Rupiah Anjlok, Harga Rumah Mewah Terkerek 20%
A
A
A
JAKARTA - Realestat Indonesia (REI) menyebut, anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) membuat harga rumah mewah terkerek hingga 20%.
Ketua Umum REI Eddy Hussy menuturkan, kendati pasar rumah mewah saat ini tengah mengalami penurunan akibat pertumbuhan ekonomi yang melambat, namun pengembang tetap terpaksa menaikkan harganya hingga 20% agar tidak semakin merugi. Hal ini karena sebagian besar komponen rumah mewah dipasok dari luar negeri.
"Itu ada kenaikan 10-20% karena ada sebagian komponen impor, seperti lift. Kalau mereka pakai marmer, itu impor, yang kitchen set juga impor. Yang itu ada koreksi harga," kata Eddy di Intiland Tower, Jakarta, Jumat (21/8/2015).
Untuk pembangunan rusunami, sambung dia, kendati ada penyesuaian harga, namun tidak terlampau signifikan. Pasalnya, pembangunan rusunami didominasi produk lokal ketimbang produk impor.
"Karena keramik lokal dan kita lihat Krakatau Steel penjualan besi turun, penjualan semen juga turun. Dengan turun penjualan ini, saya pikir enggak akan berani tentukan harga," imbuh dia.
Eddy menambahkan, ambruknya nilai tukar rupiah terhadap USD juga membuat kontraktor enggan melakukan pembangunan perumahan baru. Mereka cenderung wait and see, bahkan hingga ke level penjual alat bangunan.
"Kita tanya kontraktor, belum banyak kasih harga. Belum tahu ini. Kalau kerjaan baru agak menunggu. Mereka enggak tahu harga material itu naik siginifkan atau enggak. Yang jual material pun masih menahan. Mereka kalau naik masih sedikit, belum berani. Walaupun belum tahu berapa kenaikan persentasenya," pungkasnya.
Baca:
Pembatasan Pengguna Listrik Ganjal Program Sejuta Rumah
Kebijakan LTV Kurang Dongkrak Penjualan Properti
Ketua Umum REI Eddy Hussy menuturkan, kendati pasar rumah mewah saat ini tengah mengalami penurunan akibat pertumbuhan ekonomi yang melambat, namun pengembang tetap terpaksa menaikkan harganya hingga 20% agar tidak semakin merugi. Hal ini karena sebagian besar komponen rumah mewah dipasok dari luar negeri.
"Itu ada kenaikan 10-20% karena ada sebagian komponen impor, seperti lift. Kalau mereka pakai marmer, itu impor, yang kitchen set juga impor. Yang itu ada koreksi harga," kata Eddy di Intiland Tower, Jakarta, Jumat (21/8/2015).
Untuk pembangunan rusunami, sambung dia, kendati ada penyesuaian harga, namun tidak terlampau signifikan. Pasalnya, pembangunan rusunami didominasi produk lokal ketimbang produk impor.
"Karena keramik lokal dan kita lihat Krakatau Steel penjualan besi turun, penjualan semen juga turun. Dengan turun penjualan ini, saya pikir enggak akan berani tentukan harga," imbuh dia.
Eddy menambahkan, ambruknya nilai tukar rupiah terhadap USD juga membuat kontraktor enggan melakukan pembangunan perumahan baru. Mereka cenderung wait and see, bahkan hingga ke level penjual alat bangunan.
"Kita tanya kontraktor, belum banyak kasih harga. Belum tahu ini. Kalau kerjaan baru agak menunggu. Mereka enggak tahu harga material itu naik siginifkan atau enggak. Yang jual material pun masih menahan. Mereka kalau naik masih sedikit, belum berani. Walaupun belum tahu berapa kenaikan persentasenya," pungkasnya.
Baca:
Pembatasan Pengguna Listrik Ganjal Program Sejuta Rumah
Kebijakan LTV Kurang Dongkrak Penjualan Properti
(rna)