Bank BUMN Dapat Utangan dari China Ciptakan Spekulasi Rupiah
A
A
A
JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai, tiga bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang baru-baru ini dapat suntikan utang dari China menciptakan spekulasi terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD).
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengungkapkan, terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap USD yang hampir menyentuh Rp14.700/USD, salah satunya disebabkan oleh ketidakpastian tindakan pemerintah, yakni terkait utang yang diperoleh tiga bank plat merah tersebut.
"Ketidakpastian ini dipicu oleh berbagai tindakan pemerintah, yang misalnya pemerintah memutuskan untuk bank BUMN utang kepada China sebesar Rp50 triliun. Yang menjadi pertanyaan, pemerintah tidak pernah klarifikasi untuk apa utang itu," katanya saat dihubungi Sindonews di Jakarta, Kamis (24/9/2015).
Menurut dia, tujuan pinjaman yang hampir sekitar Rp50 triliun tersebut tidak jelas peruntukannya. Pemerintah hanya mengatakan bahwa utang tersebut untuk pengembangan infrastruktur serta hilirisasi industri BUMN nasional.
"Sebenarnya itu untuk apa juga tidak pernah clear disampaikan. Itu menimbulkan spekulasi dan perkiraan-perkiraan," imbuh dia.
Enny menuturkan, pasar jadi berspekulasi bahwa utang untuk bank BUMN tersebut ada hubungannya dengan stress test yang dilakukan OJK terhadap perbankan di Indonesia. Sebab dalam stress test tersebut dikatakan bahwa jika rupiah menyentuh Rp15.000/USD maka akan ada lima bank nasional yang terhantam.
"Orang kan jadi mengaitkan. Berarti kalau bank saja sudah panik begitu maka bisa jadi rupiah memang bisa tembus di level itu. Memicu orang berspkeulasi terhadap USD," tuturnya.
Bahkan ada rumor yang mengatakan bahwa utang tersebut adalah untuk membiayai proyek kereta cepat (high speed train/HST) rute Jakarta-Bandung.
"Kalau dana tersebut untuk membiayai kereta cepat Jakarta-Bandung, itu risikonya tinggi sekali. Apalagi ditambah tekanan ekonomi seperti sekarang. Ini banyak sekali. Mungkin ada spekulasi lain lagi," ungkap Enny.
Dia menambahkan, interpretasi dari pasar tersebut sedianya diakibatkan oleh ketidakpastian dari pemerintah sendiri.
"Jadi ketidakjelasan tindakan dan juga kebijakan pemerintah ini memicu berbagai macam interpretasi dari pelaku pasar," tandasnya.
Sekadar informasi, belum lama ini tiga bank plat merah dapat utang senilai USD3 miliar dari China Development Bank (CDB), yang dimaksudkan untuk membiayai proyek infrastruktur dalam negeri.
Bank yang mendapatkan utang ini adalah PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI). Masing-masing bank BUMN menerima utang USD1 miliar dengan jangka waktu atau tenor 10 tahun.
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengungkapkan, terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap USD yang hampir menyentuh Rp14.700/USD, salah satunya disebabkan oleh ketidakpastian tindakan pemerintah, yakni terkait utang yang diperoleh tiga bank plat merah tersebut.
"Ketidakpastian ini dipicu oleh berbagai tindakan pemerintah, yang misalnya pemerintah memutuskan untuk bank BUMN utang kepada China sebesar Rp50 triliun. Yang menjadi pertanyaan, pemerintah tidak pernah klarifikasi untuk apa utang itu," katanya saat dihubungi Sindonews di Jakarta, Kamis (24/9/2015).
Menurut dia, tujuan pinjaman yang hampir sekitar Rp50 triliun tersebut tidak jelas peruntukannya. Pemerintah hanya mengatakan bahwa utang tersebut untuk pengembangan infrastruktur serta hilirisasi industri BUMN nasional.
"Sebenarnya itu untuk apa juga tidak pernah clear disampaikan. Itu menimbulkan spekulasi dan perkiraan-perkiraan," imbuh dia.
Enny menuturkan, pasar jadi berspekulasi bahwa utang untuk bank BUMN tersebut ada hubungannya dengan stress test yang dilakukan OJK terhadap perbankan di Indonesia. Sebab dalam stress test tersebut dikatakan bahwa jika rupiah menyentuh Rp15.000/USD maka akan ada lima bank nasional yang terhantam.
"Orang kan jadi mengaitkan. Berarti kalau bank saja sudah panik begitu maka bisa jadi rupiah memang bisa tembus di level itu. Memicu orang berspkeulasi terhadap USD," tuturnya.
Bahkan ada rumor yang mengatakan bahwa utang tersebut adalah untuk membiayai proyek kereta cepat (high speed train/HST) rute Jakarta-Bandung.
"Kalau dana tersebut untuk membiayai kereta cepat Jakarta-Bandung, itu risikonya tinggi sekali. Apalagi ditambah tekanan ekonomi seperti sekarang. Ini banyak sekali. Mungkin ada spekulasi lain lagi," ungkap Enny.
Dia menambahkan, interpretasi dari pasar tersebut sedianya diakibatkan oleh ketidakpastian dari pemerintah sendiri.
"Jadi ketidakjelasan tindakan dan juga kebijakan pemerintah ini memicu berbagai macam interpretasi dari pelaku pasar," tandasnya.
Sekadar informasi, belum lama ini tiga bank plat merah dapat utang senilai USD3 miliar dari China Development Bank (CDB), yang dimaksudkan untuk membiayai proyek infrastruktur dalam negeri.
Bank yang mendapatkan utang ini adalah PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI). Masing-masing bank BUMN menerima utang USD1 miliar dengan jangka waktu atau tenor 10 tahun.
(rna)