Jokowi Diminta Buat Otoritas Pengawas Regulasi
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta membuat otoritas pengawas regulasi yang bertugas mengawas implementasi berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Hal ini merespon dirilisnya paket kebijakan ekonomi jilid II atau yang biasa disebut paket kebijakan September I.
Ketua Populi Center Nico Harjanto mengungkapkan, saat ini masalah klasik yang belum terpecahkan dalam pemerintahan adalah belum adanya pusat otoritas (central authority) pengawas regulasi. Padahal, otoritas tersebut diperlukan untuk mengawasi dan meninjau implementasi regulasi tersebut.
"Di Washington Amerika Serikat (AS), ada office yang mengawas manajemen negara. Seperti office of information and regulatory affairs. Peranannya jadi central authority untuk mengawasi regulasi pemerintah. Jadi ada satu otoritas sentral untuk me-review regulasi," katanya di Jakarta, Sabtu (12/9/2015).
Nico menuturkan, pemerintah seharusnya bisa belajar dari banyaknya peraturan yang tumpang tindih antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sebab, hal tersebut terjadi lantaran tidak adanya pusat otoritas yang mengawas bergulirnya peraturan-peraturan tersebut.
"Karena enggak ada central authority untuk regulasi. Makanya kantor ini harus diciptakan dan di bawah kendali Presiden. Kalau ada otoritas yang jelas, kan akuntabilitasnya bisa kita cek. Jadi ada yang mengawal," terangnya.
Dia menambahkan, dalam proses pembuatan kebijakan setidaknya terdapat tiga aspek yang harus dilihat agar kebijakan tersebut sampai ke publik dengan baik.
Pertama, ketepatan waktu (timing) dari dikeluarkannya paket kebijakan tersebut yang sejatinya saat ini sudah cukup telat. Pasalnya, perlambatan pertumbuhan ekonomi telah terjadi sejak kuartal I/2015.
"Apa timing-nya (paket kebijakan September I) tepat atau terlambat. Memang kalau dari kerangka satu tahun ya sudah telat. Dari sisi timing sudah cukup telat," ungkap Nico.
Kedua, aspek soal penerimaan (acceptance) kebijakan tersebut baik oleh masyarakat ataupun pemerintah itu sendiri. "Ketiga, soal content dari kebijakan tersebut agar bisa mewakili keinginan seluruh masyarakat," pungkasnya.
Baca:
Ini Tiga Paket Kebijakan Ekonomi September I Jokowi
Lima Paket Kebijakan Ekonomi Makro
Ketua Populi Center Nico Harjanto mengungkapkan, saat ini masalah klasik yang belum terpecahkan dalam pemerintahan adalah belum adanya pusat otoritas (central authority) pengawas regulasi. Padahal, otoritas tersebut diperlukan untuk mengawasi dan meninjau implementasi regulasi tersebut.
"Di Washington Amerika Serikat (AS), ada office yang mengawas manajemen negara. Seperti office of information and regulatory affairs. Peranannya jadi central authority untuk mengawasi regulasi pemerintah. Jadi ada satu otoritas sentral untuk me-review regulasi," katanya di Jakarta, Sabtu (12/9/2015).
Nico menuturkan, pemerintah seharusnya bisa belajar dari banyaknya peraturan yang tumpang tindih antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sebab, hal tersebut terjadi lantaran tidak adanya pusat otoritas yang mengawas bergulirnya peraturan-peraturan tersebut.
"Karena enggak ada central authority untuk regulasi. Makanya kantor ini harus diciptakan dan di bawah kendali Presiden. Kalau ada otoritas yang jelas, kan akuntabilitasnya bisa kita cek. Jadi ada yang mengawal," terangnya.
Dia menambahkan, dalam proses pembuatan kebijakan setidaknya terdapat tiga aspek yang harus dilihat agar kebijakan tersebut sampai ke publik dengan baik.
Pertama, ketepatan waktu (timing) dari dikeluarkannya paket kebijakan tersebut yang sejatinya saat ini sudah cukup telat. Pasalnya, perlambatan pertumbuhan ekonomi telah terjadi sejak kuartal I/2015.
"Apa timing-nya (paket kebijakan September I) tepat atau terlambat. Memang kalau dari kerangka satu tahun ya sudah telat. Dari sisi timing sudah cukup telat," ungkap Nico.
Kedua, aspek soal penerimaan (acceptance) kebijakan tersebut baik oleh masyarakat ataupun pemerintah itu sendiri. "Ketiga, soal content dari kebijakan tersebut agar bisa mewakili keinginan seluruh masyarakat," pungkasnya.
Baca:
Ini Tiga Paket Kebijakan Ekonomi September I Jokowi
Lima Paket Kebijakan Ekonomi Makro
(dmd)