67 Peraturan Menteri Biang Masalah Dwelling Time
A
A
A
JAKARTA - Deputi bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri, Kemenko Perekonomian Edy Putra Irawady menyatakan, sebanyak 67 peraturan menteri (permen) yang ada dalam proses dwelling time menjadi masalah utama waktu bongkar muat barang di pelabuhan. Hal tersebut mengkibatkan kebijakan antar kementerian dan lembaga (K/L) tumpang tindih.
"Akhir tahun lalu, banyak kementerian yang mengeluarkan Permen, bahkan mencapai 67 yang bakal memengaruhi proses dwelling time. Saat ini, kami masih lakukan uji forensik untuk lihat regulatory impact," ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jakarta, Selasa (4/8/2015).
Sebagai contoh, lanjut dia, soal peraturan Menteri Perdagangan untuk ritel terkait larangan penjualan minuman beralkohol. Hal ini berbanding terbalik dengan keinginan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk meningkatkan penerimaan cukai.
"Enggak sampai di sana. Tim kita sedang kerja lihat satu-satu. Bukan 67 saja. Banyak banget deh. Bisa banyak yang pro, bisa yang kontra. Sudah saya uji di Ancol dan ketemu pengusaha," ungkapnya.
"Nah, memang beban regulasi birokrasi tidak pernah kurang. Artinya, saya tidak fokus pada 67 itu. Tapi lihat bagaimana itu membebani konsumen dan produsen. Ujungnya dwelling time ini kan beban," jelasnya.
Dia mencontohkan, untuk negara sekelas Amerika Serikat (AS), pihak kementerian tidak berwenang mengeluarkan peraturan baru. Aturan baru hanya boleh dikeluarkan oleh pemimpin tertinggi negara, yaitu presiden.
"Mana ada di sana peraturan dikeluarkan kementerian. Paling rendah presiden. Kementerian itu surat edaran saja. Jadi, bakal ada kestabilan. Jadi, Menteri itu tidak mengeluarkan aturan sehingga tidak ada friksi," tandasnya.
Baca juga:
Ini Tiga Strategi Penting Tekan Dwelling Time
Sistem Online Dwelling Time Beroperasi 2016
Indonesia Tidak Punya Lagi Penopang Ekonomi Kuat
"Akhir tahun lalu, banyak kementerian yang mengeluarkan Permen, bahkan mencapai 67 yang bakal memengaruhi proses dwelling time. Saat ini, kami masih lakukan uji forensik untuk lihat regulatory impact," ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jakarta, Selasa (4/8/2015).
Sebagai contoh, lanjut dia, soal peraturan Menteri Perdagangan untuk ritel terkait larangan penjualan minuman beralkohol. Hal ini berbanding terbalik dengan keinginan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk meningkatkan penerimaan cukai.
"Enggak sampai di sana. Tim kita sedang kerja lihat satu-satu. Bukan 67 saja. Banyak banget deh. Bisa banyak yang pro, bisa yang kontra. Sudah saya uji di Ancol dan ketemu pengusaha," ungkapnya.
"Nah, memang beban regulasi birokrasi tidak pernah kurang. Artinya, saya tidak fokus pada 67 itu. Tapi lihat bagaimana itu membebani konsumen dan produsen. Ujungnya dwelling time ini kan beban," jelasnya.
Dia mencontohkan, untuk negara sekelas Amerika Serikat (AS), pihak kementerian tidak berwenang mengeluarkan peraturan baru. Aturan baru hanya boleh dikeluarkan oleh pemimpin tertinggi negara, yaitu presiden.
"Mana ada di sana peraturan dikeluarkan kementerian. Paling rendah presiden. Kementerian itu surat edaran saja. Jadi, bakal ada kestabilan. Jadi, Menteri itu tidak mengeluarkan aturan sehingga tidak ada friksi," tandasnya.
Baca juga:
Ini Tiga Strategi Penting Tekan Dwelling Time
Sistem Online Dwelling Time Beroperasi 2016
Indonesia Tidak Punya Lagi Penopang Ekonomi Kuat
(dmd)