Rupiah Makin Kritis, Pemerintah Diminta Kurangi Kegaduhan
A
A
A
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terus melampaui batas wajar hingga di atas Rp14.600/USD. Akibatnya, bulan ini dinilai akan sangat kritis sekali bagi ketahanan perekonomian Indonesia khususnya dengan sentimen dari penantian suku bunga Amerika Serikat (Fed rate).
Pemerintahan yang solid menjadi syarat mutlak dan mengurangi sentimen negatif dari kegaduhan di kabinet yang dapat memperparah situasi.
Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto mengatakan, faktor ketidakpastian kenaikan Fed rate memang membuat mata uang Asia, termasuk rupiah mudah bergejolak. Terlebih hal ini semakin parah karena sentimen positif dari domestik yang nyaris tidak ada sama sekali.
"Sehingga di tengah ketidakpastian soal Fed rate, ada baiknya pemerintah memberikan sentimen positif ke pasar. Ini penting mempertebal kepercayaan pelaku pasar yang berujung meredakan kepanikan pasar," ujar Ryan saat dihubungi beberapa waktu lalu di Jakarta.
Dia melanjutkan, pemerintah juga harus menjalankan paket ekonomi jilid I agar memberikan dampak langsung ke sektor riil. Menurutnya, pasar butuh aksi nyata, bukan hanya janji tanpa realisasi.
"Bahkan sangat penting juga untuk mengurangi atau menghilangkan kegaduhan di dalam negeri yang tidak perlu. Tunjukkan bahwa pemerintah solid dan kompak dari atas dan bawah," ujarnya.
Di tengah situasi ekonomi global yang kurang kondusif, lanjut Ryan, pemerintah harus lebih aktif berperan mendorong perekonomian. Namun, banyaknya pembangunan infrastruktur yang terhambat serta janji perbaikan layanan ekspor impor justru tampak belum bisa diatasi pemerintah dengan baik.
Sejalan dengan itu gejolak pasar keuangan Indonesia diperkirakan terus berlanjut dalam beberapa bulan ke depan. Khususnya karena masa-masa penantian pelaku ekonomi atas keputusan suku bunga the Fed.
Ekonom DBS Bank Gundy Cahyadi berpendapat, komitmen Bank Indonesia (BI) untuk tetap aktif di pasar guna mencegah volatilitas yang berlebihan terbukti tidak cukup menjamin.
Menurut dia, data pertumbuhan ekonomi akan turut menentukan. Arus modal masuk di ekuitas dan surat utang negara masih positif, yakni hampir USD5 miliar sejak awal tahun. Ini membuktikan investor asing tetap berinvestasi karena melihat potensi ekonomi secara jangka panjang.
"Namun, potensi ini akan sia sia ketika pertumbuhan PDB kita terus melambat," kata Gundy.
Menurutnya, pertumbuhan investasi yang kuat akan sangat krusial, sehingga pasar akan terus memonitor data secara intens dalam hal ini karena sangat dibutuhkan.
Baca:
Paket September I Tak Mempan Atasi Gejolak Rupiah
Bank BUMN Dapat Utangan dari China Ciptakan Spekulasi Rupiah
Pemerintahan yang solid menjadi syarat mutlak dan mengurangi sentimen negatif dari kegaduhan di kabinet yang dapat memperparah situasi.
Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto mengatakan, faktor ketidakpastian kenaikan Fed rate memang membuat mata uang Asia, termasuk rupiah mudah bergejolak. Terlebih hal ini semakin parah karena sentimen positif dari domestik yang nyaris tidak ada sama sekali.
"Sehingga di tengah ketidakpastian soal Fed rate, ada baiknya pemerintah memberikan sentimen positif ke pasar. Ini penting mempertebal kepercayaan pelaku pasar yang berujung meredakan kepanikan pasar," ujar Ryan saat dihubungi beberapa waktu lalu di Jakarta.
Dia melanjutkan, pemerintah juga harus menjalankan paket ekonomi jilid I agar memberikan dampak langsung ke sektor riil. Menurutnya, pasar butuh aksi nyata, bukan hanya janji tanpa realisasi.
"Bahkan sangat penting juga untuk mengurangi atau menghilangkan kegaduhan di dalam negeri yang tidak perlu. Tunjukkan bahwa pemerintah solid dan kompak dari atas dan bawah," ujarnya.
Di tengah situasi ekonomi global yang kurang kondusif, lanjut Ryan, pemerintah harus lebih aktif berperan mendorong perekonomian. Namun, banyaknya pembangunan infrastruktur yang terhambat serta janji perbaikan layanan ekspor impor justru tampak belum bisa diatasi pemerintah dengan baik.
Sejalan dengan itu gejolak pasar keuangan Indonesia diperkirakan terus berlanjut dalam beberapa bulan ke depan. Khususnya karena masa-masa penantian pelaku ekonomi atas keputusan suku bunga the Fed.
Ekonom DBS Bank Gundy Cahyadi berpendapat, komitmen Bank Indonesia (BI) untuk tetap aktif di pasar guna mencegah volatilitas yang berlebihan terbukti tidak cukup menjamin.
Menurut dia, data pertumbuhan ekonomi akan turut menentukan. Arus modal masuk di ekuitas dan surat utang negara masih positif, yakni hampir USD5 miliar sejak awal tahun. Ini membuktikan investor asing tetap berinvestasi karena melihat potensi ekonomi secara jangka panjang.
"Namun, potensi ini akan sia sia ketika pertumbuhan PDB kita terus melambat," kata Gundy.
Menurutnya, pertumbuhan investasi yang kuat akan sangat krusial, sehingga pasar akan terus memonitor data secara intens dalam hal ini karena sangat dibutuhkan.
Baca:
Paket September I Tak Mempan Atasi Gejolak Rupiah
Bank BUMN Dapat Utangan dari China Ciptakan Spekulasi Rupiah
(rna)