DPR Desak Pemerintah Revisi UU Minerba
A
A
A
JAKARTA - Komisi VII DPR RI mendesak pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk merevisi Undang-undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).
Anggota Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha mengungkapkan, telah terjadi banyak pelanggaran yang dilakukan terhadap UU Minerba tersebut. Misalnya, pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) yang ditenggat selama lima tahun setelah UU tersebut diundangkan atau pada 2014 tak kunjung nampak perkembangannya.
"Kami akan lakukan kajian hukum bahwa isu soal perpanjangan, tertundanya smelter, yang secara hukum tak bertentangan dengan UU. Sebab, kalau mengacu pada UU yang ada tidak kuat. Misal, smelter selambatnya lima tahun sejak UU Minerba diundangkan. Sekarang ada-tidak yang bangun smelter? Coba tunjukkan ke saya," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (6/7/2015).
Salah satu perusahaan yang hingga kini belum menyelesaikan pembangunan smelter adalah PT Freeport Indonesia. Menurutnya, ada dua pendekatan yang bisa dilihat dari permasalahan Freeport, yaitu pendekatan legal formal dan ekonomi.
Dia mengungkapkan, jika dilihat dari pendekatan legal formal, Freeport tidak bisa ekspor tanpa memiliki smelter. Terlebih, pembangunan smelter Freeport sudah melebihi waktu dari 2014.
Namun jika dilihat dari pendekatan ekonomi, lanjut Satya, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu telah berkomitmen untuk membangun smelter dengan investasi USD2,3 miliar. Sebagai investor kelas kakap, Freeport tentu membutuhkan kepastian atas investasi.
"Kita tidak bisa menerima alasan ekonomi saja tetapi melanggar UU. Makanya sekarang yang harus dibenahi adalah melihat alasan ekonominya dan membenahi kerangka hukumnya. Presiden kan sudah bilang akan lakukan kajian," tegas dia.
Dalam konteks ini, kata Satya, telah terjadi banyak pelanggaran terhadap UU Minerba. Bahkan, para perusahaan tambang yang mangkir dari tugasnya membangun smelter justru terkesan 'dibenarkan' dan tak dijatuhi sanksi.
"Industri tak cuma Freeport, ada Newmont, ada bauksit, ada Antam. Nah, makanya perlu revisi UU Minerba dalam konteks seperti ini. UU tidak dijalankan, adakah sanksi pelanggaran UU? Tidak ada, tidak ada sanksi hukum. Dalam merevisi UU harus melihat realitas di lapangan. Kami tak izinkan pemerintah melanggar hukum," pungkasnya.
Anggota Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha mengungkapkan, telah terjadi banyak pelanggaran yang dilakukan terhadap UU Minerba tersebut. Misalnya, pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) yang ditenggat selama lima tahun setelah UU tersebut diundangkan atau pada 2014 tak kunjung nampak perkembangannya.
"Kami akan lakukan kajian hukum bahwa isu soal perpanjangan, tertundanya smelter, yang secara hukum tak bertentangan dengan UU. Sebab, kalau mengacu pada UU yang ada tidak kuat. Misal, smelter selambatnya lima tahun sejak UU Minerba diundangkan. Sekarang ada-tidak yang bangun smelter? Coba tunjukkan ke saya," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (6/7/2015).
Salah satu perusahaan yang hingga kini belum menyelesaikan pembangunan smelter adalah PT Freeport Indonesia. Menurutnya, ada dua pendekatan yang bisa dilihat dari permasalahan Freeport, yaitu pendekatan legal formal dan ekonomi.
Dia mengungkapkan, jika dilihat dari pendekatan legal formal, Freeport tidak bisa ekspor tanpa memiliki smelter. Terlebih, pembangunan smelter Freeport sudah melebihi waktu dari 2014.
Namun jika dilihat dari pendekatan ekonomi, lanjut Satya, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu telah berkomitmen untuk membangun smelter dengan investasi USD2,3 miliar. Sebagai investor kelas kakap, Freeport tentu membutuhkan kepastian atas investasi.
"Kita tidak bisa menerima alasan ekonomi saja tetapi melanggar UU. Makanya sekarang yang harus dibenahi adalah melihat alasan ekonominya dan membenahi kerangka hukumnya. Presiden kan sudah bilang akan lakukan kajian," tegas dia.
Dalam konteks ini, kata Satya, telah terjadi banyak pelanggaran terhadap UU Minerba. Bahkan, para perusahaan tambang yang mangkir dari tugasnya membangun smelter justru terkesan 'dibenarkan' dan tak dijatuhi sanksi.
"Industri tak cuma Freeport, ada Newmont, ada bauksit, ada Antam. Nah, makanya perlu revisi UU Minerba dalam konteks seperti ini. UU tidak dijalankan, adakah sanksi pelanggaran UU? Tidak ada, tidak ada sanksi hukum. Dalam merevisi UU harus melihat realitas di lapangan. Kami tak izinkan pemerintah melanggar hukum," pungkasnya.
(rna)