Hedging Diperlukan Cegah Tragedi 1998 Terulang
A
A
A
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menyatakan, pihaknya mendukung hedging (lindung nilai) untuk mencegah tragedi krisis moneter 1998 terulang. Ini sejalan dengan kewajiban BI untuk fokus menjaga stabilitas makro ekonomi Indonesia.
"Kami salah satu lembaga yang membangun UU BI yang independen. Pada 2013 ketika Rusia, Turki tertekan kita masih ada Rp44 triliun dan 2014 Rp166 triliun. Uang itu tidak bisa masuk kalau tidak ada kepercayaan. Sekarang cadev kita USD110 miliar, Malaysia tinggal USD102 miliar. Kami dorong transaksi hedging agar korporasi yang pada 1997-1998 menciptakan musibah bagi Indonesia jangan terulang," jelas Agus di Komisi XI DPR RI Jakarta, Senin (8/6/2015)
BI juga mendorong penggunaan rupiah di dalam negeri. Karena menurut Agus, selama ini, pemerintah dan masyarakat seolah tidak sadar jika ini penting dan transaksi dolar di dalam negeri terbilang tinggi.
"Kami perlu dukungan semuanya untuk berkomitmen, kalau kita sudah reform BBM dan membangun infrastruktur. Maka perlu direform agar penggunaan rupiah semakin berdaulat. Kalau rupiah melemah, dan kami lakukan intervensi maka langsung akan membuat surplus," katanya.
Pada 2009-2013, lanjut Agus, saat USD melemah dan rupiah menguat dampak bagi neraca BI defisit sampai pihak BI ingin melakukan permintaan ke Kemenkeu untuk melakukan tambah modal.
Saat ini, semua harus dijaga dengan baik. Pemerintah, BI dan OJK banyak gesekan di sana-sini. Namun, pihaknya tetap menjaga keharmonisan guna mewujudkan stabilitas ekonomi.
"Antara pemerintah, OJK dan BI akan harmonis. Kalau di level bawah ada gesekan kami pahami betul. Tapi, di level pimpinan kami jaga dengan baik," tandas Agus.
"Kami salah satu lembaga yang membangun UU BI yang independen. Pada 2013 ketika Rusia, Turki tertekan kita masih ada Rp44 triliun dan 2014 Rp166 triliun. Uang itu tidak bisa masuk kalau tidak ada kepercayaan. Sekarang cadev kita USD110 miliar, Malaysia tinggal USD102 miliar. Kami dorong transaksi hedging agar korporasi yang pada 1997-1998 menciptakan musibah bagi Indonesia jangan terulang," jelas Agus di Komisi XI DPR RI Jakarta, Senin (8/6/2015)
BI juga mendorong penggunaan rupiah di dalam negeri. Karena menurut Agus, selama ini, pemerintah dan masyarakat seolah tidak sadar jika ini penting dan transaksi dolar di dalam negeri terbilang tinggi.
"Kami perlu dukungan semuanya untuk berkomitmen, kalau kita sudah reform BBM dan membangun infrastruktur. Maka perlu direform agar penggunaan rupiah semakin berdaulat. Kalau rupiah melemah, dan kami lakukan intervensi maka langsung akan membuat surplus," katanya.
Pada 2009-2013, lanjut Agus, saat USD melemah dan rupiah menguat dampak bagi neraca BI defisit sampai pihak BI ingin melakukan permintaan ke Kemenkeu untuk melakukan tambah modal.
Saat ini, semua harus dijaga dengan baik. Pemerintah, BI dan OJK banyak gesekan di sana-sini. Namun, pihaknya tetap menjaga keharmonisan guna mewujudkan stabilitas ekonomi.
"Antara pemerintah, OJK dan BI akan harmonis. Kalau di level bawah ada gesekan kami pahami betul. Tapi, di level pimpinan kami jaga dengan baik," tandas Agus.
(dmd)