Ini 35 Kebijakan OJK Perkuat Industri Keuangan RI
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan 35 kebijakan untuk mendorong industri keuangan bank maupun non bank nasional di tengah gejolak perekonomian dunia. Tujuannya supaya industri keuangan Indonesia tidak mudah rentan dari hantaman badai krisis.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad mengungkapkan, 35 kebijakan tersebut merupakan kebijakan lama, stimulus pelonggaran bersifat sementara dan kebijakan baru.
"Sebagian kebijakan ini ada yang sudah jalan atau baru diluncurkan," ujarnya,Jakarta, Sabtu (25/7/2015).
Muliaman menjelaskan, ada tiga tujuan dirilisnya 35 paket kebijakan ini. Pertama, OJK berharap industri keuangan berperan lebih besar dalam perekonomian nasional, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan akses keuangan di seluruh Indonesia.
"Kedua, berharap sektor keuangan punya daya tahan lebih kuat. Jadi kalau krisis datang, kita enggak khawatir lagi karena daya tahan industri keuangan kita sudah sangat kuat. Jadi stabilitas sistem keuangan lebih terjaga," terangnya.
Tujuan ketiga, lanjut dia, industri keuangan nasional diharapkan dapat membuka akses keuangan seluas-luasnya bagi masyarakat di seluruh wilayah Tanah Air. Terutama di pelosok daerah, sektor usaha mikro, kecil dan menengah.
"Kita ingin membantu agar ada ruang lebih besar buat industri keuangan nasional dalam situasi slow down ekonomi global dan domestik sekarang ini," kata Muliaman.
Detail dari 35 kebijakan tersebut, terdiri dari 12 kebijakan di sektor perbankan, 15 kebijakan di sektor pasar modal, empat kebijakan di sektor industri keuangan non bank serta empat kebijakan di bidang edukasi dan perlindungan konsumen.
Berikut detail 35 kebijakan OJK terkait industri keuangan:
1. Tagihan atau kredit yang dijamin pemerintah pusat dikenakan bobot risiko sebesar nol persen dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk risiko kredit
2. Bobot risiko untuk Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) ditetapkan sebesar 75 persen dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit
3. Penerapan penilaian "Prospek Usaha" sebagai salah satu persyaratan restrukturisasi kredit tanpa mempertimbangkan kondisi pasar maupun industri dari sektor usaha debitur
4. Pelaksanaan restrukturisasi kredit sebelum terjadinya penurunan kualitas kredit
5. Penurunan bobot risiko kredit beragun rumah tinggal non program pemerintah yang ditetapkan sebesar 35 persen tanpa mempertimbangkan nilai Loan to Value (LTV) dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit
6. Penurunan bobot risiko KPR Rumah Sehat Sejahtera (RSS) dalam rangka program Pemerintah Pusat Republik ditetapkan sebesar 20 persen, tanpa mempertimbangkan nilai LTV dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit
7. Penurunan bobot risiko Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijamin oleh Jamkrida dapat dikenakan bobot risiko sebesar 50 persen
8. Penilaian kualitas kredit kepada satu debitur atau satu proyek hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok atau bunga dinaikkan dari paling tinggi Rp 1 miliar menjadi paling tinggi Rp 5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok atau bunga
9. Penilaian kualitas kredit kepada UMKM dengan jumlah lebih dari Rp 5 miliar yang dikaitkan dengan peringkat penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko (KPMR) dan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank
10. Penetapan kualitas kredit setelah dilakukan restrukturisasi
11. Penetapan kualitas kredit setelah dilakukan restrukturisasi dengan tenggat waktu pembayaran
(grace period) pokok, selama masa grace period
12. Persyaratan peringkat komposit tingkat kesehatan bagi bank yang melakukan penyertaan modal dalam rangka :
a. Pendirian perusahaan yang akan mengambil alih aset kredit bermasalah dari bank yang sama sepanjang kepemilikan bank maksimum 20 persen dan tidak menjadi pengendali
b. Tambahan penyertaan untuk penyelamatan perusahaan anak berupa bank
- Sektor Pasar Modal (15)
13. Pengembangan infrastruktur pasar repurchase agreement (REPO), mencakup pengaturan mengenai REPO, pengembangan produk REPO, serta layanan settlement transaksi REPO yang dilengkapi monitoring dan konsep 3rd party REPO
14. Pengembangan UKM untuk go public mencakup penyusunan ketentuan untuk pengembangan UKM, serta pembuatan papan khusus untuk UKM
15. Penetapan Electronic Trading Platform (ETP), mencakup pengembangan trading platform surat utang terintegrasi yang digunakan oleh pelaku dan dimanfaatkan untuk kebutuhan pengawasan
16. Penggunaan bank sentral untuk penyelesaian transaksi, mencakup implementasi penggunaan bank sentral selain penggunaan bank pembayaran untuk layanan jasa penyelesaian dana di pasar modal
17. Rencana penerbitan produk derivatif Indonesia Government Bond Futures (IGBF), dalam rangka pengembangan Pasar Surat Berharga Negara (SBN)
18. Pengembangan obligasi daerah dalam rangka mendukung program pemerintah terkait pembangunan infrastruktur
19. Penggunaan Bond Index Surat Utang sebagai indikator acuan di pasar surat utang Indonesia yang digunakan secara luas oleh pelaku pasar
20. Perluasan produk investasi di pasar modal melalui Penerbitan Efek Beragun Aset-Surat Partisipasi (EBA-SP) untuk meningkatkan pertumbuhan pembiayaan perumahan di Indonesia serta membantu Lembaga Jasa Keuangan dalam memperoleh likuiditas dari pasar modal sebagai sumber pembiayaan yang terjangkau bagi masyarakat menengah dan keci
21. Peraturan Segmentasi Perizinan Wakil Perantara Pedagang Efek (WPPE) yang meliputi tiga tingkatan, yaitu WPPE, WPPE khusus pemasaran dan WPPE khusus agen pemasaran
22. Peraturan tentang Sistem Pengelolaan Investasi Terpadu dalam rangka mengoptimalisasi dan melakukan efisiensi atas proses transaksi dan operasional di dalam industri pengelolaan investasi
23. Penerapan Extensible Business Reporting Language (XBRL) dalam rangka penyediaan informasi yang akurat dan dapat diandalkan
24. Peningkatan BUMN dan anak BUMN yang go public dalam rangka membantu BUMN dalam penggalangan dana untuk kegiatan pengembangan usaha, sekaligus mendorong likuiditas pasar
25. Peraturan terkait pasar modal syariah dalam rangka memberikan relaksasi pengaturan dan kepastian hukum terkait efek syariah sehingga mempunyai level of playing field dengan efek konvensional
26. Implementasi Electronic Book Building dalam rangka meningkatkan transparansi dan fairness antar investor
27. Penerbitan pedoman tata kelola emiten atau perusahaan publik dalam rangka mendorong perusahaan untuk mempraktikkan tata kelola perusahaan yang baik
- Sektor IKNB (4) :
28. Relaksasi kebijakan non performing financing (NPF) perusahaan pembiayaan dalam rangka mendorong pertumbuhan piutang pembiayaan oleh industri perusahaan pembiayaan
29. Pengembangan asuransi pertanian untuk meningkatkan akses para petani ke sistem keuangan sehingga sektor pertanian nasional dapat terus bertumbuh dan berkembang
30. Pembentukan Rating Agency Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam rangka mengurangi isu asymmetric information dalam pendanaan UMKM dan menghadapi era MEA
31. Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM)yang difokuskan pada upaya mendorong LKM yang belum berbadan hukum agar segera mengajukan permohonan pengukuhan menjadi LKM sesuai Undang-undang LKM
- Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen (4)
32. Peningkatan budaya menabung dalam rangka mendukung peningkatan akses keuangan masyarakat
33. Edukasi dan akses keuangan UMKM dalam rangka mendorong peningkatan akses pembiayaan lembaga jasa keuangan (LJK) kepada UMKM dan mendorong capacity builing UMKM di bidang pengelolaan keuangan
34. Pemberdayaan konsumen dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri jasa keuangan maupun LJK
35. Pencegahan penghimpunan dana atau investasi tanpa izin dalam rangka meningkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga jasa keuangan formal
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad mengungkapkan, 35 kebijakan tersebut merupakan kebijakan lama, stimulus pelonggaran bersifat sementara dan kebijakan baru.
"Sebagian kebijakan ini ada yang sudah jalan atau baru diluncurkan," ujarnya,Jakarta, Sabtu (25/7/2015).
Muliaman menjelaskan, ada tiga tujuan dirilisnya 35 paket kebijakan ini. Pertama, OJK berharap industri keuangan berperan lebih besar dalam perekonomian nasional, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan akses keuangan di seluruh Indonesia.
"Kedua, berharap sektor keuangan punya daya tahan lebih kuat. Jadi kalau krisis datang, kita enggak khawatir lagi karena daya tahan industri keuangan kita sudah sangat kuat. Jadi stabilitas sistem keuangan lebih terjaga," terangnya.
Tujuan ketiga, lanjut dia, industri keuangan nasional diharapkan dapat membuka akses keuangan seluas-luasnya bagi masyarakat di seluruh wilayah Tanah Air. Terutama di pelosok daerah, sektor usaha mikro, kecil dan menengah.
"Kita ingin membantu agar ada ruang lebih besar buat industri keuangan nasional dalam situasi slow down ekonomi global dan domestik sekarang ini," kata Muliaman.
Detail dari 35 kebijakan tersebut, terdiri dari 12 kebijakan di sektor perbankan, 15 kebijakan di sektor pasar modal, empat kebijakan di sektor industri keuangan non bank serta empat kebijakan di bidang edukasi dan perlindungan konsumen.
Berikut detail 35 kebijakan OJK terkait industri keuangan:
1. Tagihan atau kredit yang dijamin pemerintah pusat dikenakan bobot risiko sebesar nol persen dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk risiko kredit
2. Bobot risiko untuk Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) ditetapkan sebesar 75 persen dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit
3. Penerapan penilaian "Prospek Usaha" sebagai salah satu persyaratan restrukturisasi kredit tanpa mempertimbangkan kondisi pasar maupun industri dari sektor usaha debitur
4. Pelaksanaan restrukturisasi kredit sebelum terjadinya penurunan kualitas kredit
5. Penurunan bobot risiko kredit beragun rumah tinggal non program pemerintah yang ditetapkan sebesar 35 persen tanpa mempertimbangkan nilai Loan to Value (LTV) dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit
6. Penurunan bobot risiko KPR Rumah Sehat Sejahtera (RSS) dalam rangka program Pemerintah Pusat Republik ditetapkan sebesar 20 persen, tanpa mempertimbangkan nilai LTV dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit
7. Penurunan bobot risiko Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijamin oleh Jamkrida dapat dikenakan bobot risiko sebesar 50 persen
8. Penilaian kualitas kredit kepada satu debitur atau satu proyek hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok atau bunga dinaikkan dari paling tinggi Rp 1 miliar menjadi paling tinggi Rp 5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok atau bunga
9. Penilaian kualitas kredit kepada UMKM dengan jumlah lebih dari Rp 5 miliar yang dikaitkan dengan peringkat penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko (KPMR) dan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank
10. Penetapan kualitas kredit setelah dilakukan restrukturisasi
11. Penetapan kualitas kredit setelah dilakukan restrukturisasi dengan tenggat waktu pembayaran
(grace period) pokok, selama masa grace period
12. Persyaratan peringkat komposit tingkat kesehatan bagi bank yang melakukan penyertaan modal dalam rangka :
a. Pendirian perusahaan yang akan mengambil alih aset kredit bermasalah dari bank yang sama sepanjang kepemilikan bank maksimum 20 persen dan tidak menjadi pengendali
b. Tambahan penyertaan untuk penyelamatan perusahaan anak berupa bank
- Sektor Pasar Modal (15)
13. Pengembangan infrastruktur pasar repurchase agreement (REPO), mencakup pengaturan mengenai REPO, pengembangan produk REPO, serta layanan settlement transaksi REPO yang dilengkapi monitoring dan konsep 3rd party REPO
14. Pengembangan UKM untuk go public mencakup penyusunan ketentuan untuk pengembangan UKM, serta pembuatan papan khusus untuk UKM
15. Penetapan Electronic Trading Platform (ETP), mencakup pengembangan trading platform surat utang terintegrasi yang digunakan oleh pelaku dan dimanfaatkan untuk kebutuhan pengawasan
16. Penggunaan bank sentral untuk penyelesaian transaksi, mencakup implementasi penggunaan bank sentral selain penggunaan bank pembayaran untuk layanan jasa penyelesaian dana di pasar modal
17. Rencana penerbitan produk derivatif Indonesia Government Bond Futures (IGBF), dalam rangka pengembangan Pasar Surat Berharga Negara (SBN)
18. Pengembangan obligasi daerah dalam rangka mendukung program pemerintah terkait pembangunan infrastruktur
19. Penggunaan Bond Index Surat Utang sebagai indikator acuan di pasar surat utang Indonesia yang digunakan secara luas oleh pelaku pasar
20. Perluasan produk investasi di pasar modal melalui Penerbitan Efek Beragun Aset-Surat Partisipasi (EBA-SP) untuk meningkatkan pertumbuhan pembiayaan perumahan di Indonesia serta membantu Lembaga Jasa Keuangan dalam memperoleh likuiditas dari pasar modal sebagai sumber pembiayaan yang terjangkau bagi masyarakat menengah dan keci
21. Peraturan Segmentasi Perizinan Wakil Perantara Pedagang Efek (WPPE) yang meliputi tiga tingkatan, yaitu WPPE, WPPE khusus pemasaran dan WPPE khusus agen pemasaran
22. Peraturan tentang Sistem Pengelolaan Investasi Terpadu dalam rangka mengoptimalisasi dan melakukan efisiensi atas proses transaksi dan operasional di dalam industri pengelolaan investasi
23. Penerapan Extensible Business Reporting Language (XBRL) dalam rangka penyediaan informasi yang akurat dan dapat diandalkan
24. Peningkatan BUMN dan anak BUMN yang go public dalam rangka membantu BUMN dalam penggalangan dana untuk kegiatan pengembangan usaha, sekaligus mendorong likuiditas pasar
25. Peraturan terkait pasar modal syariah dalam rangka memberikan relaksasi pengaturan dan kepastian hukum terkait efek syariah sehingga mempunyai level of playing field dengan efek konvensional
26. Implementasi Electronic Book Building dalam rangka meningkatkan transparansi dan fairness antar investor
27. Penerbitan pedoman tata kelola emiten atau perusahaan publik dalam rangka mendorong perusahaan untuk mempraktikkan tata kelola perusahaan yang baik
- Sektor IKNB (4) :
28. Relaksasi kebijakan non performing financing (NPF) perusahaan pembiayaan dalam rangka mendorong pertumbuhan piutang pembiayaan oleh industri perusahaan pembiayaan
29. Pengembangan asuransi pertanian untuk meningkatkan akses para petani ke sistem keuangan sehingga sektor pertanian nasional dapat terus bertumbuh dan berkembang
30. Pembentukan Rating Agency Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam rangka mengurangi isu asymmetric information dalam pendanaan UMKM dan menghadapi era MEA
31. Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM)yang difokuskan pada upaya mendorong LKM yang belum berbadan hukum agar segera mengajukan permohonan pengukuhan menjadi LKM sesuai Undang-undang LKM
- Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen (4)
32. Peningkatan budaya menabung dalam rangka mendukung peningkatan akses keuangan masyarakat
33. Edukasi dan akses keuangan UMKM dalam rangka mendorong peningkatan akses pembiayaan lembaga jasa keuangan (LJK) kepada UMKM dan mendorong capacity builing UMKM di bidang pengelolaan keuangan
34. Pemberdayaan konsumen dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri jasa keuangan maupun LJK
35. Pencegahan penghimpunan dana atau investasi tanpa izin dalam rangka meningkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga jasa keuangan formal
(izz)