Pemberdayaan Potensi Daerah Penghasil Daging Sapi Belum Optimal
A
A
A
JAKARTA - Pemberdayaan potensi daerah yang bisa menjadi penghasil daging sapi hingga saat ini belum optimal untuk menghasilkan sapi yang bisa dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Direktur Pengembangan Sumber Daya dan Lingkungan Hidup (PSDLH) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa) Faizul Ishom mengatakan, tingkat konsumsi daging sapi Indonesia masih rendah, namun kebutuhan daging sapi nasional cukup tinggi hingga ratusan ribu ton per tahun karena populasi Indonesia besar.
"Pemenuhan kebutuhan daging nasional harus menjadi salah satu prioritas utama yang dilakukan oleh pemerintah. Pasalnya, swasembada daging sapi untuk ketahanan pangan nasional masih jauh dari harapan. Di sisi lain, pemberdayaan potensi daerah yang bisa menjadi penghasil daging sapi masih memerlukan berbagai aspek dukungan agar bisa lebih optimal," kata dia dalam Focus Group Discussion bertajuk 'Swasembada Daging Sapi Melalui Pembangunan Peternakan Modern di Daerah Tertinggal di Jakarta, Rabu (4/11/2015).
Faizul memaparkan, konsumsi daging sapi orang Indonesia hanya 2,2 kilogram (kg)/kapita tiap tahun. Jumlah ini masih rendah dibandingkan negara lain, seperti Argentina yang konsumsi dagingnya mencapai 55 kg/kapita/tahun, Brasil 40 kg/kapita/tahun, Jerman 40-45 kg/kapita/tahun serta Singapura dan Malaysia sebanyak 15 kg/kapita/tahun.
Penelitian dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo) memperkirakan konsumsi daging sapi tahun ini naik menjadi 2,56 kg/kapita/tahun. Dengan demikian, total kebutuhan daging nasional akan mencapai 653.000 ton atau setara dengan 3,657 juta ekor sapi.
Di sisi lain, angka produksi dari peternak lokal hanya mampu memenuhi sebanyak 406.000 ton atau setara 2,339 juta ekor sapi, sehingga masih ada sekitar 1,318 juta ekor sapi yang harus diimpor dari Australia.
"Database yang ada saat ini masih bersifat sektoral. Selama ini yang menjadi perhitungan adalah kebutuhan daging dihitung secara nasional, bukan berdasarkan kebutuhan di tiap daerah," ujar Direktur Eksekutif Apfindo Djoni Liano.
Di samping itu, menurut dia, swasta memerlukan dukungan dan insentif dari pemerintah, terutama terkait dengan penyediaan lahan untuk meningkatkan skala usaha. Pasalnya, jika hal ini terus diabaikan maka pemenuhan daging sapi selalu saja diselesaikan dengan cara impor.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Tri Hartini mengatakan bahwa pemerintah tengah mengembangkan dan melaksanakan konsep Sentra Peternakan Rakyat (SPR). Program ini diharapkan dapat memnuhi kebutuhan daging nasional.
“Kebutuhan daging, terutama daging sapi untuk tahun ini sekitar 545.290 ton, di mana sekitar 20% masih diimpor. Program Sentra Peternakan Rakyat diharapkan bisa memenuhi tujuan produksi daging sapi, daya saing serta kesejahteraan para peternak daging sapi,” tuturnya.
Direktur Pengembangan Sumber Daya dan Lingkungan Hidup (PSDLH) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa) Faizul Ishom mengatakan, tingkat konsumsi daging sapi Indonesia masih rendah, namun kebutuhan daging sapi nasional cukup tinggi hingga ratusan ribu ton per tahun karena populasi Indonesia besar.
"Pemenuhan kebutuhan daging nasional harus menjadi salah satu prioritas utama yang dilakukan oleh pemerintah. Pasalnya, swasembada daging sapi untuk ketahanan pangan nasional masih jauh dari harapan. Di sisi lain, pemberdayaan potensi daerah yang bisa menjadi penghasil daging sapi masih memerlukan berbagai aspek dukungan agar bisa lebih optimal," kata dia dalam Focus Group Discussion bertajuk 'Swasembada Daging Sapi Melalui Pembangunan Peternakan Modern di Daerah Tertinggal di Jakarta, Rabu (4/11/2015).
Faizul memaparkan, konsumsi daging sapi orang Indonesia hanya 2,2 kilogram (kg)/kapita tiap tahun. Jumlah ini masih rendah dibandingkan negara lain, seperti Argentina yang konsumsi dagingnya mencapai 55 kg/kapita/tahun, Brasil 40 kg/kapita/tahun, Jerman 40-45 kg/kapita/tahun serta Singapura dan Malaysia sebanyak 15 kg/kapita/tahun.
Penelitian dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo) memperkirakan konsumsi daging sapi tahun ini naik menjadi 2,56 kg/kapita/tahun. Dengan demikian, total kebutuhan daging nasional akan mencapai 653.000 ton atau setara dengan 3,657 juta ekor sapi.
Di sisi lain, angka produksi dari peternak lokal hanya mampu memenuhi sebanyak 406.000 ton atau setara 2,339 juta ekor sapi, sehingga masih ada sekitar 1,318 juta ekor sapi yang harus diimpor dari Australia.
"Database yang ada saat ini masih bersifat sektoral. Selama ini yang menjadi perhitungan adalah kebutuhan daging dihitung secara nasional, bukan berdasarkan kebutuhan di tiap daerah," ujar Direktur Eksekutif Apfindo Djoni Liano.
Di samping itu, menurut dia, swasta memerlukan dukungan dan insentif dari pemerintah, terutama terkait dengan penyediaan lahan untuk meningkatkan skala usaha. Pasalnya, jika hal ini terus diabaikan maka pemenuhan daging sapi selalu saja diselesaikan dengan cara impor.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Tri Hartini mengatakan bahwa pemerintah tengah mengembangkan dan melaksanakan konsep Sentra Peternakan Rakyat (SPR). Program ini diharapkan dapat memnuhi kebutuhan daging nasional.
“Kebutuhan daging, terutama daging sapi untuk tahun ini sekitar 545.290 ton, di mana sekitar 20% masih diimpor. Program Sentra Peternakan Rakyat diharapkan bisa memenuhi tujuan produksi daging sapi, daya saing serta kesejahteraan para peternak daging sapi,” tuturnya.
(rna)