Ekonomi Indonesia Butuh Langkah Konkret
A
A
A
MEDAN - Pemerintah diminta segera melakukan langkah konkret guna menghadapi situasi ekonomi yang terjadi saat ini. Di mana pelambatan ekonomi terus berlanjut.
Hal tersebut disampaikan CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT) saat menjadi pembicara dalam Investor Gathering “Indonesia Economy Outlook 2015” di Medan, Sumatera Utara, Minggu (28/6/2105). “Sekarang Ramadan, biasanya orang belanja, tapi permintaan juga tidak terlalu tinggi dimana-mana,” ungkapnya.
Dia menuturkan, penjualan berbagai sektor mengalami penurunan, seperti tekstil, kendaraan bermotor dan berbagai produk lainnya.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebutkan, sepanjang Januari sampai April 2015, penjualan automotif turun 16% dibandingkan bulan yang sama pada 2014.
Data Gabungan Pengusaha Elektronik juga mencatat penurunan penjualan. Penjualan produk elektronik anjlok antara 20%-40%.
Begitu juga sektor properti. Real Estate Indonesia (REI) mencatat selama tiga bulan pertama tahun ini penjualan turun sebesar 30%-60%.
Asosiasi Persepatuan Indonesia mencatat penjualan alas kaki mengalami penurunan penjualan sebesar 40%.
Pabrik-pabrik semen juga mengurangi produksi. Gelombang PHK pun terjadi dimana-mana. Kementerian Tenaga Kerja mencatat, enam sektor usaha, yakni tekstil, alas kaki, pertambangan, jasa minyak bumi dan gas, automotif, serta semen mulai merumahkan sebagian pekerjanya karena kelesuan perekonomian. Di luar itu, PHK juga terjadi di pabrik baja, perbankan dan pertambangan.
Sebagai gambaran, sekitar setengah pekerja pertambangan sudah dirumahkan. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia atau APBI menyebut, sudah setengah dari total pekerja yang mencapai 1 juta orang dirumahkan.
Begitu pula pasar ekspor yang tengah lesu. Indonesia yang mengandalkan komoditas dalam aktifvtas ekspornya sedang mengalami penurunan harga. Harga sawit dan batubara turun.
Menurut HT, hal ini akan berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Padahal, kontribusi pajak sangat besar terhadap pembangunan, baik pajak dalam negeri maupun ekspor.
Dia mengatakan, sejatinya Indonesia bisa jauh berbeda bila dikelola dengan benar. Sebab, Indonesia memiliki berbagai potensi untuk menjadi negara maju. Melalui kekayaan yang dimiliki saat ini, seharusnya Indonesia bisa mencapai pertumbuhan ekonomi sekitar 8%-9% per tahun.
Bila hal tersebut tercapai, Indonesia dapat melampaui Prancis dengan PDB sekitar USD3 triliun, atau lebih tinggi dari USD2,6 triliun.
Pemerintah, lanjut HT, harus mulai menata kebijakan agar investasi bisa masuk ke Indonesia. Selain itu, ada berbagai kebijakan yang perlu dikoreksi. Salah satunya pembiayaan rumah. Saat ini, pembiayaan rumah baru bisa didapatkan setelah rumah jadi. Hal itu membuat industri properti tidak bisa berlari kencang.
Selain itu, BI rate harus diturunkan. Namun itu saja tidak cukup. “Panggil bank-bank supaya kreditnya jalan lagi, jangan dipegang uangnya. Disalurkan dan kasih ke sektor-sektor usaha, jangan ke yang konsumtif,” tuturnya.
Ketua Umum Partai Perindo itu menjelaskan, dengan begitu aktivitas usaha akan kembali berjalan normal. Paling tidak, bisa menahan penurunan laju ekonomi karena Indonesia butuh stimulus.
HT melanjutkan, pemerintah juga harus aktif mencari investor. Misalnya, untuk bidang infrastrukur. Pembangunan infrastruktur bisa melibatkan investor dengan birokrasi yang transparan. “Pemerintah harus realistis, harus cepat dan tepat sasaran supaya kerjasama dengan swasta bisa diwujudkan secepat-cepatnya,” katanya.
Hary menambahkan, yang harus dilakukan pemerintah agar ekonomi bisa maksimal adalah membuat program khusus untuk masyarakat menengah ke bawah. Misalnya usaha mikro. Mempermudah pelaku usaha mikro untuk mendapatkan pinjaman bank dengan bunga ringan.
Saat ini, usaha mikro harus meminjam kepada bank dengan bunga sekitar 20%-40%. Jauh lebih mahal dari bunga korporasi yang bisa didapatkan 12%-13%. Begitu juga petani yang terpaksa mengijonkan sawahnya, atau nelayan yang minim peralatan sehingga hasil tangkapannya sedikit.
Padahal, kata HT, bila masyarakat menengah didorong dengan kebijakan yang tepat mereka bisa maju. Kesenjangan menyempit, dan pertumbuhan ekonomiu melesat.
Baca: Ekonomi Melambat, Indonesia Butuh Penanganan Tepat
Hal tersebut disampaikan CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT) saat menjadi pembicara dalam Investor Gathering “Indonesia Economy Outlook 2015” di Medan, Sumatera Utara, Minggu (28/6/2105). “Sekarang Ramadan, biasanya orang belanja, tapi permintaan juga tidak terlalu tinggi dimana-mana,” ungkapnya.
Dia menuturkan, penjualan berbagai sektor mengalami penurunan, seperti tekstil, kendaraan bermotor dan berbagai produk lainnya.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebutkan, sepanjang Januari sampai April 2015, penjualan automotif turun 16% dibandingkan bulan yang sama pada 2014.
Data Gabungan Pengusaha Elektronik juga mencatat penurunan penjualan. Penjualan produk elektronik anjlok antara 20%-40%.
Begitu juga sektor properti. Real Estate Indonesia (REI) mencatat selama tiga bulan pertama tahun ini penjualan turun sebesar 30%-60%.
Asosiasi Persepatuan Indonesia mencatat penjualan alas kaki mengalami penurunan penjualan sebesar 40%.
Pabrik-pabrik semen juga mengurangi produksi. Gelombang PHK pun terjadi dimana-mana. Kementerian Tenaga Kerja mencatat, enam sektor usaha, yakni tekstil, alas kaki, pertambangan, jasa minyak bumi dan gas, automotif, serta semen mulai merumahkan sebagian pekerjanya karena kelesuan perekonomian. Di luar itu, PHK juga terjadi di pabrik baja, perbankan dan pertambangan.
Sebagai gambaran, sekitar setengah pekerja pertambangan sudah dirumahkan. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia atau APBI menyebut, sudah setengah dari total pekerja yang mencapai 1 juta orang dirumahkan.
Begitu pula pasar ekspor yang tengah lesu. Indonesia yang mengandalkan komoditas dalam aktifvtas ekspornya sedang mengalami penurunan harga. Harga sawit dan batubara turun.
Menurut HT, hal ini akan berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Padahal, kontribusi pajak sangat besar terhadap pembangunan, baik pajak dalam negeri maupun ekspor.
Dia mengatakan, sejatinya Indonesia bisa jauh berbeda bila dikelola dengan benar. Sebab, Indonesia memiliki berbagai potensi untuk menjadi negara maju. Melalui kekayaan yang dimiliki saat ini, seharusnya Indonesia bisa mencapai pertumbuhan ekonomi sekitar 8%-9% per tahun.
Bila hal tersebut tercapai, Indonesia dapat melampaui Prancis dengan PDB sekitar USD3 triliun, atau lebih tinggi dari USD2,6 triliun.
Pemerintah, lanjut HT, harus mulai menata kebijakan agar investasi bisa masuk ke Indonesia. Selain itu, ada berbagai kebijakan yang perlu dikoreksi. Salah satunya pembiayaan rumah. Saat ini, pembiayaan rumah baru bisa didapatkan setelah rumah jadi. Hal itu membuat industri properti tidak bisa berlari kencang.
Selain itu, BI rate harus diturunkan. Namun itu saja tidak cukup. “Panggil bank-bank supaya kreditnya jalan lagi, jangan dipegang uangnya. Disalurkan dan kasih ke sektor-sektor usaha, jangan ke yang konsumtif,” tuturnya.
Ketua Umum Partai Perindo itu menjelaskan, dengan begitu aktivitas usaha akan kembali berjalan normal. Paling tidak, bisa menahan penurunan laju ekonomi karena Indonesia butuh stimulus.
HT melanjutkan, pemerintah juga harus aktif mencari investor. Misalnya, untuk bidang infrastrukur. Pembangunan infrastruktur bisa melibatkan investor dengan birokrasi yang transparan. “Pemerintah harus realistis, harus cepat dan tepat sasaran supaya kerjasama dengan swasta bisa diwujudkan secepat-cepatnya,” katanya.
Hary menambahkan, yang harus dilakukan pemerintah agar ekonomi bisa maksimal adalah membuat program khusus untuk masyarakat menengah ke bawah. Misalnya usaha mikro. Mempermudah pelaku usaha mikro untuk mendapatkan pinjaman bank dengan bunga ringan.
Saat ini, usaha mikro harus meminjam kepada bank dengan bunga sekitar 20%-40%. Jauh lebih mahal dari bunga korporasi yang bisa didapatkan 12%-13%. Begitu juga petani yang terpaksa mengijonkan sawahnya, atau nelayan yang minim peralatan sehingga hasil tangkapannya sedikit.
Padahal, kata HT, bila masyarakat menengah didorong dengan kebijakan yang tepat mereka bisa maju. Kesenjangan menyempit, dan pertumbuhan ekonomiu melesat.
Baca: Ekonomi Melambat, Indonesia Butuh Penanganan Tepat
(dmd)