Biaya KPR yang Terabaikan
A
A
A
Bagi sebagian orang awam, kehadiran biaya ekstra pada saat pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR) sering kali terabaikan.
Tak jarang hal ini menjadi alasan mereka membatalkan pengajuan KPR. Karena itu, ada baiknya me-ngetahui biaya-biaya tambahan apa saja yang dikeluarkan untuk mengurus KPR.
Memiliki rumah baru merupakan dambaan setiap orang dan tentunya membeli rumah secara cash jauh lebih menguntungkan ketimbang membeli rumah dengan cara mencicil. Namun, apa daya harga rumah yang melambung tinggi, membeli rumah secara KPR pun menjadi primadona di kalangan masyarakat.
Namun, perlu diketahui bahwa dengan membeli rumah secara KPR, berarti Anda telah siap untuk menanggung segala biaya tambahan di luar harga rumah yang sudah disepakati. Dan harap diingat, Anda tidak dibebankan biaya cicilan semata. Selain itu, masih banyak jenis biaya lain yang mesti dipenuhi calon debitur. Nah, buat Anda yang kebetulan sedang berencana membeli rumah, ada baiknya mengetahui lima biaya tambahan yang dikeluarkan untuk mengurus KPR. Pertama, biaya notaris.
Baik pengembang perumahan maupun bank memiliki notaris masingmasing yang melakukan pengurusan berbagai dokumen, misalnya akta jual beli (AJB), akta perjanjian KPR, pembuatan sertifikat, bea balik nama, dan lain-lain. Biaya untuk notaris ini cukup tinggi dan yang harus membayar jasa mereka adalah calon pemohon KPR, yaitu Anda sendiri.
Ada beberapa solusi yang bisa dilakukan untuk menekan biaya notaris ini agar tidak terlalu tinggi, misalnya mencari saudara atau teman yang bekerja sebagai notaris untuk membantu Anda. Cara lain bisa juga dengan bernegosiasi dengan pihak pengembang perumahan untuk patungan membayar notaris kepengurusan KPR.
Usahakan melakukan negosiasi ini saat Anda bernegosiasi soal harga rumah. Lumayan kalau beruntung Anda bisa menghemat hingga Rp5 juta. Lalu ada pajak penjualan dan pembelian. Calon penerima KPR juga harus merogoh kocek untuk biaya pajak penjualan dan pembelian. Besarnya pajak penjualan adalah 5% dari total transaksi.
Sementara, pajak pembelian lazimnya disebut bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) yang besarnya 5% dari (harga transaksi dikurangi nilai jual objek pajak tidak kena pajak atau NJOPTKP). Misalnya Anda membeli bangunan yang memiliki NJOPTKP senilai Rp100 juta, maka pajak yang harus Anda bayar itu adalah 5% x (total transaksi-Rp100 juta).
Terkadang banyak juga dari penjual rumah yang tidak tahu bahwa mereka harus membayar pajak penjualan, dan akhirnya biaya pajak dibebankan seluruhnya ke pembeli. Jadi, Anda harus kritis untuk mengeceknya. Terdapat juga biaya provisi. Biaya provisi ini besarnya 1% dari total pinjaman KPR yang Anda ajukan dan harus dilunasi sebelum akad kredit KPR dilakukan.
Misalnya Anda memohon plafon KPR sebesar Rp500 juta, maka biaya provisinya adalah Rp5 juta. Apakah biaya provisi itu maksudnya biaya administrasi? Betul, memang maksudnya sama, yaitu bank akan menggunakan biaya tersebut untuk administrasi kepengurusan KPR.
Rendra Hanggara
Tak jarang hal ini menjadi alasan mereka membatalkan pengajuan KPR. Karena itu, ada baiknya me-ngetahui biaya-biaya tambahan apa saja yang dikeluarkan untuk mengurus KPR.
Memiliki rumah baru merupakan dambaan setiap orang dan tentunya membeli rumah secara cash jauh lebih menguntungkan ketimbang membeli rumah dengan cara mencicil. Namun, apa daya harga rumah yang melambung tinggi, membeli rumah secara KPR pun menjadi primadona di kalangan masyarakat.
Namun, perlu diketahui bahwa dengan membeli rumah secara KPR, berarti Anda telah siap untuk menanggung segala biaya tambahan di luar harga rumah yang sudah disepakati. Dan harap diingat, Anda tidak dibebankan biaya cicilan semata. Selain itu, masih banyak jenis biaya lain yang mesti dipenuhi calon debitur. Nah, buat Anda yang kebetulan sedang berencana membeli rumah, ada baiknya mengetahui lima biaya tambahan yang dikeluarkan untuk mengurus KPR. Pertama, biaya notaris.
Baik pengembang perumahan maupun bank memiliki notaris masingmasing yang melakukan pengurusan berbagai dokumen, misalnya akta jual beli (AJB), akta perjanjian KPR, pembuatan sertifikat, bea balik nama, dan lain-lain. Biaya untuk notaris ini cukup tinggi dan yang harus membayar jasa mereka adalah calon pemohon KPR, yaitu Anda sendiri.
Ada beberapa solusi yang bisa dilakukan untuk menekan biaya notaris ini agar tidak terlalu tinggi, misalnya mencari saudara atau teman yang bekerja sebagai notaris untuk membantu Anda. Cara lain bisa juga dengan bernegosiasi dengan pihak pengembang perumahan untuk patungan membayar notaris kepengurusan KPR.
Usahakan melakukan negosiasi ini saat Anda bernegosiasi soal harga rumah. Lumayan kalau beruntung Anda bisa menghemat hingga Rp5 juta. Lalu ada pajak penjualan dan pembelian. Calon penerima KPR juga harus merogoh kocek untuk biaya pajak penjualan dan pembelian. Besarnya pajak penjualan adalah 5% dari total transaksi.
Sementara, pajak pembelian lazimnya disebut bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) yang besarnya 5% dari (harga transaksi dikurangi nilai jual objek pajak tidak kena pajak atau NJOPTKP). Misalnya Anda membeli bangunan yang memiliki NJOPTKP senilai Rp100 juta, maka pajak yang harus Anda bayar itu adalah 5% x (total transaksi-Rp100 juta).
Terkadang banyak juga dari penjual rumah yang tidak tahu bahwa mereka harus membayar pajak penjualan, dan akhirnya biaya pajak dibebankan seluruhnya ke pembeli. Jadi, Anda harus kritis untuk mengeceknya. Terdapat juga biaya provisi. Biaya provisi ini besarnya 1% dari total pinjaman KPR yang Anda ajukan dan harus dilunasi sebelum akad kredit KPR dilakukan.
Misalnya Anda memohon plafon KPR sebesar Rp500 juta, maka biaya provisinya adalah Rp5 juta. Apakah biaya provisi itu maksudnya biaya administrasi? Betul, memang maksudnya sama, yaitu bank akan menggunakan biaya tersebut untuk administrasi kepengurusan KPR.
Rendra Hanggara
(ars)