Broker Asing Juga Pernah Terindikasi Nakal pada 2008
A
A
A
JAKARTA - Direktur Utama PT MNC Securities Susy Meilina mengatakan, tidak hanya saat ini broker asing dicurigai memainkan saham di pasar modal Tanah Air, tapi juga terjadi pada 2008.
Saat situasi krisis tersebut, para perusahaan efek dari luar negeri terindikasi melakukan pelanggaran transaksi short selling.
Namun, Susy menjelaskan, hal itu tidak terbukti karena barang yang dijual ada di Bank Kustodian. "Tahun 2008 pernah seperti ini, perusahaan asing terindikasi, tapi malah terbukti barangnya ada di Kustodian, tidak melanggar," ujarnya kepada Sindonews di Jakarta, Selasa (8/9/2015).
Dia menyampaikan, investor yang dicurigai lebih kepada institusi. Kendati demikian, memang mereka boleh menyimpan barangnya di Bank Kustodian.
"Bukan berarti barangnya tidak ada. Mereka barangnya di Bank Kustodian, institusi boleh simpan di sana kalau di perusahaan efek," jelas Susy.
Sementara lima perusahaan efek yang sebelumnya dicurgai melakukan pelanggaran short selling tidak terbukti.
"Jadi tidak terbukti indikasi penurunan indeks dua minggu lalu karena ada short sell," pungkasnya.
Sementara Kepala Riset PT MNC Securities Edwin Sebayang menyampaikan, aksi pelanggaran terkait short selling terjadi di Indonesia kali pertama pada 1990-an.
Dia menjelaskan, hal tersebut terjadi karena sistem di bursa belum canggih, sehingga memungkinkan para broker nakal beraksi memainkan saham.
"Pernah ada yang terbukti, tapi sudah lama, tahun 90-an. Kalau praktik pelanggaran sudah ada sejak 80-an," ujarnya.
Saat ini, menurut Edwin, sistem di Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah terbilang canggih, sehingga praktik pelanggaran sulit dilakukan dan dibuktikan.
Dia menambahkan, peraturan ketat baru dibuat oleh otoritas bursa beberapa tahun lalu untuk mengantisipasi adanya broker nakal di pasar saham Indonesia.
"Peraturannya dibuat sekitar empat tahun lalu," pungkasnya.
(Baca: OJK Selidiki Broker Nakal Mainkan Saham)
Saat situasi krisis tersebut, para perusahaan efek dari luar negeri terindikasi melakukan pelanggaran transaksi short selling.
Namun, Susy menjelaskan, hal itu tidak terbukti karena barang yang dijual ada di Bank Kustodian. "Tahun 2008 pernah seperti ini, perusahaan asing terindikasi, tapi malah terbukti barangnya ada di Kustodian, tidak melanggar," ujarnya kepada Sindonews di Jakarta, Selasa (8/9/2015).
Dia menyampaikan, investor yang dicurigai lebih kepada institusi. Kendati demikian, memang mereka boleh menyimpan barangnya di Bank Kustodian.
"Bukan berarti barangnya tidak ada. Mereka barangnya di Bank Kustodian, institusi boleh simpan di sana kalau di perusahaan efek," jelas Susy.
Sementara lima perusahaan efek yang sebelumnya dicurgai melakukan pelanggaran short selling tidak terbukti.
"Jadi tidak terbukti indikasi penurunan indeks dua minggu lalu karena ada short sell," pungkasnya.
Sementara Kepala Riset PT MNC Securities Edwin Sebayang menyampaikan, aksi pelanggaran terkait short selling terjadi di Indonesia kali pertama pada 1990-an.
Dia menjelaskan, hal tersebut terjadi karena sistem di bursa belum canggih, sehingga memungkinkan para broker nakal beraksi memainkan saham.
"Pernah ada yang terbukti, tapi sudah lama, tahun 90-an. Kalau praktik pelanggaran sudah ada sejak 80-an," ujarnya.
Saat ini, menurut Edwin, sistem di Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah terbilang canggih, sehingga praktik pelanggaran sulit dilakukan dan dibuktikan.
Dia menambahkan, peraturan ketat baru dibuat oleh otoritas bursa beberapa tahun lalu untuk mengantisipasi adanya broker nakal di pasar saham Indonesia.
"Peraturannya dibuat sekitar empat tahun lalu," pungkasnya.
(Baca: OJK Selidiki Broker Nakal Mainkan Saham)
(rna)