penenun menggunakan bahan pewarna alami, antara lain dari akar bakau, daun jati, dan tanaman hutan. "Kami juga menggunakan serat seperti dari batang pisang dan juga nanas," ujarnya.
Pasar Ekspor
Saat mengunjungi sentra anyaman ketak di Nyurbaye, Lingsar, Lombok Barat, Menteri Perindustrian mengapresiasi para perajin yang mampu menembus pasar ekspor.
Anyaman ini berbahan baku tanaman lokal yang kemudian diolah menjadi aneka produk seperti tas, tatakan gelas, asesoris peralatan rumah tangga, tempat tisu, hingga pelengkap interior ruang.
"Produk kami sudah diekspor ke Jepang, Korsel, AS, Italia dan Belanda. Selain ke pembeli dari domestik," ujar Suhartono, pemilik Mawar Artshop sembari mengatakan pernak-pernik dari anyaman ketak juga mengisi interior lobi dan kamar hotel di Bali dan Jakarta.
Kepada para perajin ketak, Kemenperin telah menyalurkan bantuan berupa peralatan dan pendampingan desain. "Kami lakukan bertahap. Untuk peralatan seperti mesin, oven, hingga pisau produksi," kata Direktur Industri Kecil dan Menengah Wilayah III, Endang Suwartini.
Ke depan, pihaknya bakal mendorong perajin anyaman ketak mampu mengekspor langsung ke negara tujuan. Sejauh ini, ekspor masih dilakukan secara tidak langsung alias melalui pihak ketiga.
Untuk itu, Kemenperin bersama Pemda NTB memastikan konsisten mendampingi pengembangan kerajinan ini. Tujuan akhirnya, agar manfaat dari penjualan ke mancanegara dapat dinikmati oleh perajin dengan maksimal dan memperkuat citra Lombok sebagai produsen kerajinan berkualitas global.
"Kalau kita belajar dari merek-merek global yang telah sukses dipasarkan, salah satu strategi pemasarannya ialah mengedepankan nilai atau value. Jadi, tidak sekadar material produk tersebut," ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin saat mengunjungi sentra tenun Lombok di Sukarara, Jonggat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat (5/6/2015).
Untuk tenun khas Lombok, nilai yang dapat diunggulkan memperkuat brand adalah proses produksi yang menggunakan pewarna alami. Hal ini sesuai dengan tren peduli lingkungan yang menguat.
"Unsur eksklusivitas juga didapatkan. Apalagi tenun ikat dan songket Lombok diproduksi minim sentuhan mesin bahkan manual. Artinya ada unsur craftsmanship," paparnya.
Keunggulan itu mesti terus dipromosikan secara luas. Selain mengikuti pameran di level nasional dan internasional, perajin dapat menggunakan laman atau website untuk menjangkau dan berinteraksi langsung dengan peminat kain tenun Lombok di seluruh dunia.
Menurut Amin, salah satu pelaku tenun Sukarara, jumlah para penenun tenun ikat dan songket di Sukarara mencapai 2.516 orang.
Para penenun menggunakan bahan pewarna alami, antara lain dari akar bakau, daun jati, dan tanaman hutan. "Kami juga menggunakan serat seperti dari batang pisang dan juga nanas," ujarnya.
Pasar Ekspor
Saat mengunjungi sentra anyaman ketak di Nyurbaye, Lingsar, Lombok Barat, Menteri Perindustrian mengapresiasi para perajin yang mampu menembus pasar ekspor.
Anyaman ini berbahan baku tanaman lokal yang kemudian diolah menjadi aneka produk seperti tas, tatakan gelas, asesoris peralatan rumah tangga, tempat tisu, hingga pelengkap interior ruang.
"Produk kami sudah diekspor ke Jepang, Korsel, AS, Italia dan Belanda. Selain ke pembeli dari domestik," ujar Suhartono, pemilik Mawar Artshop sembari mengatakan pernak-pernik dari anyaman ketak juga mengisi interior lobi dan kamar hotel di Bali dan Jakarta.
Kepada para perajin ketak, Kemenperin telah menyalurkan bantuan berupa peralatan dan pendampingan desain. "Kami lakukan bertahap. Untuk peralatan seperti mesin, oven, hingga pisau produksi," kata Direktur Industri Kecil dan Menengah Wilayah III, Endang Suwartini.
Ke depan, pihaknya bakal mendorong perajin anyaman ketak mampu mengekspor langsung ke negara tujuan. Sejauh ini, ekspor masih dilakukan secara tidak langsung alias melalui pihak ketiga.
Untuk itu, Kemenperin bersama Pemda NTB memastikan konsisten mendampingi pengembangan kerajinan ini. Tujuan akhirnya, agar manfaat dari penjualan ke mancanegara dapat dinikmati oleh perajin dengan maksimal dan memperkuat citra Lombok sebagai produsen kerajinan berkualitas global.
(dmd)