Rupiah Melemah, Kesenjangan Kian Melebar
A
A
A
PALEMBANG - Pelemahan rupiah membuat masyarakat ekonomi lemah semakin tertinggal. Kesenjangan semakin melebar karena daya beli melemah, harga melambung tinggi, dan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terjadi di berbagai daerah.
"Pangan pun kita juga impor, banyak industri tutup, banyak PHK, biaya hidup meningkat," ujar Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) dalam pidato politiknya di deklarasi Partai Perindo Sumatera Selatan, kemarin.
Dia menggambarkan kesenjangan yang terjadi di Indonesia bisa terlihat dari dominasi uang yang tersimpan di bank, yakni hanya sekitar 200.000 orang. "Pengelolaan ekonomi selama ini hanya menyentuh masyarakat menengah atas," katanya.
Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), per Juli 2015 total nilai simpanan mencapai Rp4.415.36 triliun. Simpanan tersebut mencakup giro, tabungan, deposit on call, deposito dan sertifikat deposito. Dari total nilai simpanan tersebut, sekitar 56,5% dimiliki oleh 216.762 pemilik rekening. Nilai setiap rekening tersebut di atas Rp2 miliar.
Kelompok tersebut sama dengan 0,12% dari total pemilik rekening di Indonesia. Sementara 99,87% atau mayoritas pemilik rekening di Indonesia yang jumlahnya 166.947.324, nilainya hanya mencapai Rp1.919,27 triliun atau setara 43,5% total simpanan di Indonesia.
Dia mengatakan, hal tersebut disebabkan pengelolan ekonomi Indonesia tidak maksimal. Pertumbuhan terkonsentrasi pada kelompok tertentu. "Di Indonesia yang kaya makin banyak, tapi yang miskin makin ketinggalan. Dulu ketinggalannya tidak kelihatan karena kita swasembada. Memasuki 1998 baru melejit, mulai terasa," tuturnya.
Ekonomi memang tumbuh tetapi tidak menyentuh semua lapisan masyarakat. Akibatnya, angka gini ratio semakin melebar. Per 2013, rasio gini mencapai 0,413, jauh lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya, yakni ada 2009 (0,37), 2010 (0,38), 2011 (0,41) dan 2013 (0,41). Semakin tinggi angka rasio gini, semakin lebar kesenjangan yang terjadi.
Pria asal Jawa Timur itu mengatakan, hal itulah yang menjadi fokus perjuangan Partai Perindo. Yakni mempersempit kesenjangan, dan mendorong masyarakat bawah untuk menjadi sejahtera. Dengan demikian lebih banyak penggerak ekonomi di Indonesia
Dia mencontohkan, selama ini UMKM, petani, nelayan, buruh terkendala mengakses modal. Bukan hanya susah, tetapi juga mahal. Selain itu, mereka juga kurang keterampilan dan membutuhkan proteksi, terutama dari perdagangan bebas.
Kompleksitas permasalahan bangsa yang luar biasa, lanjut HT, harus dihadapi bersama. Basis perjuangan Partai Perindo spesifik yaitu memperjuangkan kesejahteraan masyarakat ekonomi lemah.
"Perindo berjuang bersama dengan partai lain sehingga membuat Indonesia lebih cepat maju," ungkapnya.
Untuk itu, CEO MNC Group ini menginstruksikan kepada seluruh kader untuk berjuang sekuat tenaga all out. Membuat organisasi yang mengakar hingga ke tingkat TPS, agar Partai Perindo lebih dekat dan melayani rakyat.
"Pangan pun kita juga impor, banyak industri tutup, banyak PHK, biaya hidup meningkat," ujar Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) dalam pidato politiknya di deklarasi Partai Perindo Sumatera Selatan, kemarin.
Dia menggambarkan kesenjangan yang terjadi di Indonesia bisa terlihat dari dominasi uang yang tersimpan di bank, yakni hanya sekitar 200.000 orang. "Pengelolaan ekonomi selama ini hanya menyentuh masyarakat menengah atas," katanya.
Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), per Juli 2015 total nilai simpanan mencapai Rp4.415.36 triliun. Simpanan tersebut mencakup giro, tabungan, deposit on call, deposito dan sertifikat deposito. Dari total nilai simpanan tersebut, sekitar 56,5% dimiliki oleh 216.762 pemilik rekening. Nilai setiap rekening tersebut di atas Rp2 miliar.
Kelompok tersebut sama dengan 0,12% dari total pemilik rekening di Indonesia. Sementara 99,87% atau mayoritas pemilik rekening di Indonesia yang jumlahnya 166.947.324, nilainya hanya mencapai Rp1.919,27 triliun atau setara 43,5% total simpanan di Indonesia.
Dia mengatakan, hal tersebut disebabkan pengelolan ekonomi Indonesia tidak maksimal. Pertumbuhan terkonsentrasi pada kelompok tertentu. "Di Indonesia yang kaya makin banyak, tapi yang miskin makin ketinggalan. Dulu ketinggalannya tidak kelihatan karena kita swasembada. Memasuki 1998 baru melejit, mulai terasa," tuturnya.
Ekonomi memang tumbuh tetapi tidak menyentuh semua lapisan masyarakat. Akibatnya, angka gini ratio semakin melebar. Per 2013, rasio gini mencapai 0,413, jauh lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya, yakni ada 2009 (0,37), 2010 (0,38), 2011 (0,41) dan 2013 (0,41). Semakin tinggi angka rasio gini, semakin lebar kesenjangan yang terjadi.
Pria asal Jawa Timur itu mengatakan, hal itulah yang menjadi fokus perjuangan Partai Perindo. Yakni mempersempit kesenjangan, dan mendorong masyarakat bawah untuk menjadi sejahtera. Dengan demikian lebih banyak penggerak ekonomi di Indonesia
Dia mencontohkan, selama ini UMKM, petani, nelayan, buruh terkendala mengakses modal. Bukan hanya susah, tetapi juga mahal. Selain itu, mereka juga kurang keterampilan dan membutuhkan proteksi, terutama dari perdagangan bebas.
Kompleksitas permasalahan bangsa yang luar biasa, lanjut HT, harus dihadapi bersama. Basis perjuangan Partai Perindo spesifik yaitu memperjuangkan kesejahteraan masyarakat ekonomi lemah.
"Perindo berjuang bersama dengan partai lain sehingga membuat Indonesia lebih cepat maju," ungkapnya.
Untuk itu, CEO MNC Group ini menginstruksikan kepada seluruh kader untuk berjuang sekuat tenaga all out. Membuat organisasi yang mengakar hingga ke tingkat TPS, agar Partai Perindo lebih dekat dan melayani rakyat.
(izz)