Tarif Cukai Terus Naik, Industri Hengkang ke Luar Negeri
A
A
A
JAKARTA - Pengamat ekonomi Yustinus Prastowo mengemukakan, kebijakan tarif cukai telah memberatkan berbagai pelaku usaha bukan hanya industri rokok. Meskipun dari sisi tarif masih sesuai dengan undang-undang yang berlaku, namun kebijakan tersebut membuat banyak pelaku industri memilih hengkang ke luar negeri.
"Dari sisi tarif masih sesuai UU, tapi kenaikan target penerimaan cukai yang terlalu tinggi dari pemerintah dinilai sangat memberatkan," ujarnya ketika dihubungi Sindonews di Jakarta, Rabu (16/9/2015)
Dia menuturkan pada 2015, ada kenaikan target cukai sebesar Rp18 triliun dan tahun depan rencananya naik lagi Rp10 triliun hanya untuk cukai. "Maka dengan kenaikan yang eksesif ini, sebaiknya dihindari pemerintah agar kebijakannya tidak kontraproduktif terhadap industri kita," tegasnya.
Saat ini, industri di Indonesia, sudah mulai membuka usahanya di negara lain. Lantaran cukai di beberapa negara tetangga khususnya di Asia Tenggara tidak terlalu memberatkan seperti di Indonesia meskipun dari segi tarif pajak tidak terlalu berbeda.
"Tarif pajak kita dibanding Vietnam misalnya, tidak jauh beda. Tapi aspek-aspek lain seperti fasilitas pajak, kepastian hukum, dan upah buruh berpengaruh. Jadi itu yang membuat berbeda dengan Indonesia," katanya.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Tekstil Ade Sudrajat. Dia mengakui bahwa kebijakan cukai di Indonesia bisa membuat bangkrut industri di Indonesia. Tidak hanya industri rokok.
Sehingga, mulai banyak industri-industri dalam negeri yang membuka usaha di luar sana khususnya di negara Asia Tenggara. "Angkanya dan oknumnya tidak bisa saya sebutkan, tapi nampaknya mereka lebih nyaman berusaha atau buka industri di sana, contohnya Vietnam. Di sana enggak terlalu berbelit-belit. Bea masuk, bea keluar tidak diatur dan cukainya tidak terlalu jauh dengan tarif cukai kita. Jadi mereka lebih nyaman buka industri di sana," pungkasnya.
Baca juga:
Saleh Husin Janji Lobi Menkeu soal Tarif Cukai Rokok
Kenaikan Cukai Tembakau Eksesif Pendorong Utama PHK Massal
"Dari sisi tarif masih sesuai UU, tapi kenaikan target penerimaan cukai yang terlalu tinggi dari pemerintah dinilai sangat memberatkan," ujarnya ketika dihubungi Sindonews di Jakarta, Rabu (16/9/2015)
Dia menuturkan pada 2015, ada kenaikan target cukai sebesar Rp18 triliun dan tahun depan rencananya naik lagi Rp10 triliun hanya untuk cukai. "Maka dengan kenaikan yang eksesif ini, sebaiknya dihindari pemerintah agar kebijakannya tidak kontraproduktif terhadap industri kita," tegasnya.
Saat ini, industri di Indonesia, sudah mulai membuka usahanya di negara lain. Lantaran cukai di beberapa negara tetangga khususnya di Asia Tenggara tidak terlalu memberatkan seperti di Indonesia meskipun dari segi tarif pajak tidak terlalu berbeda.
"Tarif pajak kita dibanding Vietnam misalnya, tidak jauh beda. Tapi aspek-aspek lain seperti fasilitas pajak, kepastian hukum, dan upah buruh berpengaruh. Jadi itu yang membuat berbeda dengan Indonesia," katanya.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Tekstil Ade Sudrajat. Dia mengakui bahwa kebijakan cukai di Indonesia bisa membuat bangkrut industri di Indonesia. Tidak hanya industri rokok.
Sehingga, mulai banyak industri-industri dalam negeri yang membuka usaha di luar sana khususnya di negara Asia Tenggara. "Angkanya dan oknumnya tidak bisa saya sebutkan, tapi nampaknya mereka lebih nyaman berusaha atau buka industri di sana, contohnya Vietnam. Di sana enggak terlalu berbelit-belit. Bea masuk, bea keluar tidak diatur dan cukainya tidak terlalu jauh dengan tarif cukai kita. Jadi mereka lebih nyaman buka industri di sana," pungkasnya.
Baca juga:
Saleh Husin Janji Lobi Menkeu soal Tarif Cukai Rokok
Kenaikan Cukai Tembakau Eksesif Pendorong Utama PHK Massal
(dmd)