Catatan Penting DPR untuk Pemerintah terkait RAPBN 2016
A
A
A
JAKARTA - Meski Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2016 telah dibeberkan pemerintah, namun ada beberapa catatan yang dilontarkan DPR atas rancangan ini.
Salah satu yang yang memberikan koreksi adalah Fraksi Partai Gerindra yang memberikan beberapa tanggapan mengenai RAPBN 2015 yang disampaikan pemerintah pada Nota Keuangan 2015 pekan lalu.
"Setelah memahami pidato Presiden RI dan nota keuangan, kami dari Fraksi Gerindra menanggapi beberapa poin. Pertama, masih belum ada perubahan fundamental di RAPBN 2016 dibanding APBNP 2015. Kedua, pertumbuhan ekonomi mencerminkan minimnya upaya pemerintah yang hanya bisa mencapai pertumbuhan di angka 5,5%," kata Juru Bicara Fraksi Partai Gerindra Rachel Maryam Sayidina di Jakarta, Kamis (20/8/2015).
Rachel mengatakan, angka 5,5% tersebut sebetulnya bisa dicapai dengan hasil upaya masyarakat tanpa dorongan masyarakat dan ini tidak sesuai dengan cerminan semangat kerja, kerja, kerja yang dijanjikan pemerintah.
Ketiga, inflasi yang ditargetkan 4,7% baru menunjukkan angka agregat, dan belum menunjukkan dampak inflasi yang dirasakan masyarakat Indonesia. Pasalnya, masyarakat bawah selalu merasakan inflasi di bahan pokok.
"Keempat, kurs optimistis di angka Rp13.400/USD. Ini berhadapan dengan perbaikan ekonomi AS, perlambatan China, depresiasi yuan, dan pemulihan ekonomi Eropa dan Jepang. Apakah kondisi ini akan berpengaruh positif atau justru negatif? Apalagi saat ini sudah melorot tembus Rp13.800/USD," katanya.
Kelima, SPN 5,5% lebih rendah dari tingkat suku bunga 7,5% yang dimiliki BI. Ini agaknya terasa janggal, karena dalam sejarahnya SPN selalu di atas suku bunga acuan BI.
Keenam, lifting minyak Rp830 ribu barel/hari tidak menunjukkan adanya peningkatan dari tahun sebelumnya. Tidak ada upaya mengurangi ketergantungan impor.
Ketujuh, target pajak yang tidak masuk akal di angka Rp1.565 triliun terlalu tinggi dan rasanya tidak mungkin dapat dicapai.
Kedelapan, apresiasi kebijakan yang akan mengalokasikan infastruktur Rp313,5 triliun, anggarannya lebih besar dari APBNP 2015.
"Namun masalahnya bagaimana merealisasikannya. Hingga saat ini penyerapan APBNP 2015 baru sebesar 26%. Dan saat ini sudah Agustus. Kami mengharap pemerintah bekerja lebih keras," katanya.
Kesembilan, dana transfer dan dana desa naik. tapi sayang diutamakannya yang di Dana Alokasi Khusus (DAK), sehingga masih terpusat. Kebijakan ini setengah tiang, karena kenaikan dana transfer tidak diberikan langsung ke daerah tapi melalui DAK.
Kesepuluh, soal subsidi, pemerintah dinilai gagal dalam memahami tujuan mandat tertinggi. Pemerintah diberi kewenanagn untuk menguasai bumi air untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dan juga faktor produksi penting bagi negara, harus dikuasai negara.
Kesebelas, kondisi utang harus harus diwaspadai bukan hanya sekadar aspek rasio terhadap PDB.
Sementara, catatan dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) yang dibacakan oleh Laila Istiana mencatat, target pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,5% lebih rendah dari target 2015 yaitu 5,7%.
"Target itu didasari keyakinan bahwa 2016 akan lebih baik dibanding PE 2015 yang diperkirakan di bawah 5%. Kami lihat target 2016 sangat ambisius. Mengingat Semester I hanya 4,7%. Kami meminta pemerintah revisi target ke 5,2%," kata Laila.
Kedua, inflasi 4,7% lebih rendah dari 2015 sebesar 5%. Potensi inflasi di atas 5% masih bisa terjadi di 2016. Fraksi PAN meminta pemerintah tangani serius dampak administered price baik rencana kenaikan harga BBM dan elpiji. Penting pemberantasan kartel pangan seperti beras, cabai dan daging.
"Ketiga, kurs akan semakin melemah di 2016. Kami mendorong pemerintah ekspor dan kurangi impor barang modal agar memperbaiki CAD 2,5%, dan meminta BI kerja keras san kerja kerdas termasuk suku bunga BI dibawah 7% agar investasi lembali normal," katanya.
Keempat, suku bunga SPN 5,5% lebih rendah dari 2015 sebesar 6,2%. Sebab dampak krisis yunani dan kenaikan Fed Rate. Kelima, lifting minyak Rp830 ribu barel per hari dibanding 2015 sebersar Rp825 ribu barel perhari. Realisasi produksi rata-rata minyak mentah siap jual di Semester I/2015 (Desember-Mei) Rp750,6 ribu barel per hari.
"Kami meminta pemerintah awasi produksi minyak di beberapa lokasi termasuk Blok Cepu. Kami mendesak pemerintah serius laksanakan energi alternatif seperti bio, energi matahari, air, gelombang air laut dan EBTKE," tutup dia.
Salah satu yang yang memberikan koreksi adalah Fraksi Partai Gerindra yang memberikan beberapa tanggapan mengenai RAPBN 2015 yang disampaikan pemerintah pada Nota Keuangan 2015 pekan lalu.
"Setelah memahami pidato Presiden RI dan nota keuangan, kami dari Fraksi Gerindra menanggapi beberapa poin. Pertama, masih belum ada perubahan fundamental di RAPBN 2016 dibanding APBNP 2015. Kedua, pertumbuhan ekonomi mencerminkan minimnya upaya pemerintah yang hanya bisa mencapai pertumbuhan di angka 5,5%," kata Juru Bicara Fraksi Partai Gerindra Rachel Maryam Sayidina di Jakarta, Kamis (20/8/2015).
Rachel mengatakan, angka 5,5% tersebut sebetulnya bisa dicapai dengan hasil upaya masyarakat tanpa dorongan masyarakat dan ini tidak sesuai dengan cerminan semangat kerja, kerja, kerja yang dijanjikan pemerintah.
Ketiga, inflasi yang ditargetkan 4,7% baru menunjukkan angka agregat, dan belum menunjukkan dampak inflasi yang dirasakan masyarakat Indonesia. Pasalnya, masyarakat bawah selalu merasakan inflasi di bahan pokok.
"Keempat, kurs optimistis di angka Rp13.400/USD. Ini berhadapan dengan perbaikan ekonomi AS, perlambatan China, depresiasi yuan, dan pemulihan ekonomi Eropa dan Jepang. Apakah kondisi ini akan berpengaruh positif atau justru negatif? Apalagi saat ini sudah melorot tembus Rp13.800/USD," katanya.
Kelima, SPN 5,5% lebih rendah dari tingkat suku bunga 7,5% yang dimiliki BI. Ini agaknya terasa janggal, karena dalam sejarahnya SPN selalu di atas suku bunga acuan BI.
Keenam, lifting minyak Rp830 ribu barel/hari tidak menunjukkan adanya peningkatan dari tahun sebelumnya. Tidak ada upaya mengurangi ketergantungan impor.
Ketujuh, target pajak yang tidak masuk akal di angka Rp1.565 triliun terlalu tinggi dan rasanya tidak mungkin dapat dicapai.
Kedelapan, apresiasi kebijakan yang akan mengalokasikan infastruktur Rp313,5 triliun, anggarannya lebih besar dari APBNP 2015.
"Namun masalahnya bagaimana merealisasikannya. Hingga saat ini penyerapan APBNP 2015 baru sebesar 26%. Dan saat ini sudah Agustus. Kami mengharap pemerintah bekerja lebih keras," katanya.
Kesembilan, dana transfer dan dana desa naik. tapi sayang diutamakannya yang di Dana Alokasi Khusus (DAK), sehingga masih terpusat. Kebijakan ini setengah tiang, karena kenaikan dana transfer tidak diberikan langsung ke daerah tapi melalui DAK.
Kesepuluh, soal subsidi, pemerintah dinilai gagal dalam memahami tujuan mandat tertinggi. Pemerintah diberi kewenanagn untuk menguasai bumi air untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dan juga faktor produksi penting bagi negara, harus dikuasai negara.
Kesebelas, kondisi utang harus harus diwaspadai bukan hanya sekadar aspek rasio terhadap PDB.
Sementara, catatan dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) yang dibacakan oleh Laila Istiana mencatat, target pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,5% lebih rendah dari target 2015 yaitu 5,7%.
"Target itu didasari keyakinan bahwa 2016 akan lebih baik dibanding PE 2015 yang diperkirakan di bawah 5%. Kami lihat target 2016 sangat ambisius. Mengingat Semester I hanya 4,7%. Kami meminta pemerintah revisi target ke 5,2%," kata Laila.
Kedua, inflasi 4,7% lebih rendah dari 2015 sebesar 5%. Potensi inflasi di atas 5% masih bisa terjadi di 2016. Fraksi PAN meminta pemerintah tangani serius dampak administered price baik rencana kenaikan harga BBM dan elpiji. Penting pemberantasan kartel pangan seperti beras, cabai dan daging.
"Ketiga, kurs akan semakin melemah di 2016. Kami mendorong pemerintah ekspor dan kurangi impor barang modal agar memperbaiki CAD 2,5%, dan meminta BI kerja keras san kerja kerdas termasuk suku bunga BI dibawah 7% agar investasi lembali normal," katanya.
Keempat, suku bunga SPN 5,5% lebih rendah dari 2015 sebesar 6,2%. Sebab dampak krisis yunani dan kenaikan Fed Rate. Kelima, lifting minyak Rp830 ribu barel per hari dibanding 2015 sebersar Rp825 ribu barel perhari. Realisasi produksi rata-rata minyak mentah siap jual di Semester I/2015 (Desember-Mei) Rp750,6 ribu barel per hari.
"Kami meminta pemerintah awasi produksi minyak di beberapa lokasi termasuk Blok Cepu. Kami mendesak pemerintah serius laksanakan energi alternatif seperti bio, energi matahari, air, gelombang air laut dan EBTKE," tutup dia.
(izz)