Rupiah Menguat, Kemenkeu Evaluasi Postur Utang
A
A
A
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) hari ini menggelar rapat dengan badan anggaran (banggar) DPR RI guna mengevaluasi postur pembiayaan utang RAPBN 2016.
Dirjen DJPPR Kemenkeu Robert Pakpahan mengatakan, evaluasi ini dilakukan karena dalam beberapa waktu ini, rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang berdampak pada penurunan kebutuhan utang.
"Karena rupiah menguat terhadap USD, ini juga menunjukkan terjadi penurunan kebutuhan utang kita untuk menambal defisit anggaran tahun depan (2016)," kata dia di hadapan anggota banggar DPR RI, Jakarta, Senin (12/10/2015).
Menurutnya, perluasan masih terjadi di kebijakan fiskal 2016, dan penyempitan anggaran ditargetkan 2,15% dari PDB. Maka, pemerintah Indonesia perlu mengarahkan pembiayaan negara ini ke kegiatan yang produktif untuk negara.
"Jadi, kita akan arahnya ke kegiatan produktif untuk mendorong perekonomian dan menguatkan daya saing kita. Terlebih lagi menjaga keseimbangan ekonomi makro," ujarnya.
Robert mengatakan, saat ini memang pengaruh besar terhadap postur pembiayaan utang disebabkan karena pemerintah melakukan exercise terhadap pagu kebutuhan utang dalam RAPBN 2016. Hal ini juga merupakan pengaruh dari penguatan rupiah sejak Oktober.
Perubahan pembiayaan utang dipenuhi dari pinjaman luar negeri dari RAPBN tahun depan dengan kebutuhan Rp1,198 triliun menjadi Rp398,2 miliar setelah dilakukan exercise dengan asumsi kurs Rp13.900/USD.
Sementara, kebutuhan utang yang berasal dari penerbitan surat berharga negara, jumlahnya tetap sebesar Rp326,27 triliun serta pinjaman dalam negeri yang angkanya pun tidak berubah baik di RAPBN maupun exercise 2016 sebesar Rp3,26 triliun.
Berikut rincian utang yang diubah DJPPR Kemenkeu dalam RAPBN 2016.
A. Pinjaman luar negeri (neto) Rp1,196 triliun menjadi Rp398,2 miliar.
1. Penarikan pinjaman luar negeri (bruto) dari Rp72,83 triliun menjadi Rp75,09 triliun
a. Pinjaman program dari Rp34,58 triliun menjadi Rp 36,83 triliun
b. Pinjaman proyek dari Rp38,25 triliun menjadi Rp38,25 triliun
2. Pinjaman proyek pemerintah pusat tidak berubah Rp32,34 triliun
a. Kementerian Negara/Lembaga tetap Rp29,94 triliun
b. Pinjaman yang diterushibahkan tetap Rp2,40 triliun
c. Penerimaan penerusan pinjaman tidak mengalami perubahan Rp5,90 triliun
3. Penerusan pinjaman tidak mengalami perubahan atau negatif yaitu Rp5,90 triliun
4. Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri dari Rp65,72 triliun menjadi Rp68,78 triliun.
B. Surat Berharga Negara (neto) penerbitannya tidak mengalami perubahan Rp326,27 triliun
C. Pinjaman dalam negeri (neto) tetap Rp3,26 triliun
1. Penarikan pinjaman dalam negeri (bruto) tetap Rp3,71 triliun
2. Pembayaran cicilan pokok pinjaman dalam negeri tetap atau negatif yaitu Rp447,8 miliar
Maka, untuk total pembiayaan utang dalam exercise 2016 dengan asumsi kurs Rp13.900 per dolar AS menjadi Rp329,93 triliun atau turun tipis dari sebelumnya Rp330,73 triliun di RAPBN 2016.
Dirjen DJPPR Kemenkeu Robert Pakpahan mengatakan, evaluasi ini dilakukan karena dalam beberapa waktu ini, rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang berdampak pada penurunan kebutuhan utang.
"Karena rupiah menguat terhadap USD, ini juga menunjukkan terjadi penurunan kebutuhan utang kita untuk menambal defisit anggaran tahun depan (2016)," kata dia di hadapan anggota banggar DPR RI, Jakarta, Senin (12/10/2015).
Menurutnya, perluasan masih terjadi di kebijakan fiskal 2016, dan penyempitan anggaran ditargetkan 2,15% dari PDB. Maka, pemerintah Indonesia perlu mengarahkan pembiayaan negara ini ke kegiatan yang produktif untuk negara.
"Jadi, kita akan arahnya ke kegiatan produktif untuk mendorong perekonomian dan menguatkan daya saing kita. Terlebih lagi menjaga keseimbangan ekonomi makro," ujarnya.
Robert mengatakan, saat ini memang pengaruh besar terhadap postur pembiayaan utang disebabkan karena pemerintah melakukan exercise terhadap pagu kebutuhan utang dalam RAPBN 2016. Hal ini juga merupakan pengaruh dari penguatan rupiah sejak Oktober.
Perubahan pembiayaan utang dipenuhi dari pinjaman luar negeri dari RAPBN tahun depan dengan kebutuhan Rp1,198 triliun menjadi Rp398,2 miliar setelah dilakukan exercise dengan asumsi kurs Rp13.900/USD.
Sementara, kebutuhan utang yang berasal dari penerbitan surat berharga negara, jumlahnya tetap sebesar Rp326,27 triliun serta pinjaman dalam negeri yang angkanya pun tidak berubah baik di RAPBN maupun exercise 2016 sebesar Rp3,26 triliun.
Berikut rincian utang yang diubah DJPPR Kemenkeu dalam RAPBN 2016.
A. Pinjaman luar negeri (neto) Rp1,196 triliun menjadi Rp398,2 miliar.
1. Penarikan pinjaman luar negeri (bruto) dari Rp72,83 triliun menjadi Rp75,09 triliun
a. Pinjaman program dari Rp34,58 triliun menjadi Rp 36,83 triliun
b. Pinjaman proyek dari Rp38,25 triliun menjadi Rp38,25 triliun
2. Pinjaman proyek pemerintah pusat tidak berubah Rp32,34 triliun
a. Kementerian Negara/Lembaga tetap Rp29,94 triliun
b. Pinjaman yang diterushibahkan tetap Rp2,40 triliun
c. Penerimaan penerusan pinjaman tidak mengalami perubahan Rp5,90 triliun
3. Penerusan pinjaman tidak mengalami perubahan atau negatif yaitu Rp5,90 triliun
4. Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri dari Rp65,72 triliun menjadi Rp68,78 triliun.
B. Surat Berharga Negara (neto) penerbitannya tidak mengalami perubahan Rp326,27 triliun
C. Pinjaman dalam negeri (neto) tetap Rp3,26 triliun
1. Penarikan pinjaman dalam negeri (bruto) tetap Rp3,71 triliun
2. Pembayaran cicilan pokok pinjaman dalam negeri tetap atau negatif yaitu Rp447,8 miliar
Maka, untuk total pembiayaan utang dalam exercise 2016 dengan asumsi kurs Rp13.900 per dolar AS menjadi Rp329,93 triliun atau turun tipis dari sebelumnya Rp330,73 triliun di RAPBN 2016.
(izz)