Takut Bangkrut, Pengusaha Keukeuh Tolak Iuran Pensiun 8%
A
A
A
JAKARTA - Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) keukeuh menolak usulan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) terkait angka pembebanan iuran jaminan pensiun sebesar 8% dari gaji pegawai.
Ketua Apindo bidang Hubungan Internasional dan Investasi Shinta Widjaja Kamdani menuturkan, usulan iuran pensiun sebesar 8% masih terlalu tinggi dan berpotensi mengakibatkan pengusaha gulung tikar alias bangkrut.
"Kita tetap tidak bisa terima kalau di angka 8%. Meskipun nantinya mengarah ke situ, semoga tidak. Semoga ada kompromi yang bisa dilakukan," katanya di gedung Menara Thamrin, Jakarta, Rabu (24/6/2015).
Dia menjelaskan, pihaknya masih bisa menerima jika jaminan pensiun dibebankan sebesar 3% dari gaji pegawai. Namun, angka tersebut bukanlah maksimal dan Apindo tetap pada hitung-hitungannya di angka 1,5%.
"Kita masih bisa toleransi kalau di angka 3%, tapi itu angka toleransi saja. Kita tetap ingin di angka 1,5%. Karena kalau 8% kami tidak kuat. Nanti banyak yang gulung tikar, kalau perusahaan banyak yang gulung tikar nanti akan banyak yang di lay off," tambahnya.
Shinta menegaskan, pihaknya bakal melayangkan surat ketidapuasan kepada pemerintah jika tidak merubah keputusan angka iuran sebesar 8%. Pemerintah pun diminta menuruti keinginan pengusaha, sebab nantinya pasti akan ada yang minta keringanan.
"Kalau tetap di 8%, kita akan terus menekan pemerintah. Karena kalau tetap dijalankan, nantinya banyak yang tidak bisa mengikuti peraturan ini, dan pada ujungnya mereka semua akan minta pengecualian-pengecualian, minta dibebaskan dari peraturan 8%," pungkas dia.
Sekadar informasi, saat ini BPJS Ketenagakerjaan belum memutuskan besaran iuran pensiun yang dibebankan kepada perusahaan, meski rencananya iuran tersebut akan diimplementasikan pada 1 Juli 2015. BPJS menginginkan pengusaha membayar iuran pensiun sebesar 8% dari gaji pegawai.
Ketua Apindo bidang Hubungan Internasional dan Investasi Shinta Widjaja Kamdani menuturkan, usulan iuran pensiun sebesar 8% masih terlalu tinggi dan berpotensi mengakibatkan pengusaha gulung tikar alias bangkrut.
"Kita tetap tidak bisa terima kalau di angka 8%. Meskipun nantinya mengarah ke situ, semoga tidak. Semoga ada kompromi yang bisa dilakukan," katanya di gedung Menara Thamrin, Jakarta, Rabu (24/6/2015).
Dia menjelaskan, pihaknya masih bisa menerima jika jaminan pensiun dibebankan sebesar 3% dari gaji pegawai. Namun, angka tersebut bukanlah maksimal dan Apindo tetap pada hitung-hitungannya di angka 1,5%.
"Kita masih bisa toleransi kalau di angka 3%, tapi itu angka toleransi saja. Kita tetap ingin di angka 1,5%. Karena kalau 8% kami tidak kuat. Nanti banyak yang gulung tikar, kalau perusahaan banyak yang gulung tikar nanti akan banyak yang di lay off," tambahnya.
Shinta menegaskan, pihaknya bakal melayangkan surat ketidapuasan kepada pemerintah jika tidak merubah keputusan angka iuran sebesar 8%. Pemerintah pun diminta menuruti keinginan pengusaha, sebab nantinya pasti akan ada yang minta keringanan.
"Kalau tetap di 8%, kita akan terus menekan pemerintah. Karena kalau tetap dijalankan, nantinya banyak yang tidak bisa mengikuti peraturan ini, dan pada ujungnya mereka semua akan minta pengecualian-pengecualian, minta dibebaskan dari peraturan 8%," pungkas dia.
Sekadar informasi, saat ini BPJS Ketenagakerjaan belum memutuskan besaran iuran pensiun yang dibebankan kepada perusahaan, meski rencananya iuran tersebut akan diimplementasikan pada 1 Juli 2015. BPJS menginginkan pengusaha membayar iuran pensiun sebesar 8% dari gaji pegawai.
(izz)