Alasan Kemenkeu PMK Defisit Keuangan Terbit Agustus
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) setiap tahun menyiapkan proyeksi pelebaran defisit keuangan negara yang dikeluarkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Peraturan yang juga ada dalam Undang-Undang APBN tersebut biasanya keluar setiap tahun pada Desember, namun kali ini Agustus tahun ini sudah keluar.
Hal ini disinyalir merupakan efek ketakutan pemerintah terhadap ancaman defisit negara yang kian melebar. Namun, anggapan tersebut dibantah Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Marwanto.
Menurutnya, ini merupakan upaya kesiapan pemerintah saja terkait pelemahan ekonomi global yang terjadi hingga pertengahan 2015. Maka pemerintah membuat semacam prognosa.
"Kan itu di pasal 20 UU APBNP dibilang kalau pemerintah membuat prognosa, dan prognosa itu defisitnya diperkirakan lebih tinggi dari posisi di APBNP, itu pemerintah boleh melakukan, mengajukan, mencari pembiayaan. Pembiayaannya macam-macam. Itu kita lakukan karena kita melihat potensi itu. Enggak apa-apa, enggak harus akhir tahun," kata di Jakarta, Kamis (3/9/2015).
Dia menegaskan, pemerintah mengambil waktu pertengahan tahun, bukan berarti kondisi defisit negara dalam keadaan gawat, namun pemerintah sangat berhati-hati dengan kondisi yang sekarang, terutama soal shortfall pajak.
"Kita kan harus siap. Kita harus prudent untuk melakukan itu. Terus jangan diterjemahkan, kita hati-hati betul. Kan pajaknya menurut Pak Menteri akan shortfall Rp120 triliun. Jadi itu harus dilakukan dari sekarang," terangnya.
Marwanto mengibaratkan, jika PMK tersebut baru dikeluarkan Desember, shortfall pajak akan sangat berpengaruh ke pelebaran defisit. Itu yang seharusnya tidak boleh terjadi.
"Jangan sampai Desember baru dilakukan. Kan dari Rp120 triliun shortfall itu memengaruhi defisit kan pasti. Nah itu kemudian dibuatkan aturan supaya kita ada koridor legalnya untuk melakukan pembiayaan itu," pungkasnya.
Peraturan yang juga ada dalam Undang-Undang APBN tersebut biasanya keluar setiap tahun pada Desember, namun kali ini Agustus tahun ini sudah keluar.
Hal ini disinyalir merupakan efek ketakutan pemerintah terhadap ancaman defisit negara yang kian melebar. Namun, anggapan tersebut dibantah Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Marwanto.
Menurutnya, ini merupakan upaya kesiapan pemerintah saja terkait pelemahan ekonomi global yang terjadi hingga pertengahan 2015. Maka pemerintah membuat semacam prognosa.
"Kan itu di pasal 20 UU APBNP dibilang kalau pemerintah membuat prognosa, dan prognosa itu defisitnya diperkirakan lebih tinggi dari posisi di APBNP, itu pemerintah boleh melakukan, mengajukan, mencari pembiayaan. Pembiayaannya macam-macam. Itu kita lakukan karena kita melihat potensi itu. Enggak apa-apa, enggak harus akhir tahun," kata di Jakarta, Kamis (3/9/2015).
Dia menegaskan, pemerintah mengambil waktu pertengahan tahun, bukan berarti kondisi defisit negara dalam keadaan gawat, namun pemerintah sangat berhati-hati dengan kondisi yang sekarang, terutama soal shortfall pajak.
"Kita kan harus siap. Kita harus prudent untuk melakukan itu. Terus jangan diterjemahkan, kita hati-hati betul. Kan pajaknya menurut Pak Menteri akan shortfall Rp120 triliun. Jadi itu harus dilakukan dari sekarang," terangnya.
Marwanto mengibaratkan, jika PMK tersebut baru dikeluarkan Desember, shortfall pajak akan sangat berpengaruh ke pelebaran defisit. Itu yang seharusnya tidak boleh terjadi.
"Jangan sampai Desember baru dilakukan. Kan dari Rp120 triliun shortfall itu memengaruhi defisit kan pasti. Nah itu kemudian dibuatkan aturan supaya kita ada koridor legalnya untuk melakukan pembiayaan itu," pungkasnya.
(izz)