KPPU Cium Ada Kartel Dibalik Melonjaknya Harga Daging
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mensinyalir adanya kartel dibalik melonjaknya harga daging sapi dalam waktu belakangan. Hal ini lantaran bentuk tataniaga sapi di Indonesia salah.
Dalam keterangan tertulisnya yang diterima Sindonews, bentuk tataniaga di mana pasokan dibatasi pada tingkat yang sama dengan permintaan. Pasokan tidak diperbolehkan melebihi permintaan karena dikhawatirkan akan mendorong jatuhnya harga yang merugikan petani atau peternak.
"Terbatasnya pasokan hanya sebesar permintaan, sesungguhnya merupakan sinyal bagi pelaku usaha bahwa pasokan kini terbatas dan semuanya ada di tangan mereka yang berada di jalur distribusi saat ini," kata keterangan dalam rilis KPPU di Jakarta, Selasa (11/8/2015).
Harga daging sapi yang kini bertengger di harga Rp120.000-Rp130.000/Kg, dan tidak bergerak turun pasca lebaran memperkuat fakta bahwa konsep tataniaga daging telah memperkuat kekuatan pasar pelaku usaha yang berada di jejaring distribusi.
Dalam konteks tataniaga, pasokan daging hanya boleh sama dengan permintaan menyebabkan pasar sesungguhnya tidak bekerja. Mekanisme distribusi hanyalah penyaluran dari tempat produksi ke pasar.
"Dalam konteks ini, maka pelaku usaha dijejaring distribusi tahu betul bahwa pasokan hanya ada pada mereka, sehingga mereka akan bisa mendikte pasar atas nama mekanisme pasar. Dengan model seperti ini, maka potensi terjadinya kartel sangat besar," imbuh dia.
Untuk mengatasi masalah ini, dapat dilakukan dengan cara intervensi pemerintah. Pemerintah harus konsisten dengan melakukan tataniaga secara utuh.
"Apabila sisi hulu diintervensi dengan pembatasan pasokan, maka di sisi hilir Pemerintah juga harus melakukan intervensi antara lain melalui penetapan harga di tangan konsumen serta kewajiban menjaga ketersediaan produk di pasar," tandasnya.
Dalam keterangan tertulisnya yang diterima Sindonews, bentuk tataniaga di mana pasokan dibatasi pada tingkat yang sama dengan permintaan. Pasokan tidak diperbolehkan melebihi permintaan karena dikhawatirkan akan mendorong jatuhnya harga yang merugikan petani atau peternak.
"Terbatasnya pasokan hanya sebesar permintaan, sesungguhnya merupakan sinyal bagi pelaku usaha bahwa pasokan kini terbatas dan semuanya ada di tangan mereka yang berada di jalur distribusi saat ini," kata keterangan dalam rilis KPPU di Jakarta, Selasa (11/8/2015).
Harga daging sapi yang kini bertengger di harga Rp120.000-Rp130.000/Kg, dan tidak bergerak turun pasca lebaran memperkuat fakta bahwa konsep tataniaga daging telah memperkuat kekuatan pasar pelaku usaha yang berada di jejaring distribusi.
Dalam konteks tataniaga, pasokan daging hanya boleh sama dengan permintaan menyebabkan pasar sesungguhnya tidak bekerja. Mekanisme distribusi hanyalah penyaluran dari tempat produksi ke pasar.
"Dalam konteks ini, maka pelaku usaha dijejaring distribusi tahu betul bahwa pasokan hanya ada pada mereka, sehingga mereka akan bisa mendikte pasar atas nama mekanisme pasar. Dengan model seperti ini, maka potensi terjadinya kartel sangat besar," imbuh dia.
Untuk mengatasi masalah ini, dapat dilakukan dengan cara intervensi pemerintah. Pemerintah harus konsisten dengan melakukan tataniaga secara utuh.
"Apabila sisi hulu diintervensi dengan pembatasan pasokan, maka di sisi hilir Pemerintah juga harus melakukan intervensi antara lain melalui penetapan harga di tangan konsumen serta kewajiban menjaga ketersediaan produk di pasar," tandasnya.
(izz)