Memahami Kredit Rumah In-House

Rabu, 08 Juli 2015 - 07:03 WIB
Memahami Kredit Rumah In-House
Memahami Kredit Rumah In-House
A A A
Berbeda dengan KPR (kredit pemilikan rumah) yang dikeluarkan bank, pada kredit in-house , pengembang yang menjadi inisiator, walau kadang ada bank ataupun lembaga pembiayaan lain yang terlibat dalam kredit in-house.

Semua hal sedari perjanjian jual-beli sampai pembayaran cicilan, dilakukan antara konsumen dan developer.

Pernah membaca iklan properti berbunyi “Angsuran 50 kali tanpa DP”? Iklan itu merujuk pada satu proyek pembangunan rumah yang sedang dalam proses. Artinya, rumah itu bisa dimiliki dengan angsuran selama 50 kali dan tanpa uang muka. Iklan itu adalah tawaran kredit in-house dari developer. Urusan perjanjian jual-beli rumah hanya melibatkan dua pihak, yakni pembeli dan pengembang. Artinya, bank sama sekali tak terlibat di sini. Pembeli hanya berhubungan dengan developer.

Secara umum, pengertian beli rumah kredit inhouse adalah skema mekanisme pembayaran rumah kepada developer dengan cara mengangsur. Bisa disebut pula kredit in-house merupakan pembelian rumah dengan metode cash atau tunai, langsung mencicil ke pengembang. Rata-rata metode ini diminati masyarakat menengah ke atas.

Ya jelas, cicilannya lumayan tinggi karena dihitung dari harga rumah dibagi dengan lamanya masa cicilan. Lalu apa saja manfaat dari skema kredit in-house ? Pertama, tidak ada DP. Uang muka tak ada keharusan di sini. Namun, developer biasanya minta booking fee dibayarkan sebagai tanda jadi pembeli serius memboyong unit yang ditawarkan.

Juga tak ada bunga. Kredit in-house bukan produk bank yang artinya tak ada pengenaan bunga di sini. Beda sama KPR di mana bank memungut bunga dari kredit yang dicairkan. Selain itu, prosedur lebih pendek. Kredit in-house hanya melibatkan pembeli dan pengembang. Artinya, prosedur yang mesti dilewati lebih ringkas. Beda sama bank yang prosedurnya lumayan panjang dan makan waktu.

Karena itu, tak perlu keluarkan banyak biaya. Bandingkan kalau mengurus KPR di bank pasti dikenai biaya provisi, biaya survei, biaya appraisal , dan lain sebagainya. Beda dengan kredit in-house yang sama sekali tak ada biaya macam-macam. Masa cicilan juga bisa dinegosiasikan. Meski developer sudah menyebut masa cicilan 50 kali, itu bukan harga mati. Anda masih bisa “menggoyang” masa cicilan bisa lebih panjang lagi. Namun, ini tentunya menuntut kelihaian pembeli dalam bernegosiasi.

Metode ini membuat seolah-olah Anda “mengontrak” rumah kepada developer dalam waktu yang pendek. Begitu masa angsuran selesai, maka rumah itu langsung jadi hak milik dan sertifikat langsung diserahkan pengembang. Kebanyakan prosedur pembelian dengan skema ini sangat tergantung dari kebijakan pengembang. Ada yang menawarkan 12 kali, 36 kali, sampai 50 kali angsuran.

Selain itu, ada juga developer yang meminta uang muka, tapi ada pula yang tak perlu. Atas dasar itu, sangat disarankan untuk mengomunikasikan hal itu dengan pengembang seputar kejelasan serah terima rumah. Bila perlu, cantumkan poin tersebut dalam perjanjian jual beli (PJB) yang disahkan notaris. Lantas, kapankah PJB itu dilakukan? Apakah pada awal angsuran atau setelah lunas? Prosedur kredit inhouse sebenarnya sangat sederhana sekali.

Tahap awal dimulai dengan membayar booking fee sebagai tanda jadi membeli unit yang diinginkan. Bisa juga pengembang mensyaratkan uang muka yang besarannya bisa dinegosiasikan. Setelah semua permintaan pengembang dilunasi, selanjutnya akan dilakukan pra-perjanjian jual beli (PPJB) yang disahkan notaris.

Rendra hanggara
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9780 seconds (0.1#10.140)