Mitos Seputar KPR

Rabu, 26 Agustus 2015 - 09:25 WIB
Mitos Seputar KPR
Mitos Seputar KPR
A A A
Lewat program kredit pemilikan rumah (KPR) Anda dan pasangan bisa memiliki rumah idaman. Namun, sebelum memutuskan mengambil keputusan, ada baiknya Anda mencermati sejumlah hal agar tidak terjebak pada mitos seputar KPR yang beredar di masyarakat dan sering menyesatkan.

KPR dibuat untuk dapat membantu masyarakat, khususnya yang berasal dari kalangan kurang mampu atau menengah ke bawah untuk bisa mendapatkan rumah sebagai tempat tinggal yang layak. Meskipun istilah ini cukup dikenal luas, dalam kenyataannya, banyak sekali yang masih kurang mengerti detail dan tata cara dari program KPR ini.

Beberapa mitos bahkan dipercaya oleh masyarakat mengenai program KPR yang ternyata salah kaprah. Diantaranya, banyak masyarakat yang mengira hanya perlu menabung untuk membayar uang muka rumah (DP/down payment). Salah satu pengeluaran terbesar dalam membeli rumah adalah membayar uang muka, sebanyak 10% – 30% dari harga jual rumah.

Akan tetapi, jangan lupakan biaya-biaya tambahan lain saat membeli rumah, yaitu bea meterai, biaya aplikasi, biaya penilaian, biaya legal, dan asuransi KPR. Untuk memenuhi semua biaya tersebut, ada baiknya Anda harus mempertahankan dana taktis atau dana cadangan yang memiliki jumlah sekitar tiga bulan gaji sehingga Anda akan merasa aman di masa depan.

Mitos lainnya adalah semakin besar uang muka, semakin baik. Membayar uang muka lebih besar dari yang ditetapkan, memang membuat jumlah pinjaman lebih kecil, sehingga cicilan bulanan pun lebih ringan. Akan tetapi, hal tersebut menyebabkan uang Anda banyak tersedot, sehingga tidak memiliki dana untuk biaya perbaikan rumah atau keperluan lain.

Ada baiknya Anda menyimpan kelebihan uang muka tersebut untuk keadaan darurat. Ada lagi yang berpendapat, membayar cicilan lebih besar untuk mempersingkat tenor. Kecuali Anda memiliki KPR Flexi, membayar cicilan bulanan lebih dari yang diwajibkan mungkin hanya akan memberi sedikit keuntungan bagi Anda.

Lebih jauh lagi, dalam periode lock-in yang biasanya diterapkan pada sebagian besar pinjaman rumah sekarang ini, Anda bahkan dapat diberi penalti karena menyelesaikan secara lunas pinjaman rumah Anda. Mitos lainnya misalnya, melakukan refinancing KPR adalah sebuah ide buruk. Refinancing adalah mengambil KPR atau pinjaman rumah baru untuk melunasi pinjaman rumah lama.

Refinancing, dengan asumsi dilakukan setelah periode lock-in dari pinjaman rumah yang lama, dapat menghasilkan penurunan jumlah cicilan bulanan yang signifikan, tetapi juga dapat mengakibatkan efek finansial yang merugikan.

Saat mempertimbangkan untuk refinancing, penting untuk dipertimbangkan penghematan bunga dari pinjaman rumah lama dan biaya awal (jika ada) serta suku bunga pinjaman baru. Hal kedua sangat penting, karena suku bunga bisa lebih rendah di tahun pertama tetapi lebih tinggi di tahun-tahun berikutnya.

Lalu, banyak juga masyarakat yang mengaku menunggu usia tepat untuk membeli rumah. Banyak orang yang menunda pembelian rumah, khususnya menggunakan fasilitas KPR. Umumnya mereka takut tak dapat melunasi cicilan tersebut, karena utang KPR bisa memakan waktu hingga dua dekade untuk lunas.

Namun, di sisi lain, Anda harus memerhatikan satu hal. Jika Anda karyawan, batas usia maksimal saat melunasi KPR adalah 55 tahun, sedangkan untuk pengusaha atau wiraswastawan, batas usianya sekitar 65 tahun. Jadi, semakin dini mengambil cicilan KPR, semakin besar kesempatan Anda mengambil jangka waktu kredit atau tenor yang cukup panjang.

Jika Anda karyawan berumur 25 tahun, Anda bisa mengajukan kredit sampai 30 tahun (tergantung bank). Tetapi, jika Anda berusia 40 tahun, Anda hanya dapat mengambil tenor maksimal 15 tahun. Ingat, tenor pinjaman yang lebih pendek berarti cicilan bulanan lebih besar.

Rendra Hanggara
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7122 seconds (0.1#10.140)