Pengusaha Pilih Pusat Atur Regulasi Minuman Beralkohol
A
A
A
JAKARTA - Aliansi Pengusaha Minuman Beralkohol Indonesia (APMBI) mendukung rencana pemerintah membentuk peraturan yang komprehensif di bidang industri minuman beralkohol. Mereka memilih pemerintah pusat yang mengatur regulasi karena tidak hanya akan menciptakan kepastian usaha dan investasi, tapi juga berfungsi mencegah penyalahgunaan konsumsi minuman beralkohol.
Sekretaris Jenderal APMBI Kwendy Alexander mengatakan, peraturan itu selayaknya diterbitkan di tingkat pusat dan menjadi payung hukum nasional. Karena itu, pelaku usaha meminta agar pemerintah mempertimbangkan kembali rencana deregulasi peraturan di sektor minuman beralkohol yang digagas pemerintah belum lama ini.
"Jika pengaturan diserahkan ke daerah justru akan menimbulkan ketidakpastian dalam usaha. Sebab itu, kami menyarankan agar pengaturannya oleh pusat, bukan daerah," jelas Kwendy dalam keterangan persnya kepada Sindonews, Jumat (25/9/2015).
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan rencana deregulasi Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A. Poin penting yang diatur adalah rencana pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur penjualan di toko-toko pengecer.
Menanggapi rencana pemerintah tersebut, Kwendy menekankan pentingnya regulasi yang mampu menjadi payung hukum yang meliputi produksi, distribusi dan konsumsi. "Regulasi ini tidak saja berfungsi untuk melindungi pelaku industri, tetapi juga melindungi konsumen," tegasnya.
Terlepas dari persoalan deregulasi, pelaku usaha juga mempertanyakan validitas data yang diklaim beberapa tokoh yang menyebutkan korban meninggal akibat konsumsi minuman beralkohol mencapai 18.000 orang setiap tahun. Kwendy merujuk data hasil studi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) tentang Studi Diet Total: Survey Konsumsi Makanan Individu Indonesia 2014.
"Hasil studi tersebut menyebutkan konsumsi minuman beralkohol oleh penduduk Indonesia tahun 2014 hanya 0,2%, paling rendah dibandingkan produk minuman lainnya," paparnya.
Dia mengatakan, jika melihat data yang ada, tingkat konsumsi minuman beralkohol di Indonesia termasuk yang paling rendah di dunia, bahkan jika dibandingkan dengan Malaysia. Data WHO (2010) menyebutkan konsumsi minuman beralkohol di Indonesia adalah 0,6 liter alkohol murni per kapita per tahun. Walaupun demikian, semua pihak termasuk pelaku usaha selayaknya bekerjasama memberikan edukasi dan pengawasan agar kampanye 21+ mencapai sasarannya.
Kwendy menegaskan, meskipun tingkat konsumsi alkohol di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara kawasan lain di Asia, pelaku usaha sangat sepakat atas pentingnya perhatian melindungi remaja dari minuman beralkohol.
"Oleh sebab itu, selayaknya industri dan pelaku usaha retail diberi kesempatan untuk ikut bersama seluruh elemen termasuk pemerintah melakukan aksi nyata melalui edukasi dan peran serta pengawasan," pungkasnya.
Baca juga:
Kewenangan Penjualan Miras Diserahkan ke Pemda
DPR Lakukan Penyesuaian soal Deregulasi Peredaran Minol
Mendag Lembong Pertahankan Bea Masuk Impor Minol
Sekretaris Jenderal APMBI Kwendy Alexander mengatakan, peraturan itu selayaknya diterbitkan di tingkat pusat dan menjadi payung hukum nasional. Karena itu, pelaku usaha meminta agar pemerintah mempertimbangkan kembali rencana deregulasi peraturan di sektor minuman beralkohol yang digagas pemerintah belum lama ini.
"Jika pengaturan diserahkan ke daerah justru akan menimbulkan ketidakpastian dalam usaha. Sebab itu, kami menyarankan agar pengaturannya oleh pusat, bukan daerah," jelas Kwendy dalam keterangan persnya kepada Sindonews, Jumat (25/9/2015).
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan rencana deregulasi Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A. Poin penting yang diatur adalah rencana pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur penjualan di toko-toko pengecer.
Menanggapi rencana pemerintah tersebut, Kwendy menekankan pentingnya regulasi yang mampu menjadi payung hukum yang meliputi produksi, distribusi dan konsumsi. "Regulasi ini tidak saja berfungsi untuk melindungi pelaku industri, tetapi juga melindungi konsumen," tegasnya.
Terlepas dari persoalan deregulasi, pelaku usaha juga mempertanyakan validitas data yang diklaim beberapa tokoh yang menyebutkan korban meninggal akibat konsumsi minuman beralkohol mencapai 18.000 orang setiap tahun. Kwendy merujuk data hasil studi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) tentang Studi Diet Total: Survey Konsumsi Makanan Individu Indonesia 2014.
"Hasil studi tersebut menyebutkan konsumsi minuman beralkohol oleh penduduk Indonesia tahun 2014 hanya 0,2%, paling rendah dibandingkan produk minuman lainnya," paparnya.
Dia mengatakan, jika melihat data yang ada, tingkat konsumsi minuman beralkohol di Indonesia termasuk yang paling rendah di dunia, bahkan jika dibandingkan dengan Malaysia. Data WHO (2010) menyebutkan konsumsi minuman beralkohol di Indonesia adalah 0,6 liter alkohol murni per kapita per tahun. Walaupun demikian, semua pihak termasuk pelaku usaha selayaknya bekerjasama memberikan edukasi dan pengawasan agar kampanye 21+ mencapai sasarannya.
Kwendy menegaskan, meskipun tingkat konsumsi alkohol di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara kawasan lain di Asia, pelaku usaha sangat sepakat atas pentingnya perhatian melindungi remaja dari minuman beralkohol.
"Oleh sebab itu, selayaknya industri dan pelaku usaha retail diberi kesempatan untuk ikut bersama seluruh elemen termasuk pemerintah melakukan aksi nyata melalui edukasi dan peran serta pengawasan," pungkasnya.
Baca juga:
Kewenangan Penjualan Miras Diserahkan ke Pemda
DPR Lakukan Penyesuaian soal Deregulasi Peredaran Minol
Mendag Lembong Pertahankan Bea Masuk Impor Minol
(dmd)