Gubernur BI: Rupiah Masih Tersengat Kondisi Global
A
A
A
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus martowardojo mengungkapkan, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang terjadi saat ini masih didominasi pengaruh dari luar.
Saat ini, kondisi perekonomian global membuat nilai tukar rupiah bisa sewaktu-waktu melemah dan di waktu yang lain justru menguat. (Baca: Rupiah Berakhir Mantap di Zona Hijau)
Dia menjelaskan, saat Amerika Serikat (AS) memastikan bahwa kenaikan tingkat suku bunga AS (Fed rate) akan terjadi tahun ini menjadi periode risk off yang membuat mata uang Garuda tergerus.
Sementara, rupiah kembali menguat lantaran China mengumumkan pelonggaran loan to value yang secara otomatis berdampak pada negara yang memiliki hubungan dagang dengan Negeri Tirai Bambu tersebut.
"Kalau kemarin terjadi penguatan, dalam banyak hal karena China kemudian mengumumkan pelonggaran loan to value yang otomatis langsung berdampak pada harapan ekonomi China akan lebih baik dan berdampak pada negara yang punya hubungan dengan China," katanya di Gedung BI, Jakarta, Jumat (2/10/2015).
Menurut dia, fluktuasi rupiah yang saat ini secara umum banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal karena Indonesia masih mengalami defisit transaksi berjalan di mana impor lebih besar dari ekspor. Selain itu, adanya aliran dana yang keluar (capital outflow) yang memengaruhi kondisi nilai tukar rupiah.
Kendati demikian, Agus memastikan bahwa paket kebijakan pemerintah baik yang jilid I, II ataupun III nantinya akan membuat kondisi perekonomian Indonesia lebih baik.
"Paket yang dikeluarkan dan direspon BI itu nanti akan menghasilkan kondisi yang lebih baik dalam jangka pendek untuk pengendalian nilai tukar atau untuk kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia," tandasnya.
Saat ini, kondisi perekonomian global membuat nilai tukar rupiah bisa sewaktu-waktu melemah dan di waktu yang lain justru menguat. (Baca: Rupiah Berakhir Mantap di Zona Hijau)
Dia menjelaskan, saat Amerika Serikat (AS) memastikan bahwa kenaikan tingkat suku bunga AS (Fed rate) akan terjadi tahun ini menjadi periode risk off yang membuat mata uang Garuda tergerus.
Sementara, rupiah kembali menguat lantaran China mengumumkan pelonggaran loan to value yang secara otomatis berdampak pada negara yang memiliki hubungan dagang dengan Negeri Tirai Bambu tersebut.
"Kalau kemarin terjadi penguatan, dalam banyak hal karena China kemudian mengumumkan pelonggaran loan to value yang otomatis langsung berdampak pada harapan ekonomi China akan lebih baik dan berdampak pada negara yang punya hubungan dengan China," katanya di Gedung BI, Jakarta, Jumat (2/10/2015).
Menurut dia, fluktuasi rupiah yang saat ini secara umum banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal karena Indonesia masih mengalami defisit transaksi berjalan di mana impor lebih besar dari ekspor. Selain itu, adanya aliran dana yang keluar (capital outflow) yang memengaruhi kondisi nilai tukar rupiah.
Kendati demikian, Agus memastikan bahwa paket kebijakan pemerintah baik yang jilid I, II ataupun III nantinya akan membuat kondisi perekonomian Indonesia lebih baik.
"Paket yang dikeluarkan dan direspon BI itu nanti akan menghasilkan kondisi yang lebih baik dalam jangka pendek untuk pengendalian nilai tukar atau untuk kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia," tandasnya.
(rna)