Penyebab Pelemahan Rupiah Tak Mampu Dongkrak Ekspor
A
A
A
JAKARTA - Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengungkapkan, penyebab pelemahan rupiah tidak mampu mendongkrak ekspor Indonesia. Menurutnya, hal ini karena China (Tiongkok) sebagai mitra utama dagang Indonesia mengalami perlambatan ekonomi.
Di saat rupiah melemah, kata dia, hal ini akan membuat barang ekspor jadi lebih murah. Namun, jika negara yang meminta ekonominya sedang turun maka negara tersebut tidak akan meminta barang ke Indonesia.
"Sama analoginya seperti kita enggak punya pendapatan, barang dimurahin, jadi enggak beli barang. Dari mitra dagang kita saja seperti China biasanya tumbuh 9-10%, tapi sekarang tumbuhnya hanya 6-7%," ujarnya di Grand Hyatt Jakarta, Rabu (17/6/2015)
Dia mengatakan, walaupun harga barang murah namun jika di sana (negara tujuan ekspor) pertumbuhan ekonominya melambat, mereka tidak membeli barang.
"Jadi semua tergantung permintaannya. Kombinasinya itu dari dua. Mungkin ada suplai on stream di sini, tapi juga karena permintaannya di sana melemah," katanya.
Menurut Chatib, ada negara yang mata uangnya melemah. Namun, tetap bisa menggenjot ekspor karena memanfaatkan situasi depresiasi. Namun yang bisa hanya negara yang tujuan ekspor utamanya Amerika Seikat (AS)
"Saya rasa yang negara tujuan utamanya Amerika. Kita memang manufacturingnya ke sana, tapi bukan yang utama. Kita itu China, Jepang dan ASEAN. Nah, tiga kawasan itu slowdown. Jadi, kalau negara yang orientasi manufacturingnya ke AS, mereka somehow dapat benefit recovery yang terjadi di AS," imbuhnya.
Kalaupun ada cara untuk menggenjot ekspor Indonesia dalam situasi seperti sekarang, lanjut Chatib, yang paling utama adalah dengan permudah trade financing. Karena jika permintaan di negara tersebut melemah, eksportirnya tidak mau ambil risiko.
"Trade financing ini bisa dilakukan. Tapi tetap itu limited. Kalau enggak ada yang minta ya mau diapain? Jadi eksportir enggak bisa terlalu banyak diharapkan. Di mana-mana pasti akan kena," pungkasnya.
Di saat rupiah melemah, kata dia, hal ini akan membuat barang ekspor jadi lebih murah. Namun, jika negara yang meminta ekonominya sedang turun maka negara tersebut tidak akan meminta barang ke Indonesia.
"Sama analoginya seperti kita enggak punya pendapatan, barang dimurahin, jadi enggak beli barang. Dari mitra dagang kita saja seperti China biasanya tumbuh 9-10%, tapi sekarang tumbuhnya hanya 6-7%," ujarnya di Grand Hyatt Jakarta, Rabu (17/6/2015)
Dia mengatakan, walaupun harga barang murah namun jika di sana (negara tujuan ekspor) pertumbuhan ekonominya melambat, mereka tidak membeli barang.
"Jadi semua tergantung permintaannya. Kombinasinya itu dari dua. Mungkin ada suplai on stream di sini, tapi juga karena permintaannya di sana melemah," katanya.
Menurut Chatib, ada negara yang mata uangnya melemah. Namun, tetap bisa menggenjot ekspor karena memanfaatkan situasi depresiasi. Namun yang bisa hanya negara yang tujuan ekspor utamanya Amerika Seikat (AS)
"Saya rasa yang negara tujuan utamanya Amerika. Kita memang manufacturingnya ke sana, tapi bukan yang utama. Kita itu China, Jepang dan ASEAN. Nah, tiga kawasan itu slowdown. Jadi, kalau negara yang orientasi manufacturingnya ke AS, mereka somehow dapat benefit recovery yang terjadi di AS," imbuhnya.
Kalaupun ada cara untuk menggenjot ekspor Indonesia dalam situasi seperti sekarang, lanjut Chatib, yang paling utama adalah dengan permudah trade financing. Karena jika permintaan di negara tersebut melemah, eksportirnya tidak mau ambil risiko.
"Trade financing ini bisa dilakukan. Tapi tetap itu limited. Kalau enggak ada yang minta ya mau diapain? Jadi eksportir enggak bisa terlalu banyak diharapkan. Di mana-mana pasti akan kena," pungkasnya.
(dmd)