Lesunya Ekonomi Bikin Kinerja Emiten Turun
A
A
A
JAKARTA - Kepala Riset PT MNC Securities Edwin Sebayang mengatakan, laju pertumbuhan ekonomi yang lesu menyebabkan kinerja emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) turun.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi atau produk domsetik bruto (PDB) mencerminkan kekuatan perekonomian Tanah Air.
"Sangat berdampak, ekonomi Indonesia turun pengaruhi kinerja emiten. Kelihatan sekali lesunya GDP (PDB) bikin kinerja emiten turun," ujarnya saat dihubungi Sindonews di Jakarta, Jumat (7/8/2015).
Edwin menjelaskan, beberapa kinerja saham emiten di BEI tercatat menurun, bahkan merugi karena melambatnya pertumbuhan ekonomi semester I tahun ini. Pada kuartal II, pertumbuhan ekonomi melambat menjadi 4,67% dibanding kuartal sebelumnya 4,71%.
"Yang berasa MNC36, dia punya pertumbuhan hanya 4,49% dari 32 emiten, dengan pertumbuhan profit 1,12% dan nett profit minus 3,7%," jelas Edwin.
Selanjutnya tidak berbeda jauh dengan indeks LQ45 yang kinerjanya hanya tumbuh 2,47% secara operate profit dan nett profit minus 3,2%.
"Sangat berdampak kepada emiten yang banyak bahan baku dari dolar Amerika Serikat (USD), impor dengan USD, punya utang luar negeri dan menurunnya debitor perbankan dalam USD," pungkasnya.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi atau produk domsetik bruto (PDB) mencerminkan kekuatan perekonomian Tanah Air.
"Sangat berdampak, ekonomi Indonesia turun pengaruhi kinerja emiten. Kelihatan sekali lesunya GDP (PDB) bikin kinerja emiten turun," ujarnya saat dihubungi Sindonews di Jakarta, Jumat (7/8/2015).
Edwin menjelaskan, beberapa kinerja saham emiten di BEI tercatat menurun, bahkan merugi karena melambatnya pertumbuhan ekonomi semester I tahun ini. Pada kuartal II, pertumbuhan ekonomi melambat menjadi 4,67% dibanding kuartal sebelumnya 4,71%.
"Yang berasa MNC36, dia punya pertumbuhan hanya 4,49% dari 32 emiten, dengan pertumbuhan profit 1,12% dan nett profit minus 3,7%," jelas Edwin.
Selanjutnya tidak berbeda jauh dengan indeks LQ45 yang kinerjanya hanya tumbuh 2,47% secara operate profit dan nett profit minus 3,2%.
"Sangat berdampak kepada emiten yang banyak bahan baku dari dolar Amerika Serikat (USD), impor dengan USD, punya utang luar negeri dan menurunnya debitor perbankan dalam USD," pungkasnya.
(rna)