Pengusaha Dukung Presiden Bongkar Ketidakefisienan Pelindo II
A
A
A
JAKARTA - Kalangan dunia usaha mendukung langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap ketidakberesan di PT Pelindo II, yang mengakibatkan terjadinya kelambanan dan tidak efisiennya aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Presiden mencatat akibat pelayanan yang tidak efisien negara dirugikan hingga Rp780 triliun.
“Seharusnya, Presiden Jokowi marah-marahnya dari dulu, bukan sekarang. dwelling time bukan persoalan baru, sudah tiga menko perekonomian dan tiga menteri perdagangan yang diganti, tapi tidak pernah selesai karena eksekutornya pejabat-pejabat itu juga,” ujar Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Masita dalam keterangan tertulisnya kepada Sindonews, Kamis (18/6/2015).
Dia mengatakan, pengusaha tidak dapat berbuat banyak menghadapi rumitnya birokrasi di PT Pelindo II, yang berujung pada lamanya masa tunggu bongkar muat barang (dwelling time) di Pelabuhan Tanjung Priok.
“Akar permasalahan yang ada belum terselesaikan sehingga menjadi berlarut-larut. Pelindo II tidak beres mengurus pelabuhan karena hanya mengejar keuntungan. Padahal, pelabuhan adalah institusi yang melayani kebutuhan masyarakat. Presiden Jokowi harus mengusut kenapa persoalannya berlarut-larut. Dwelling time lama, kontainer kami terkena tarif progresif karena harus menginap. Ini sangat tidak adil,” katanya.
Menurut Zaldy, lamanya dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok karena mekanisme yang diterapkan PT Pelindo II sangat berbelit-belit. Di Pelabuhan Tanjung Priok terdapat dualisme pengelolaan, yaitu Indonesia Port Corporation (IPC) dan PT Pelindo II.
“Pejabatnya hanya itu-itu saja dari dulu. Persoalannya pun sama, dari dulu sampai sekarang. Saya pikir Presiden Jokowi perlu melakukan penyegaran di tubuh PT Pelindo II supaya ada perubahan signifikan,” bebernya
Dia menuturkan, pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar setiap minggu berkantor di Pelabuhan Tanjung Priok. Saat itu, PT Pelindo II memberikan masukan kepada Mahendra sehingga pemerintah akhirnya memutuskan memberlakukan kenaikan tarif secara progresif hingga 300% biaya penumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok.
“Kami sedih karena pemerintah hanya mendengar masukan sepihak dari PT Pelindo II. Apakah ada perubahan? Jelas-jelas sampai hari ini tidak ada perubahan,” tegasnya.
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Logistik Carmelita Hartoto menyatakan, dwelling time adalah permasalahan klasik yang sejak lama dihadapi pengusaha perkapalan.
Dia berharap, pengelolaan pelabuhan dilakukan secara profesional dan baik agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. “Saatnya, kita selesaikan persoalan dwelling time. Sebab, persaingan makin ketat memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),” ujarnya.
Dia juga berharap ada kesesuaian antara level of service dan tarif yang diberlakukan kepada pengguna pelabuhan. “Presiden Jokowi sebaiknya melihat kinerja pelabuhan kita, apakah level of service-nya sudah sesuai dengan tarif yang diberlakukan atau tidak? Buat apa ada level of service kalau tidak ada penaltinya? Misal memberikan kita sebagai pengguna jasa diskon kalau level of service-nya tidak tercapai,” kata Carmelita.
Selama ini, lanjut dia, Pelabuhan Tanjung Priok menanggung sekitar 70% aktivitas bongkar muat di Indonesia. Bahkan, pada saat peak arus bongkar muat, kerap terjadi kemacetan sehingga dwelling time menjadi lebih lama.
“Saya yakin, kalau sebagian aktivitas di Pelabuhan Tanjung Priok dialihkan ke Cikarang Dryport pasti akan lebih efektif, sambil kita menunggu pembangunan Marunda Port atau pun Cilamaya,” kata dia.
Seperti diberitakan, Presiden Jokowi menyebutkan, lamanya dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok akibat pengelola pelabuhan sebagai eksekutor yang kurang tanggap dan tidak profesional.
“Siapa yang paling lama? Instansi mana yang mengurus izin? Pasti ada yang paling lama, enggak percaya saya. Masih ada yang terlama instansi mana itu yang saya kejar, coba cek,” tandas Jokowi.
Baca juga:
Waktu Tunggu di Pelabuhan Seharusnya Tidak Lebih 3 Hari
Menhub Klaim Waktu Bongkar Muat Pelabuhan Turun 80%
“Seharusnya, Presiden Jokowi marah-marahnya dari dulu, bukan sekarang. dwelling time bukan persoalan baru, sudah tiga menko perekonomian dan tiga menteri perdagangan yang diganti, tapi tidak pernah selesai karena eksekutornya pejabat-pejabat itu juga,” ujar Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Masita dalam keterangan tertulisnya kepada Sindonews, Kamis (18/6/2015).
Dia mengatakan, pengusaha tidak dapat berbuat banyak menghadapi rumitnya birokrasi di PT Pelindo II, yang berujung pada lamanya masa tunggu bongkar muat barang (dwelling time) di Pelabuhan Tanjung Priok.
“Akar permasalahan yang ada belum terselesaikan sehingga menjadi berlarut-larut. Pelindo II tidak beres mengurus pelabuhan karena hanya mengejar keuntungan. Padahal, pelabuhan adalah institusi yang melayani kebutuhan masyarakat. Presiden Jokowi harus mengusut kenapa persoalannya berlarut-larut. Dwelling time lama, kontainer kami terkena tarif progresif karena harus menginap. Ini sangat tidak adil,” katanya.
Menurut Zaldy, lamanya dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok karena mekanisme yang diterapkan PT Pelindo II sangat berbelit-belit. Di Pelabuhan Tanjung Priok terdapat dualisme pengelolaan, yaitu Indonesia Port Corporation (IPC) dan PT Pelindo II.
“Pejabatnya hanya itu-itu saja dari dulu. Persoalannya pun sama, dari dulu sampai sekarang. Saya pikir Presiden Jokowi perlu melakukan penyegaran di tubuh PT Pelindo II supaya ada perubahan signifikan,” bebernya
Dia menuturkan, pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar setiap minggu berkantor di Pelabuhan Tanjung Priok. Saat itu, PT Pelindo II memberikan masukan kepada Mahendra sehingga pemerintah akhirnya memutuskan memberlakukan kenaikan tarif secara progresif hingga 300% biaya penumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok.
“Kami sedih karena pemerintah hanya mendengar masukan sepihak dari PT Pelindo II. Apakah ada perubahan? Jelas-jelas sampai hari ini tidak ada perubahan,” tegasnya.
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Logistik Carmelita Hartoto menyatakan, dwelling time adalah permasalahan klasik yang sejak lama dihadapi pengusaha perkapalan.
Dia berharap, pengelolaan pelabuhan dilakukan secara profesional dan baik agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. “Saatnya, kita selesaikan persoalan dwelling time. Sebab, persaingan makin ketat memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),” ujarnya.
Dia juga berharap ada kesesuaian antara level of service dan tarif yang diberlakukan kepada pengguna pelabuhan. “Presiden Jokowi sebaiknya melihat kinerja pelabuhan kita, apakah level of service-nya sudah sesuai dengan tarif yang diberlakukan atau tidak? Buat apa ada level of service kalau tidak ada penaltinya? Misal memberikan kita sebagai pengguna jasa diskon kalau level of service-nya tidak tercapai,” kata Carmelita.
Selama ini, lanjut dia, Pelabuhan Tanjung Priok menanggung sekitar 70% aktivitas bongkar muat di Indonesia. Bahkan, pada saat peak arus bongkar muat, kerap terjadi kemacetan sehingga dwelling time menjadi lebih lama.
“Saya yakin, kalau sebagian aktivitas di Pelabuhan Tanjung Priok dialihkan ke Cikarang Dryport pasti akan lebih efektif, sambil kita menunggu pembangunan Marunda Port atau pun Cilamaya,” kata dia.
Seperti diberitakan, Presiden Jokowi menyebutkan, lamanya dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok akibat pengelola pelabuhan sebagai eksekutor yang kurang tanggap dan tidak profesional.
“Siapa yang paling lama? Instansi mana yang mengurus izin? Pasti ada yang paling lama, enggak percaya saya. Masih ada yang terlama instansi mana itu yang saya kejar, coba cek,” tandas Jokowi.
Baca juga:
Waktu Tunggu di Pelabuhan Seharusnya Tidak Lebih 3 Hari
Menhub Klaim Waktu Bongkar Muat Pelabuhan Turun 80%
(dmd)