Sokong Keuangan, ADB Utangi RI Rp5,6 Triliun
A
A
A
JAKARTA - Asian Development Bank (ADB) telah menyetujui pinjaman program senilai USD400 juta atau sekitar Rp5,6 triliun (kurs Rp14.000/USD) untuk membantu Indonesia memperkuat sektor keuangan, termasuk memperluas akses ke layanan keuangan bagi rumah tangga miskin.
"Sektor keuangan yang dalam, likuid, dan efisien sangat penting bagi stabilitas dan pertumbuhan. Dukungan ADB ini selaras dengan upaya reformasi tersebut, termasuk memperkuat operasional Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator sektor keuangan yang baru," ujar Direktur Jenderal ADB untuk Asia Tenggara James Nugent dalam rilisnya yang diterima Sindonews di Jakarta, Selasa (1/9/2015).
Ekonomi Indonesia saat ini berada di persimpangan, dengan pertumbuhan menurun dari 6,4% pada 2010 menjadi 4,7% pada semester pertama tahun ini akibat melemahnya harga komoditas dan pengetatan kebijakan makroekonomi. Selain itu, ketimpangan pendapatan rumah tangga juga meningkat.
"Dengan terjalinnya kaitan antara pengembangan sektor finansial dan tingkat pertumbuhan, saat ini diperlukan reformasi untuk meningkatkan akses pada jasa keuangan, yang penting untuk mengurangi ketimpangan pendapatan," jelas Ekonom Sktor Publik ADB Sani Ismail.
Sementara, dari aspek akses kepada sektor keuangan, hanya sekitar 22% dari 40% penduduk termiskin di Indonesia yang memiliki rekening tabungan, dan hanya 13% sudah pernah menabung di institusi keuangan.
Sebagai otoritas keuangan independen terpadu, OJK dibentuk untuk mengatur semua layanan keuangan di Indonesia, dan pemerintah telah menetapkan prioritas reformasi kebijakan.
Termasuk, meningkatkan sektor pasar modal dan lembaga keuangan bukan bank, serta mendorong akses yang lebih luas ke layanan keuangan. Program Pengembangan dan Inklusi Pasar Keuangan dari ADB mendukung agenda reformasi pemerintah tersebut.
"Program ini mencakup dibentuknya kerangka pemberdaya yang lebih kuat bagi pasar modal, yang akan mendorong diversifikasi produk, termasuk makin banyaknya instrumen modal berbasis syariah," terangnya.
Untuk meningkatkan akses keuangan bagi kelompok miskin, pemerintah telah menerbitkan Undang-undang tentang Lembaga Keuangan Mikro, sedangkan OJK juga telah memprakarsai Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai).
Program ADB ini ditujukan untuk memperluas akses ke layanan keuangan bagi penduduk termiskin Indonesia sebanyak 25% pada 2020, selaras dengan target pemerintah. Program kemitraan ADB dengan pemerintah dan OJK ini akan berlangsung hingga Juni 2019.
"Sektor keuangan yang dalam, likuid, dan efisien sangat penting bagi stabilitas dan pertumbuhan. Dukungan ADB ini selaras dengan upaya reformasi tersebut, termasuk memperkuat operasional Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator sektor keuangan yang baru," ujar Direktur Jenderal ADB untuk Asia Tenggara James Nugent dalam rilisnya yang diterima Sindonews di Jakarta, Selasa (1/9/2015).
Ekonomi Indonesia saat ini berada di persimpangan, dengan pertumbuhan menurun dari 6,4% pada 2010 menjadi 4,7% pada semester pertama tahun ini akibat melemahnya harga komoditas dan pengetatan kebijakan makroekonomi. Selain itu, ketimpangan pendapatan rumah tangga juga meningkat.
"Dengan terjalinnya kaitan antara pengembangan sektor finansial dan tingkat pertumbuhan, saat ini diperlukan reformasi untuk meningkatkan akses pada jasa keuangan, yang penting untuk mengurangi ketimpangan pendapatan," jelas Ekonom Sktor Publik ADB Sani Ismail.
Sementara, dari aspek akses kepada sektor keuangan, hanya sekitar 22% dari 40% penduduk termiskin di Indonesia yang memiliki rekening tabungan, dan hanya 13% sudah pernah menabung di institusi keuangan.
Sebagai otoritas keuangan independen terpadu, OJK dibentuk untuk mengatur semua layanan keuangan di Indonesia, dan pemerintah telah menetapkan prioritas reformasi kebijakan.
Termasuk, meningkatkan sektor pasar modal dan lembaga keuangan bukan bank, serta mendorong akses yang lebih luas ke layanan keuangan. Program Pengembangan dan Inklusi Pasar Keuangan dari ADB mendukung agenda reformasi pemerintah tersebut.
"Program ini mencakup dibentuknya kerangka pemberdaya yang lebih kuat bagi pasar modal, yang akan mendorong diversifikasi produk, termasuk makin banyaknya instrumen modal berbasis syariah," terangnya.
Untuk meningkatkan akses keuangan bagi kelompok miskin, pemerintah telah menerbitkan Undang-undang tentang Lembaga Keuangan Mikro, sedangkan OJK juga telah memprakarsai Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai).
Program ADB ini ditujukan untuk memperluas akses ke layanan keuangan bagi penduduk termiskin Indonesia sebanyak 25% pada 2020, selaras dengan target pemerintah. Program kemitraan ADB dengan pemerintah dan OJK ini akan berlangsung hingga Juni 2019.
(izz)