UU Minerba, Antara Kritik Pengamat dan Pembelaan DPR

Selasa, 19 Mei 2020 - 19:31 WIB
loading...
UU Minerba, Antara Kritik Pengamat dan Pembelaan DPR
UU Minerba yang baru disahkan masih terus menuai polemik antara para pemerhati sektor pertambangan dan DPR. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Pengesahan revisi Undang-Ubndang (UU) No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) menjadi undang-undang terus menuai polemik. Pengamat sektor pertambangan dan energi menuding UU tersebut sarat kepentingan pengusaha, sebaliknya legislator menegaskan UU tersebut menguntungkan pemerintah dan masyarakat.

Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara dalam diskusi Ruang Energi secara daring, menilai pengesahan UU Minerba itu melanggar konstitusi. Menurutnya, revisi UU itu hanya menguntungkan pengusaha tambang yang kontrak karya dan Perusahaan Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) sudah habis

"Dalam waktu tiga bulan banyak isu yang diselesaikan dalam pembahasan RUU Minerba. Jadi Ini hanya menguntungkan para pengusaha dan melanggar konstitusi," kata Marwan dalam diskusi tersebut, Selasa (19/5/2020).

(Baca Juga: UU Minerba Akan Digugat ke MK, Berikut Poin-poin Pasal Bermasalah)

Ia menjelaskan, sejatinya pembahasan RUU minerba ini sudah disiapkan dari Prolegnas tahun 2015, namun sayangnya tak ada pembahasan intensif oleh DPR. RUU ini baru muncul menjelang berakhirnya masa bakti Presiden dan DPR 2015 -2019. "Jika memang mengalami perkembangan, seharusnya dalam kurun waktu 5 tahun itu ada pembahasan yang intensif mengenai RUU ini, namun hal itu tak ada," terangnya

Menurutnya, dalam pengesahan RUU ini banyak terjadi pelanggaran. Pertama, tidak dilibatkannya DPD. Kedua, pelanggaran terhadap UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Ketiga, tidak ada keterbukaan kepada publik. "RUU ini dibuat secara diam-diam, dan harusnya malu karena itu melanggar konstitusi," cetusnya.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi VII DPR Maman Abdurrahman membantah keras pernyataan tersebut. Menurut dia, pembahasan UU tidak hanya dilakukan dalam waktu tiga bulan saja. Hal ini, katanya, sudah dibahas dari tahun 2015.

"Semua prosedural kami jalan. Kami mengundang para ahli, akademisi, dan lain-lain. Terkait secara tertutup itu dilakukan untuk menghindari salah tafsir dari masyarakat," kata Maman.

Selain itu, dia membantah jika revisi minerba hanya menguntungkan pengusaha. Ia menjelaskan bahwa RUU ini justru menguntungkan untuk pemerintah daerah. Tidak hanya itu, RUU Minerba juga mewajibkan pihak asing untuk melakukan divestasi saham sebesar 51%.

"Pemerintah daerah yang sebelumnya mendapatkan 1% dari hasil kegiatan penambangan menjadi 1,5%. Sedangkan provinsi menjadi 2,5% dari sebelumnya 2%. Jelas hal ini akan menguntungkan daerah," ujar Maman.

Terkait, tujuh perusahan tambang PKP2B yang diakomodir perpanjangan kontraknya, Maman mengkhawatirkan jika tidak diperpanjang maka akan menimbulkan masalah baru seperti PHK dan menyulitkan suplai batu bara untuk PLN. "RUU ini justru untuk kesejahteraan masyarakat dan membantu pemerintah," tegasnya.
(fai)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1762 seconds (0.1#10.140)