Harga Kedelai Rp10.000, Perajin Tahu-Tempe Gulung Tikar
A
A
A
PURWAKARTA - Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) mengakibatkan harga kedelai impor terus mengalami kenaikan. Pengusaha tahu dan tempe khawatir harga kedelai menyentuh angka Rp10.000/kg menyebabkan usaha mereka gulung tikar
"Sejak dolar (USD) naik menjadi Rp14.000, harga kedelai juga ikut naik. Harga kedelai yang semula Rp7.000/kg kini menjadi Rp8.000/ kg," ungkap Sri ,43, salah seorang pemilik pabrik tahu di Kampung Cibogo, Cibogogirang, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Minggu (13/9/2015).
Naiknya harga kedelai impor ini terjadi sejak sebulan terakhir. Namun, Sri tidak bisa ikut menaikkan harga tahu yang kini dijualnya Rp200/potong. Untuk menyiasati kenaikan harga bahan baku, sebagian para perajin di Kabupaten Purwakarta memperkecil ukuran tahu yang diproduksinya.
"Kalau saya sendiri enggak sampai memperkecil ukuran. Apalagi menaikan harga. Sebisa mungkin saya bertahan. Tapi, memang ada sebagian perajin yang sudah memperkecil ukuran tahu agar tidak rugi. Saya terlalu takut tahu saya tidak laku,"ujar dia.
Wanita yang sudah menggeluti usaha pembuatan tahu selama 12 tahun itu lebih memilih mengurangi keuntungan yang diperoleh setiap hari. "Akibat harga kedelai naik keuntungan usaha saya turun hingga 50% dari kondisi normal," ungkap Sri.
Dia menuturkan, setiap hari dirinya membutuhkan dua kuintal kedelai untuk memproduksi tahu sebanyak 120 nampan besar. Setiap nampan besar berisi 140 potong tahu. Sri khawatir harga kedelai akan terus naik. Jika harga kedelai tembus hingga angka Rp10.000/kg, dia tidak akan mampu meneruskan usahanya.
Ditanya soal bahan baku kedelai lokal, kata Sri, kedelai lokal secara kualitas lebih baik jika dibandingkan kedelai impor. Namun, kedelai lokal sulit diperoleh. "Saya tidak begitu tahu penyebab kedelai lokal yang sulit, apa akibat minimnya jumlah petani yang menanam kedelai atau apa, yang jelas kedelai lokal jarang," ujarnya.
Hal senada disampaikan Muhidin, 39, salah seorang pengusaha tempe. Dia menuding kenaikan bahan baku tempe ikut naik setelah nilai tukar rupiah melemah. Perajin tempe asal Plered ini berharap pemerintah tidak tinggal diam dan segera menemuka solusi.
"Kalau terus begini akan banyak perajin yang gulung tikar. Apalagi kedelai yang dijual di pasar kan impor. Kita sebetulnya pengen kedelai lokal tapi masalahnya susah. Tidak heran jika dolar (USD) naik harga bahan baku tempe tahu juga naik," harapnya.
"Sejak dolar (USD) naik menjadi Rp14.000, harga kedelai juga ikut naik. Harga kedelai yang semula Rp7.000/kg kini menjadi Rp8.000/ kg," ungkap Sri ,43, salah seorang pemilik pabrik tahu di Kampung Cibogo, Cibogogirang, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Minggu (13/9/2015).
Naiknya harga kedelai impor ini terjadi sejak sebulan terakhir. Namun, Sri tidak bisa ikut menaikkan harga tahu yang kini dijualnya Rp200/potong. Untuk menyiasati kenaikan harga bahan baku, sebagian para perajin di Kabupaten Purwakarta memperkecil ukuran tahu yang diproduksinya.
"Kalau saya sendiri enggak sampai memperkecil ukuran. Apalagi menaikan harga. Sebisa mungkin saya bertahan. Tapi, memang ada sebagian perajin yang sudah memperkecil ukuran tahu agar tidak rugi. Saya terlalu takut tahu saya tidak laku,"ujar dia.
Wanita yang sudah menggeluti usaha pembuatan tahu selama 12 tahun itu lebih memilih mengurangi keuntungan yang diperoleh setiap hari. "Akibat harga kedelai naik keuntungan usaha saya turun hingga 50% dari kondisi normal," ungkap Sri.
Dia menuturkan, setiap hari dirinya membutuhkan dua kuintal kedelai untuk memproduksi tahu sebanyak 120 nampan besar. Setiap nampan besar berisi 140 potong tahu. Sri khawatir harga kedelai akan terus naik. Jika harga kedelai tembus hingga angka Rp10.000/kg, dia tidak akan mampu meneruskan usahanya.
Ditanya soal bahan baku kedelai lokal, kata Sri, kedelai lokal secara kualitas lebih baik jika dibandingkan kedelai impor. Namun, kedelai lokal sulit diperoleh. "Saya tidak begitu tahu penyebab kedelai lokal yang sulit, apa akibat minimnya jumlah petani yang menanam kedelai atau apa, yang jelas kedelai lokal jarang," ujarnya.
Hal senada disampaikan Muhidin, 39, salah seorang pengusaha tempe. Dia menuding kenaikan bahan baku tempe ikut naik setelah nilai tukar rupiah melemah. Perajin tempe asal Plered ini berharap pemerintah tidak tinggal diam dan segera menemuka solusi.
"Kalau terus begini akan banyak perajin yang gulung tikar. Apalagi kedelai yang dijual di pasar kan impor. Kita sebetulnya pengen kedelai lokal tapi masalahnya susah. Tidak heran jika dolar (USD) naik harga bahan baku tempe tahu juga naik," harapnya.
(dmd)