Pemain Lokal Mendominasi Industri FMCG Asia
A
A
A
JAKARTA - Pasar Asia memiliki karakter unik pada industri Fast Moving Consumer Goods (FMCG), sehingga mampu menopang pertumbuhan industri consumer goods di tengah perlambatan perekonomian yang terjadi di kawasan Asia.
Keunikan itu terlihat dari dominasi pemain lokal dibandingkan pemain global. "Asia merupakan market unik, karena para pemain lokal mendominasi lebih banyak dibanding para pemain global," ujar General Manager Kantar Worldpanel Indonesia Lim Soon Lee dalam rilisnya, Jumat (20/11/2015).
Fakta tersebut sesuai hasil riset Kantar Worldpanel untuk pasar Asia. Secara keseluruhan, para pemain lokal Asia berkontribusi sebesar 74%, dan tumbuh dua kali lipat lebih besar dibanding para pemain multi nasional.
Lee mencontohkan Indonesia dan China, di mana para pemain lokalnya masih menunjukkan tingkat kontribusi lebih dari 60%. Angka ini merupakan pertumbuhan dua kali lipat dibanding para pemain global.
Tidak mengherankan jika industri FMCG di Asia masih sangat menjanjikan meski dalam satu tahun terakhir, pertumbuhan FMCG di Asia menurun. Pada 2013, pasar FMCG tumbuh 10% dibanding 2012, dan pada 2015 FMCG hanya tumbuh 4,6%.
Pertumbuhan consumer good di Indonesia tahun ini 7,4%. Pertumbuhan ini menurun jika dibanding 2014 yang tumbuh mencapai dua digit yaitu 15,2%.
Data-data di atas merupakan bagian dari hasil riset Kantar Worldpanel yang bertajuk 'Asia Brand Power 2015'. Untuk melengkapi hasil riset tersebut, Kantar Worldpanel melakukan wawancara eksklusif dengan 11 CEO dari para pemain lokal Asia di 9 negara untuk mengetahui faktor apa saja yang mendorong pertumbuhan secara signifikan.
Mereka antara lain Mayora (Indonesia), Ichitan (Thailand), Aekyung (Korea Selatan), Godrej (India), Monde Nissin (Filipina), Masan (Vietnam), YFY (Taiwan), Rebisco (Filipina), Marico (India), Sanquan (China), dan Vinda (China).
Selain produk-produk lokal yang sukses di 9 negara, dalam laporan tersebut Kantar Worldpanel juga memaparkan beberapa produk dari Indonesia. misalnya, Teh Pucuk Harum, yang bersaing dengan produk inovatif dengan harga terjangkau. Teh Pucuk Harum juga melakukan komunikasi dengan konsumennya melalui media sosial.
Lalu ada Kopi Luwak White Koffie, salah satu pemain terbesar pada segmen kopi instan. Produk ini sukses memposisikan diri sebagai kopi instan yang lebih sehat bagi jantung dan perut dengan harga yang terjangkau.
Sementara Teh Gelas, sukses memenuhi tren konsumen Asia yang menyukai teh sebagai minuman penyegar. Produk utamanya yang dikemas dalam gelas berhasil menjadi jagoan dalam memenuhi kebutuhan konsumen akan teh siap minum yang praktis dan terjangkau.
Indofood sukses menjadi merek paling berpengaruh di Indonesia. Salah satu produk Indofood, Indomie bahkan telah menjadi produk mie instan paling banyak dibeli di Indonesia. Produk-produk Indofood saat ini sudah di ekspor ke lebih dari 60 negara.
Produk Indomie hanya mampu disaingi Mie Sedaap, menduduki peringkat dua teratas untuk merek yang paling dipilih konsumen Indonesia berdasarkan penelitian Brand Footprint 2015.
Keberhasilan Mie Sedaap tidak terlepas dari strategi fokus pada daerah pedesaan dan menawarkan harga yang lebih terjangkau dengan isi yang lebih banyak.
Sementara, produk kosmetik merek Wardah mengedepankan aspek halal terbukti memiliki daya tarik yang tinggi di Indonesia. Dan, So Klin, yang memiliki semua jenis deterjen yang dibutuhkan konsumen, dari deterjen berkonsentrasi tinggi yang cocok segala jenis mesin cuci, hingga anti-kuman dan deterjen pelindung warna pakaian.
"Produk-produk di atas memiliki power lever atau tenaga pengungkit yang mendorong pertumbuhan dari para pemain lokal tersebut. Ini yang mampu mengungguli pemain global," ujar Lee.
Lee memaparkan, setidaknya ada lima faktor yang mampu menjadi tenaga pengungkit. Pertama, ahli dalam bertransformasi, salah satu faktor yang mampu mendorong merek-merek lokal berubah dari sekadar manufaktur yang hanya memproduksi barang menjadi perusahaan yang mampu membangun merek yang mengerti kebutuhan konsumen.
Kemudian, berperan aktif dalam meningkat kualitas hidup masyarakat. Saat ini banyak produk bumbu instan dan santan instan menawarkan kenyamanan dan kemudahan di dalam memasak. Misalnya, Bumbu Racik Indofood dan Santan Sun Kara dimana masing-masing produk berhasil menggaet 1 juta rumah tangga dan 1,5 juta rumah tangga sebagai pembeli.
Faktor lainnya yaitu terus berinovasi dengan standar kualitas global tanpa meninggalkan selera tradisional/lokal.
New Business Development Director Kantar Worldpanel Indonesia Fanny Murhayati mencontohkan, Wardah sebagai salah satu contoh merek yang berhasil menangkap peluang ini.
"Dengan target utama Muslimah berhijab, Wardah berhasil mendapatkan pertumbuhan penjualan hingga 24% pada 2015. Wardah juga berhasil masuk ke dalam daftar 50 merek paling dipilih di Indonesia berdasarkan penelitian Kantar Worldpanel," jelasnya.
Ada juga faktor yang memanfaatkan teknologi digital untuk menciptakan kedekatan emosional dengan konsumen, khususnya melalui transaksi penjualan online (E-commerce).
Terakhir, faktor yang mengkombinasikan penggunaan data hasil riset dengan intuisi dalam merumuskan keputusan yang diambil.
"Banyak produk lokal Asia sukses dengan mempertahankan penggunaan intuisi yang digabungkan dengan hasil riset dalam proses pengembangan produk. Intuisi ini hanya dimiliki perusahaan di Asia yang benar-benar mengerti kebutuhan konsumen," pungkas Lee.
Keunikan itu terlihat dari dominasi pemain lokal dibandingkan pemain global. "Asia merupakan market unik, karena para pemain lokal mendominasi lebih banyak dibanding para pemain global," ujar General Manager Kantar Worldpanel Indonesia Lim Soon Lee dalam rilisnya, Jumat (20/11/2015).
Fakta tersebut sesuai hasil riset Kantar Worldpanel untuk pasar Asia. Secara keseluruhan, para pemain lokal Asia berkontribusi sebesar 74%, dan tumbuh dua kali lipat lebih besar dibanding para pemain multi nasional.
Lee mencontohkan Indonesia dan China, di mana para pemain lokalnya masih menunjukkan tingkat kontribusi lebih dari 60%. Angka ini merupakan pertumbuhan dua kali lipat dibanding para pemain global.
Tidak mengherankan jika industri FMCG di Asia masih sangat menjanjikan meski dalam satu tahun terakhir, pertumbuhan FMCG di Asia menurun. Pada 2013, pasar FMCG tumbuh 10% dibanding 2012, dan pada 2015 FMCG hanya tumbuh 4,6%.
Pertumbuhan consumer good di Indonesia tahun ini 7,4%. Pertumbuhan ini menurun jika dibanding 2014 yang tumbuh mencapai dua digit yaitu 15,2%.
Data-data di atas merupakan bagian dari hasil riset Kantar Worldpanel yang bertajuk 'Asia Brand Power 2015'. Untuk melengkapi hasil riset tersebut, Kantar Worldpanel melakukan wawancara eksklusif dengan 11 CEO dari para pemain lokal Asia di 9 negara untuk mengetahui faktor apa saja yang mendorong pertumbuhan secara signifikan.
Mereka antara lain Mayora (Indonesia), Ichitan (Thailand), Aekyung (Korea Selatan), Godrej (India), Monde Nissin (Filipina), Masan (Vietnam), YFY (Taiwan), Rebisco (Filipina), Marico (India), Sanquan (China), dan Vinda (China).
Selain produk-produk lokal yang sukses di 9 negara, dalam laporan tersebut Kantar Worldpanel juga memaparkan beberapa produk dari Indonesia. misalnya, Teh Pucuk Harum, yang bersaing dengan produk inovatif dengan harga terjangkau. Teh Pucuk Harum juga melakukan komunikasi dengan konsumennya melalui media sosial.
Lalu ada Kopi Luwak White Koffie, salah satu pemain terbesar pada segmen kopi instan. Produk ini sukses memposisikan diri sebagai kopi instan yang lebih sehat bagi jantung dan perut dengan harga yang terjangkau.
Sementara Teh Gelas, sukses memenuhi tren konsumen Asia yang menyukai teh sebagai minuman penyegar. Produk utamanya yang dikemas dalam gelas berhasil menjadi jagoan dalam memenuhi kebutuhan konsumen akan teh siap minum yang praktis dan terjangkau.
Indofood sukses menjadi merek paling berpengaruh di Indonesia. Salah satu produk Indofood, Indomie bahkan telah menjadi produk mie instan paling banyak dibeli di Indonesia. Produk-produk Indofood saat ini sudah di ekspor ke lebih dari 60 negara.
Produk Indomie hanya mampu disaingi Mie Sedaap, menduduki peringkat dua teratas untuk merek yang paling dipilih konsumen Indonesia berdasarkan penelitian Brand Footprint 2015.
Keberhasilan Mie Sedaap tidak terlepas dari strategi fokus pada daerah pedesaan dan menawarkan harga yang lebih terjangkau dengan isi yang lebih banyak.
Sementara, produk kosmetik merek Wardah mengedepankan aspek halal terbukti memiliki daya tarik yang tinggi di Indonesia. Dan, So Klin, yang memiliki semua jenis deterjen yang dibutuhkan konsumen, dari deterjen berkonsentrasi tinggi yang cocok segala jenis mesin cuci, hingga anti-kuman dan deterjen pelindung warna pakaian.
"Produk-produk di atas memiliki power lever atau tenaga pengungkit yang mendorong pertumbuhan dari para pemain lokal tersebut. Ini yang mampu mengungguli pemain global," ujar Lee.
Lee memaparkan, setidaknya ada lima faktor yang mampu menjadi tenaga pengungkit. Pertama, ahli dalam bertransformasi, salah satu faktor yang mampu mendorong merek-merek lokal berubah dari sekadar manufaktur yang hanya memproduksi barang menjadi perusahaan yang mampu membangun merek yang mengerti kebutuhan konsumen.
Kemudian, berperan aktif dalam meningkat kualitas hidup masyarakat. Saat ini banyak produk bumbu instan dan santan instan menawarkan kenyamanan dan kemudahan di dalam memasak. Misalnya, Bumbu Racik Indofood dan Santan Sun Kara dimana masing-masing produk berhasil menggaet 1 juta rumah tangga dan 1,5 juta rumah tangga sebagai pembeli.
Faktor lainnya yaitu terus berinovasi dengan standar kualitas global tanpa meninggalkan selera tradisional/lokal.
New Business Development Director Kantar Worldpanel Indonesia Fanny Murhayati mencontohkan, Wardah sebagai salah satu contoh merek yang berhasil menangkap peluang ini.
"Dengan target utama Muslimah berhijab, Wardah berhasil mendapatkan pertumbuhan penjualan hingga 24% pada 2015. Wardah juga berhasil masuk ke dalam daftar 50 merek paling dipilih di Indonesia berdasarkan penelitian Kantar Worldpanel," jelasnya.
Ada juga faktor yang memanfaatkan teknologi digital untuk menciptakan kedekatan emosional dengan konsumen, khususnya melalui transaksi penjualan online (E-commerce).
Terakhir, faktor yang mengkombinasikan penggunaan data hasil riset dengan intuisi dalam merumuskan keputusan yang diambil.
"Banyak produk lokal Asia sukses dengan mempertahankan penggunaan intuisi yang digabungkan dengan hasil riset dalam proses pengembangan produk. Intuisi ini hanya dimiliki perusahaan di Asia yang benar-benar mengerti kebutuhan konsumen," pungkas Lee.
(izz)