BKPM: Perusahaan Tekstil Keluhkan Batas Umur Pekerja
A
A
A
JAKARTA - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) aktif mengidentifikasi problem yang dihadapi perusahaan-perusahaan tekstil. Salah satunya terkait batas umur tenaga kerja yang dipatok 18 tahun.
Regulasi ini dinilai mengurangi ketersediaan tenaga kerja yang dapat direkrut oleh perusahaan tekstil. Karena ada gap antara usia lulusan SMA/SMK dengan batasan usia minimal tenaga kerja tersebut.
Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan, perusahaan-perusahaan tekstil merupakan salah satu yang menyuarakan hal ini disebabkan mereka kesulitan memenuhi kebutuhan tenaga kerja.
Salah satu contoh konkret adalah perusahaan tekstil di Boyolali yang baru mendapatkan 7.500 orang tenaga kerja dari total kebutuhan tenaga kerja sebesar 15.000 orang.
“Jadi mereka menyampaikan bahwa berrdasarkan upaya mereka merekrut lulusan SMA dan SMK, ternyata banyak ditemukan lulusan SMA dan SMK yang belum berumur 18 tahun. Kemudian peraturan tersebut juga tidak ada klausul untuk mereka yang telah menikah. Jadi mereka yang berumur di bawah 18 tahun dan telah menikah juga akan kesulitan mencari kerja,” ujarnya, dalam keterangan resminya kepada pers, Minggu (8/11/2015).
Dari data BPS yang dirilis, Rabu (5/11/2015), jumlah penduduk di usia 16-18 tahun yang masih sekolah berada di persentase 70,31%, sedangkan yang tidak sekolah lagi 28,93% dan belum sekolah 0,77%. Jumlah penduduk yang masih sekolah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 yang telah meratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 tahun 1973, disebutkan bahwa usia minimum yang diperbolehkan untuk bekerja adalah 18 tahun.
“Memang dalam konvensi tersebut di pasal 3 butir ketiga disebutkan bahwa ada perusahaan dapat mengurus pengecualian untuk mereka yang berumur di atas 16 tahun untuk dapat bekerja selama memenuhi persyaratan tersebut. Namun, ini tetap dinilai belum memberikan cukup keleluasaan bagi perusahaan untuk memperkerjakan tenaga kerja di bawah 18 tahun,” papar Franky.
Dalam konvesi ILO tersebut disebutkan bahwa undang-undang atau peraturan nasional atau penguasa yang berwenang, setelah berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan pekerja yang berkepentingan, jika ada, dapat memperbolehkan orang muda berusia 16 tahun ke atas bekerja, dengan syarat bahwa kesehatan, keselamatan, dan moral mereka dilindungi sepenuhnya dan mereka telah dapat pendidikan atau pelatihan kejuruan khusus mengenai cabang kegiatan yang bersangkutan.
“Concern ini yang nantinya akan coba kami mediasikan dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ini merupakan komitmen kami untuk mendorong investasi sektor padat karya,” tukasnya.
Berdasarkan data realisasi investasi Januari-September 2015, investasi padat karya di Indonesia sudah mencapai Rp 41,5 triliun.
Dari investasi tersebut, subsektor industri makanan dan minuman mencapai 1.514 proyek senilai Rp32,6 triliun, industri tekstil dan produk tekstil mencapai 523 proyek Rp5,8 triliun, industri kulit dan alas kaki mencapai 164 proyek dengan nilai Rp1,6 triliun, serta industri kayu dan furniture sebanyak 115 proyek dengan nilai Rp1,4 triliun.
Khusus realisasi investasi industri tekstil dan produk tekstil naik 25% dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 177 proyek dengan nilai Rp 4,65 triliun. Investasi di sektor tekstil dan produk tekstil masih didominasi oleh industri pakaian jadi dengan jumlah 203 proyek dan nilai investasi Rp1,33 triliun, diikuti oleh industri tekstil lainnya sebanyak 42 proyek dengan nilai Rp 224 miliar, dan industri penyelesaian akhir tekstil sebanyak 41 proyek dengan nilai Rp 155,8 miliar.
Sedangkan angkatan kerja Indonesia pada Agustus 2015, menurut data BPS, sebanyak 122,4 juta orang, berkurang sebanyak 5,9 juta orang dibanding Februari 2015. Penduduk bekerja pada Agustus 2015 sebanyak 114,8 juta orang, berkurang 6,0 juta orang dibanding keadaan Februari 2015.
"Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2015 sebesar 6,18% meningkat dibanding TPT Februari 2015 (5,81%)," tandasnya.
Regulasi ini dinilai mengurangi ketersediaan tenaga kerja yang dapat direkrut oleh perusahaan tekstil. Karena ada gap antara usia lulusan SMA/SMK dengan batasan usia minimal tenaga kerja tersebut.
Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan, perusahaan-perusahaan tekstil merupakan salah satu yang menyuarakan hal ini disebabkan mereka kesulitan memenuhi kebutuhan tenaga kerja.
Salah satu contoh konkret adalah perusahaan tekstil di Boyolali yang baru mendapatkan 7.500 orang tenaga kerja dari total kebutuhan tenaga kerja sebesar 15.000 orang.
“Jadi mereka menyampaikan bahwa berrdasarkan upaya mereka merekrut lulusan SMA dan SMK, ternyata banyak ditemukan lulusan SMA dan SMK yang belum berumur 18 tahun. Kemudian peraturan tersebut juga tidak ada klausul untuk mereka yang telah menikah. Jadi mereka yang berumur di bawah 18 tahun dan telah menikah juga akan kesulitan mencari kerja,” ujarnya, dalam keterangan resminya kepada pers, Minggu (8/11/2015).
Dari data BPS yang dirilis, Rabu (5/11/2015), jumlah penduduk di usia 16-18 tahun yang masih sekolah berada di persentase 70,31%, sedangkan yang tidak sekolah lagi 28,93% dan belum sekolah 0,77%. Jumlah penduduk yang masih sekolah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 yang telah meratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 tahun 1973, disebutkan bahwa usia minimum yang diperbolehkan untuk bekerja adalah 18 tahun.
“Memang dalam konvensi tersebut di pasal 3 butir ketiga disebutkan bahwa ada perusahaan dapat mengurus pengecualian untuk mereka yang berumur di atas 16 tahun untuk dapat bekerja selama memenuhi persyaratan tersebut. Namun, ini tetap dinilai belum memberikan cukup keleluasaan bagi perusahaan untuk memperkerjakan tenaga kerja di bawah 18 tahun,” papar Franky.
Dalam konvesi ILO tersebut disebutkan bahwa undang-undang atau peraturan nasional atau penguasa yang berwenang, setelah berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan pekerja yang berkepentingan, jika ada, dapat memperbolehkan orang muda berusia 16 tahun ke atas bekerja, dengan syarat bahwa kesehatan, keselamatan, dan moral mereka dilindungi sepenuhnya dan mereka telah dapat pendidikan atau pelatihan kejuruan khusus mengenai cabang kegiatan yang bersangkutan.
“Concern ini yang nantinya akan coba kami mediasikan dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ini merupakan komitmen kami untuk mendorong investasi sektor padat karya,” tukasnya.
Berdasarkan data realisasi investasi Januari-September 2015, investasi padat karya di Indonesia sudah mencapai Rp 41,5 triliun.
Dari investasi tersebut, subsektor industri makanan dan minuman mencapai 1.514 proyek senilai Rp32,6 triliun, industri tekstil dan produk tekstil mencapai 523 proyek Rp5,8 triliun, industri kulit dan alas kaki mencapai 164 proyek dengan nilai Rp1,6 triliun, serta industri kayu dan furniture sebanyak 115 proyek dengan nilai Rp1,4 triliun.
Khusus realisasi investasi industri tekstil dan produk tekstil naik 25% dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 177 proyek dengan nilai Rp 4,65 triliun. Investasi di sektor tekstil dan produk tekstil masih didominasi oleh industri pakaian jadi dengan jumlah 203 proyek dan nilai investasi Rp1,33 triliun, diikuti oleh industri tekstil lainnya sebanyak 42 proyek dengan nilai Rp 224 miliar, dan industri penyelesaian akhir tekstil sebanyak 41 proyek dengan nilai Rp 155,8 miliar.
Sedangkan angkatan kerja Indonesia pada Agustus 2015, menurut data BPS, sebanyak 122,4 juta orang, berkurang sebanyak 5,9 juta orang dibanding Februari 2015. Penduduk bekerja pada Agustus 2015 sebanyak 114,8 juta orang, berkurang 6,0 juta orang dibanding keadaan Februari 2015.
"Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2015 sebesar 6,18% meningkat dibanding TPT Februari 2015 (5,81%)," tandasnya.
(dmd)